Kisah Kiai Sholeh Darat, Ulama Semarang yang Mampu Ubah Bongkahan Batu Jadi Emas
loading...
A
A
A
Kiai Sholeh Darat bernama asli Muhammad Sholeh bin Umar Al Samarani merupakan ulama besar yang lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kabupaten Jepara, masa pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1820.
Kiai Sholeh Darat adalah putra dari Kiai Umar yang merupakan pasukan perang Pangeran Diponegoro (1825-1830). Sedangkan nama Al Samarani di belakang nama Kiyai Sholeh Darat, untuk menunjukkan daerah asal ulama.
Baca juga: Sejarah Dakwah Sunan Drajat dan Ajaran Papali Pitu
Ulama yang terkenal dengan panggilan Mbah Sholeh Darat hidup sezaman dengan dua waliyullah besar lainnya, yakni Syekh Nawawi Al-Bantani dari Banten dan Mbah Kholil Bangkalan, Madura. Kiai Sholeh Darat dikenal dengan karomahnya, mengubah bongkahan batu menjadi emas.
Peneliti sejarah M Rizka Chamami mengungkapkan, setidaknya ada tiga keunikan pada sosok ulama besar Kiai Sholeh Darat. Yang pertama, beliau adalah orang Jawa yang betul-betul njawani, hal itu terlihat dari kejawaannya dari hasil karya-karyanya kitab yang berbahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab Pegon.
Arab Pegon adalah tulisan dengan abjad atau huruf arab atau huruf Hijaiyah, tapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Melayu dan bahasa Indonesia.
Yang kedua, kata Wakil Ketua Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (Kopi Soda) Semarang itu, menyebut Kiai Sholeh Darat dikenal dengan komitmennya untuk membangun nalar nusantara karena pada waktu itu ikut ayahnya berjuang menghadapi Belanda.
Hal ini menunjukkan kecintaannya kepada Nusantara dengan benci kepada penjajah Belanda. Bahkan, beliau menulis sebuah kitab yang salah satu dari isinya "Barang Siapa meniru gaya-gaya Belanda, maka orang itu sama dengan mereka (Belanda-red), termasuk memakai sesuatu benda seperti Belanda, misalnya celana, topi, dan dasi. Beliau menjelaskan hal tersebut di Kitab Majmu'at asy -Syariah Al Kafiyah li al Awam," bebernya.
Menurut M Rizka, hal tersebut bisa menumbuhkan kecintaan dan mendorong jiwa kebangsaan membuat masyarakat beragama dengan baik, termasuk menerjemahkan Alquran sesuai visi dan misi kebangsaan.
Baca juga: Karomah Sunan Drajat Diselamatkan Ikan Cucut dan Talang saat Perahu Dihantam Badai
Tak salah dengan ilmu yang dimilikinya yang telah melahirkan tokoh besar seperti pendiri NU Kiai Hasyim Asyari (1926), yang menjadi muridnya sekitar tahun 1890. Selain itu, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1912 ) juga pernah mengaji pada Kiai Sholeh Darat.
Kiai Sholeh Darat adalah putra dari Kiai Umar yang merupakan pasukan perang Pangeran Diponegoro (1825-1830). Sedangkan nama Al Samarani di belakang nama Kiyai Sholeh Darat, untuk menunjukkan daerah asal ulama.
Baca juga: Sejarah Dakwah Sunan Drajat dan Ajaran Papali Pitu
Ulama yang terkenal dengan panggilan Mbah Sholeh Darat hidup sezaman dengan dua waliyullah besar lainnya, yakni Syekh Nawawi Al-Bantani dari Banten dan Mbah Kholil Bangkalan, Madura. Kiai Sholeh Darat dikenal dengan karomahnya, mengubah bongkahan batu menjadi emas.
Peneliti sejarah M Rizka Chamami mengungkapkan, setidaknya ada tiga keunikan pada sosok ulama besar Kiai Sholeh Darat. Yang pertama, beliau adalah orang Jawa yang betul-betul njawani, hal itu terlihat dari kejawaannya dari hasil karya-karyanya kitab yang berbahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab Pegon.
Arab Pegon adalah tulisan dengan abjad atau huruf arab atau huruf Hijaiyah, tapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Melayu dan bahasa Indonesia.
Yang kedua, kata Wakil Ketua Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (Kopi Soda) Semarang itu, menyebut Kiai Sholeh Darat dikenal dengan komitmennya untuk membangun nalar nusantara karena pada waktu itu ikut ayahnya berjuang menghadapi Belanda.
Hal ini menunjukkan kecintaannya kepada Nusantara dengan benci kepada penjajah Belanda. Bahkan, beliau menulis sebuah kitab yang salah satu dari isinya "Barang Siapa meniru gaya-gaya Belanda, maka orang itu sama dengan mereka (Belanda-red), termasuk memakai sesuatu benda seperti Belanda, misalnya celana, topi, dan dasi. Beliau menjelaskan hal tersebut di Kitab Majmu'at asy -Syariah Al Kafiyah li al Awam," bebernya.
Menurut M Rizka, hal tersebut bisa menumbuhkan kecintaan dan mendorong jiwa kebangsaan membuat masyarakat beragama dengan baik, termasuk menerjemahkan Alquran sesuai visi dan misi kebangsaan.
Baca juga: Karomah Sunan Drajat Diselamatkan Ikan Cucut dan Talang saat Perahu Dihantam Badai
Tak salah dengan ilmu yang dimilikinya yang telah melahirkan tokoh besar seperti pendiri NU Kiai Hasyim Asyari (1926), yang menjadi muridnya sekitar tahun 1890. Selain itu, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1912 ) juga pernah mengaji pada Kiai Sholeh Darat.