Sidang Korupsi RTH Kota Bandung, Jaksa KPK Sebut Nama-nama Penerima Aliran Dana
loading...
A
A
A
BANDUNG - Sidang perdana perkara dugaan korupsi anggaran pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung dengan kerugian negara mencapai Rp69 miliar digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (15/6/2020).
Persidangan berlangsung digelar di Ruang 2 dengan sistem pengdilan jarak jauh atau daring melalui video conference. Para terdakwa tetap berada di rutan KPK. Sedangkan majelis hakim, tim JPU, dan kuasa hukum berada di ruang sidang. (BACA JUGA: Korupsi Dana Proyek Jalan Cisinga, 5 Terdakwa Dituntut 1,5 Tahun Penjara )
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut, tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Khaerudin, Tito Jaelani, dan Budi Nugraha menghadirkan tiga terdakwa.
Yaitu, mantan anggota DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar (periode 2009-2014), Kadar Selamat, dan eks Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Herry Nurhayat. (BACA JUGA: Tersangka Korupsi Lahan Kantor Pemkab Bandung Barat Bisa Bertambah )
Dalam dakwaannya, JPU mendakwan ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara. JPU juga mengurai aliran uang negara yang masuk ke kantong pribadi terdakwa dan beberapa pihak lain.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri. Yakni, memperkaya diri terdakwa Herry Nurhayat Rp8,8 miliar, Tomtom Dabbul Qomar Rp7,1 miliar, dan Kadar Slamet Rp 4,7 miliar," kata jaksa Chaerudin. (BACA JUGA: Diduga Korupsi Pengadaan Lahan Kompleks Kantor Pemda KBB, 2 Orang Ditahan )
Selain itu, perbuatan ketiga terdakwa dalam proses pengadaan lahan RTH di Kecamatan Mandalajati dan Cibiru Kota Bandung juga memperkaya orang lain.
"Memperkaya Edi Siswadi (eks Sekda Kota Bandung) Rp10 miliar, Lia Noer Hambali Rp175 juta, Riantono Rp175 juta, Joni Hidayat Rp35 juta, Dedi Setiadi Rp100 juta, grup Engkus Kusnadi Rp250 juta, Hadad Iskandar Rp1,26 miliar, Maryadi Saputra Wijaya Rp 2,2 miliar, dan Dadang Suganda Rp19,1 miliar," ujar Chaerudin.
Nama-nama penerima aliran dana korupsi RTH tersebut belum terjerat hukum dalam kasus ini, kecuali Dadang Suganda yang sudah ditetapkan tersangka namun belum disidangkan.
"Semua terdakwa dan pihak-pihak yang ada dalam dakwaan, penerima aliran dana ini secara resmi hingga hari ini belum mengembalikan kerugian keuangan negara," tutur jaksa.
Kasus korupsi ini berawal dari pengadaan RTH Kota Bandung tahun anggaran 2012-2013. Adapun penetapan lokasi RTH diawali usulan dari camat kepada Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada. Saat itu, anggaran dari APBD Kota Bandung 2012 murni mencapai Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Namun, ada penambahan anggaran setelah Edi Siswadi memimpin rapat anggaran karena ada penitipan anggaran dari Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet dengan dalih di area pengadaan lahan masih ada lahan yang masih bisa dibebaskan.
Anggaran pengadaan pun membengkak menjadi Rp55 miliar untuk 120 ribu meter persegi. Ternyata itu tidak final karena ada perubahan anggaran lagi jadi Rp60 miliar untuk luas lokasi yang sama.
Pada APBD perubahan 2012, diusulkan lagi perubahan menjadi Rp74 miliar lebih. Lagi-lagi, anggaran berubah jadi Rp123,9 miliar untuk lahan seluas 350 ribu meter persegi di RTH Mandalajati, RTH Cibiru, RTH Gedebage, RTH Lengkong, Punclut dan Cibenying Kidul.
Penambahan anggaran hingga Rp123 miliar itu dengan mencaplok anggaran pengadaan tanah untuk perluasan RSUD Kota Bandung senilai Rp55,5 miliar.
