Penawar Harga di Bawah Pasar Selalu Menang Tender Pemerintah Dikeluhkan Kontraktor
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Penawaran harga di bawah pasar alias banting harga agar memenangkan lelang pekerjaan pemerintah dikeluhkan oleh para kontraktor. Sebab, penawaran harga yang tidak wajar berpotensi menyebabkan proyek tidak jadi, sehingga menimbulkan kerugian negara .
Hal ini menjadi salah satu pokok bahasan yang mencuat dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Urgensi Hukum Persaingan Usaha di Bidang Jasa Konstruksi" di Yogyakarta, Senin (7/3/2022) lalu. Hadir dalam FGD ini, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) DIY Hendri Setiawan MSM, Direktur Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean, dan perwakilan dari Asosiasi Kontraktor Nasional (ASKONAS) pusat dan DIY.
Ketua DPP ASKONAS, M Lutfi Setiabudi mengatakan, sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2021, kontraktor perlu memperbaiki tata kelola, menurunkan permasalahan korupsi dalam dunia tender pengadaan barang/jasa. Selain itu, kontraktor juga perlu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan juga meningkatkan kecepatan penyerapan anggaran dengan menggunakan harga wajar.
Menurut M Lutfi, berdasarkan Perpres tersebut, penawaran di bawah 80% dari harga awal harus dievaluasi kewajaran harganya dan musti ada penambahan jaminan. Sebab, bila penawaran rendah maka dimungkinkan banyak proyek yang tidak jadi.
"Selain rugi secara keuangan negara, juga saat penawaran rendah tidak jarang proyek under spek. Secara konstruksi ini sangat berbahaya, misal bangunan runtuh. Kita logika saja, harga rendah mustahil output akan berkualitas. Maka hari ini saya juga undang dari pengguna jasa konstruksi seperti pemerintahan, agar mereka tidak takut untuk menentukan pemenang tender berdasarkan asumsi harga wajar, bukan harga terendah," Kata Lutfi dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).
Menanggapi paparan M Lutfi, Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengatakan untuk harga rendah atau yang diperkirakan oleh pesaing sebagai harga merugi, hanya bisa dibuktikan oleh laporan keuangan. Baca:
"Maka kasus penawar harga terendah itu harus dilihat benar tidak bahwa dia bertujuan menguasai pasar di wilayah tersebut atau kasuistik saja. Dan ini tidak mudah dibuktikan. Bisa saja dia merugi tapi itu strategi agar perusahaannya tetap jalan, karyawan makan, misalnya, tapi kan bukan untuk membunuh perusahaan lain," papar Gopprera.
Gopprera mengatakan KPPU tidak bisa masuk ke sebuah perkara yang bukan masalah persaingan usaha. Penawar harga terendah memang selama ini jadi salah satu parameter utama bagi pemerintah untuk menentukan pemenang. Hal itu sah-sah saja asal tidak ada indikasi persekongkolan dan niat buruk untuk menyingkirkan para pelaku usaha konstruksi lainnya.
"Dan selama tidak ada kerugian dari pemerintah BPK pun kalau dilapori masalah seperti ya tidak akan memproses. Fokusnya adakah kerugian pemerintah, itu BPK. Kalau KPPU fokusnya adakah persaingan tidak sehat? Harga rendah atau harga merugi ini sulit dibuktikan sebagai usaha untuk mematikan pelaku usaha lain kecuali dia menang terus dan menguasai di atas 50% total proyek di Yogya itu baru mungkin ada usaha monopoli," papar Goppera.
Sementara itu, Ketua KPPU DIY, Hendri Setiawan MSM mengatakan, persaingan memaksa perusahaan menekan biaya konstruksi menjadi lebih rendah dan memaksa perusahaan untuk selalu menciptakan produk baru dan berinovasi. Sehingga menciptakan pelayanan yang baik dan akhirnya konsumen diuntungkan.
Hal ini menjadi salah satu pokok bahasan yang mencuat dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Urgensi Hukum Persaingan Usaha di Bidang Jasa Konstruksi" di Yogyakarta, Senin (7/3/2022) lalu. Hadir dalam FGD ini, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) DIY Hendri Setiawan MSM, Direktur Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean, dan perwakilan dari Asosiasi Kontraktor Nasional (ASKONAS) pusat dan DIY.
Ketua DPP ASKONAS, M Lutfi Setiabudi mengatakan, sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2021, kontraktor perlu memperbaiki tata kelola, menurunkan permasalahan korupsi dalam dunia tender pengadaan barang/jasa. Selain itu, kontraktor juga perlu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan juga meningkatkan kecepatan penyerapan anggaran dengan menggunakan harga wajar.
Menurut M Lutfi, berdasarkan Perpres tersebut, penawaran di bawah 80% dari harga awal harus dievaluasi kewajaran harganya dan musti ada penambahan jaminan. Sebab, bila penawaran rendah maka dimungkinkan banyak proyek yang tidak jadi.
"Selain rugi secara keuangan negara, juga saat penawaran rendah tidak jarang proyek under spek. Secara konstruksi ini sangat berbahaya, misal bangunan runtuh. Kita logika saja, harga rendah mustahil output akan berkualitas. Maka hari ini saya juga undang dari pengguna jasa konstruksi seperti pemerintahan, agar mereka tidak takut untuk menentukan pemenang tender berdasarkan asumsi harga wajar, bukan harga terendah," Kata Lutfi dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (9/3/2022).
Menanggapi paparan M Lutfi, Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean mengatakan untuk harga rendah atau yang diperkirakan oleh pesaing sebagai harga merugi, hanya bisa dibuktikan oleh laporan keuangan. Baca:
"Maka kasus penawar harga terendah itu harus dilihat benar tidak bahwa dia bertujuan menguasai pasar di wilayah tersebut atau kasuistik saja. Dan ini tidak mudah dibuktikan. Bisa saja dia merugi tapi itu strategi agar perusahaannya tetap jalan, karyawan makan, misalnya, tapi kan bukan untuk membunuh perusahaan lain," papar Gopprera.
Gopprera mengatakan KPPU tidak bisa masuk ke sebuah perkara yang bukan masalah persaingan usaha. Penawar harga terendah memang selama ini jadi salah satu parameter utama bagi pemerintah untuk menentukan pemenang. Hal itu sah-sah saja asal tidak ada indikasi persekongkolan dan niat buruk untuk menyingkirkan para pelaku usaha konstruksi lainnya.
"Dan selama tidak ada kerugian dari pemerintah BPK pun kalau dilapori masalah seperti ya tidak akan memproses. Fokusnya adakah kerugian pemerintah, itu BPK. Kalau KPPU fokusnya adakah persaingan tidak sehat? Harga rendah atau harga merugi ini sulit dibuktikan sebagai usaha untuk mematikan pelaku usaha lain kecuali dia menang terus dan menguasai di atas 50% total proyek di Yogya itu baru mungkin ada usaha monopoli," papar Goppera.
Sementara itu, Ketua KPPU DIY, Hendri Setiawan MSM mengatakan, persaingan memaksa perusahaan menekan biaya konstruksi menjadi lebih rendah dan memaksa perusahaan untuk selalu menciptakan produk baru dan berinovasi. Sehingga menciptakan pelayanan yang baik dan akhirnya konsumen diuntungkan.