Menurut jaksa, terdakwa selaku pengguna anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk sarana lingkungan hidup RTH Kota Bandung anggaran 2012, menentukan nilai transaksi nilai ganti rugi pengadaan tanah melebihi nilai transaksi sebenarnya tanpa musyawarah secara langsung dengan pemilik tanah.
"Melainkan dengan makelar dalam hal ini Dadang Suganda dan melaksanakan pembayaran tanah bukan kepada pemiliknya. Kemudian, mengakomodir permintaan keuntungan berkaitan rencana keikutsertaan anggota DPRD Kota Bandung. Lalu mengusulkan perubahan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk RTH dengan mengambil dana yang dialokasikan untuk pengadaan tanah untuk perluasan rumah RSUD Kota Bandung," tandas jaksa Chaerudin.
Sementara itu, Rizky, penasihat hukum terdakwa Kadar Selamat mengatakan, kliennya akan mengajukan justice colabulator (JC) ke KPK. Terdakwa Kadar akan membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus korupsi RTH di persidangan nanti. “Klien kami sudah siap menjadi JC dan akan buka semua fakta-fakta yang ada dalam kasus ini,” kata Rizky.
Apakah nanti akan diungkap pula para pejabat Pemkot dan DPRD Kota Bandung yang terlibat, Rizky tidak menyatakan secara gamblang. Namun dia memastikan, Kadar Selamaat telah bertekad akan buka-bukaan dalam kasus ini.
“Yang jelas, apa yang klien kami ketahui baik itu pejabat, atau jumlah uang yang dinikmatinya akan dibuka dipersidangan,” ujar Rizky.
Karena itu, Rizky dan juga penasihat hukum lainnya meminta majelis hakim dan jaksa KPK agar menghadirkan para terdakwa di persidangan. Karena saat sidang dakwaan terdakwa tidak dihadirkan dan persidangan dilakukan melalui video conference.
Menurut Rizky, sesuai aturan, pengajuan JC dilakukan dengan konsekuensi kesiapan untuk mengkaui perbuatan, bekerja sama dengan penegak hukum, siap mengungkap dan mengurai peristiwa, fakta yang diketahui saat tindak pidana tersebut terjadi.
Persidangan berlangsung digelar di Ruang 2 dengan sistem pengdilan jarak jauh atau daring melalui video conference. Para terdakwa tetap berada di rutan KPK. Sedangkan majelis hakim, tim JPU, dan kuasa hukum berada di ruang sidang. (BACA JUGA: Korupsi Dana Proyek Jalan Cisinga, 5 Terdakwa Dituntut 1,5 Tahun Penjara )
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut, tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Khaerudin, Tito Jaelani, dan Budi Nugraha menghadirkan tiga terdakwa.
Yaitu, mantan anggota DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar (periode 2009-2014), Kadar Selamat, dan eks Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Herry Nurhayat. (BACA JUGA: Tersangka Korupsi Lahan Kantor Pemkab Bandung Barat Bisa Bertambah )
Dalam dakwaannya, JPU mendakwan ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara. JPU juga mengurai aliran uang negara yang masuk ke kantong pribadi terdakwa dan beberapa pihak lain.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri. Yakni, memperkaya diri terdakwa Herry Nurhayat Rp8,8 miliar, Tomtom Dabbul Qomar Rp7,1 miliar, dan Kadar Slamet Rp 4,7 miliar," kata jaksa Chaerudin. (BACA JUGA: Diduga Korupsi Pengadaan Lahan Kompleks Kantor Pemda KBB, 2 Orang Ditahan )
Selain itu, perbuatan ketiga terdakwa dalam proses pengadaan lahan RTH di Kecamatan Mandalajati dan Cibiru Kota Bandung juga memperkaya orang lain.
"Memperkaya Edi Siswadi (eks Sekda Kota Bandung) Rp10 miliar, Lia Noer Hambali Rp175 juta, Riantono Rp175 juta, Joni Hidayat Rp35 juta, Dedi Setiadi Rp100 juta, grup Engkus Kusnadi Rp250 juta, Hadad Iskandar Rp1,26 miliar, Maryadi Saputra Wijaya Rp 2,2 miliar, dan Dadang Suganda Rp19,1 miliar," ujar Chaerudin.
Nama-nama penerima aliran dana korupsi RTH tersebut belum terjerat hukum dalam kasus ini, kecuali Dadang Suganda yang sudah ditetapkan tersangka namun belum disidangkan.
"Semua terdakwa dan pihak-pihak yang ada dalam dakwaan, penerima aliran dana ini secara resmi hingga hari ini belum mengembalikan kerugian keuangan negara," tutur jaksa.
Kasus korupsi ini berawal dari pengadaan RTH Kota Bandung tahun anggaran 2012-2013. Adapun penetapan lokasi RTH diawali usulan dari camat kepada Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada. Saat itu, anggaran dari APBD Kota Bandung 2012 murni mencapai Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Namun, ada penambahan anggaran setelah Edi Siswadi memimpin rapat anggaran karena ada penitipan anggaran dari Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet dengan dalih di area pengadaan lahan masih ada lahan yang masih bisa dibebaskan.
Anggaran pengadaan pun membengkak menjadi Rp55 miliar untuk 120 ribu meter persegi. Ternyata itu tidak final karena ada perubahan anggaran lagi jadi Rp60 miliar untuk luas lokasi yang sama.
Pada APBD perubahan 2012, diusulkan lagi perubahan menjadi Rp74 miliar lebih. Lagi-lagi, anggaran berubah jadi Rp123,9 miliar untuk lahan seluas 350 ribu meter persegi di RTH Mandalajati, RTH Cibiru, RTH Gedebage, RTH Lengkong, Punclut dan Cibenying Kidul.
Penambahan anggaran hingga Rp123 miliar itu dengan mencaplok anggaran pengadaan tanah untuk perluasan RSUD Kota Bandung senilai Rp55,5 miliar.
Menurut jaksa, terdakwa selaku pengguna anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk sarana lingkungan hidup RTH Kota Bandung anggaran 2012, menentukan nilai transaksi nilai ganti rugi pengadaan tanah melebihi nilai transaksi sebenarnya tanpa musyawarah secara langsung dengan pemilik tanah.
"Melainkan dengan makelar dalam hal ini Dadang Suganda dan melaksanakan pembayaran tanah bukan kepada pemiliknya. Kemudian, mengakomodir permintaan keuntungan berkaitan rencana keikutsertaan anggota DPRD Kota Bandung. Lalu mengusulkan perubahan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk RTH dengan mengambil dana yang dialokasikan untuk pengadaan tanah untuk perluasan rumah RSUD Kota Bandung," tandas jaksa Chaerudin.
Sementara itu, Rizky, penasihat hukum terdakwa Kadar Selamat mengatakan, kliennya akan mengajukan justice colabulator (JC) ke KPK. Terdakwa Kadar akan membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus korupsi RTH di persidangan nanti. “Klien kami sudah siap menjadi JC dan akan buka semua fakta-fakta yang ada dalam kasus ini,” kata Rizky.
Apakah nanti akan diungkap pula para pejabat Pemkot dan DPRD Kota Bandung yang terlibat, Rizky tidak menyatakan secara gamblang. Namun dia memastikan, Kadar Selamaat telah bertekad akan buka-bukaan dalam kasus ini.
“Yang jelas, apa yang klien kami ketahui baik itu pejabat, atau jumlah uang yang dinikmatinya akan dibuka dipersidangan,” ujar Rizky.
Karena itu, Rizky dan juga penasihat hukum lainnya meminta majelis hakim dan jaksa KPK agar menghadirkan para terdakwa di persidangan. Karena saat sidang dakwaan terdakwa tidak dihadirkan dan persidangan dilakukan melalui video conference.
Menurut Rizky, sesuai aturan, pengajuan JC dilakukan dengan konsekuensi kesiapan untuk mengkaui perbuatan, bekerja sama dengan penegak hukum, siap mengungkap dan mengurai peristiwa, fakta yang diketahui saat tindak pidana tersebut terjadi.
(awd)