Kisah Prabu Siliwangi, Buyutnya Dihadang dan Dibunuh Gajah Mada di Perang Bubat

Sabtu, 26 Februari 2022 - 05:02 WIB
loading...
Kisah Prabu Siliwangi, Buyutnya Dihadang dan Dibunuh Gajah Mada di Perang Bubat
Prabu Siliwangi dikenal sebagai raja termasyhur dari Tanah Sunda yang membawa kejayaan bagi Kerajaan Pajajaran. Foto: Istimewa
A A A
PRABU Siliwangi muncul selepas wafatnya Prabu Maharaja Linggabuana yang juga dikenal (Prabu Wangi), raja dari Kerajaan Sunda Galuh yang terbunuh dalam peristiwa perang bubat pada tahun 1357 Masehi, yang tidak lain adalah buyutnya.

Menurut beberapa sejarawan, raja-raja yang memerintah di Kerajaan Sunda Galuh dijuluki Prabu Siliwangi. Karena memang secara bahasa, Siliwangi berasal dari dua kata bahasa Sunda Kuno, yaitu Sili dan Wangi , sili berartu pengganti, sementara wangi merujuk pada Prabu Wangi atau Prabu Maharaja Linggabuana.

Atas dasar hal inilah, sejarawan meyakini raja yang bergelar Prabu Siliwangi jumlahnya banyak, dimulai dari raja yang memerintah setelah Prabu Linggabuana hingga runtuhnya Kerajaan Sunda-Galuh (Pajajaran).

Kisah Prabu Siliwangi, Buyutnya Dihadang dan Dibunuh Gajah Mada di Perang Bubat



Meskipun Raja-Raja Sunda yang mendapatkan julukan Prabu Siliwangi jumlahnya banyak, Prabu Siliwangi yang paling terkenal merujuk pada Raja Pajajaran pertama, yaitu Raja Gabungan dari Kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Pakuan.

Raja yang dimaksud adalah Sri Baduga Maharaja yang mempunyai nama muda Raden Pamanah Rasa. Di masa Pemerintahan Sri Baduga Maharaja, wilayah Kerajaan Sunda (Pajajaran) membentang dari Cilacap hingga Lampung.

Dikisahkan dari buku "Hitam Putih Kerajaan Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquene, Prabu Siliwangi bernama lengkap Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja merupakan putra Prabu Dewa Niskala, yang lahir pada tahun 1401 Masehi di Kawali, Ciamis, Jawa Barat.

Sri Baduga Maharaja mengawali kariernya saat memerintah sebagai raja pada 1482 Masehi. Di bawah naungan Sri Baduga Maharaja inilah Kerajaan Pajajaran mengalami puncak perkembangan yang pesat. Pada catatan carita puisi dan Prasasti Batutulis menyatakan, Sri Baduga Maharaja dinobatkan sebanyak dua kali menjadi raja.



Pertama ketika Jayadewata mendapat mandat untuk memegang Kerajaan Galuh di Kawali, Ciamis dari sang ayah Prabu Dewa Niskala, putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana dari permaisuri Mayangsari, putri Prabu Bunisora dengan gelar Dewataprana.

Kedua, Sri Baduga Maharaja menerima mandat Kerajaan Sunda di Pakuan Bogor dari mertuanya bernama Prabu Susuktunggal, putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana dari permaisuri Ratna Sarkati putri Resi Susuk Lampung.

Pada masa ini pula dikenal sebagai masa kemakmuran dan kejayaan, sehingga Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja dengan julukan Prabu Siliwangi yang paling terkenal.

Selain karena itu, Sri Baduga Maharaja juga melahirkan keturunan yang kelak mendirikan Kesultanan Cirebon dan Banten, sehingga selepas runtuhnya Pajajaran, nama Prabu Siliwangi yang satu ini masih diagungkan oleh Kesultanan Cirebon dan Banten.

Sehingga dikemudian hari orang hanya mengenal maksud Prabu Siliwangi adalah ayah dari Pangeran Walangsungsang (Pendiri Kesultanan Cirebon) dan buyut dari Maulana Hasanudin (Pendiri Kesultanan Banten).

Prabu Wangi Memilih Mati

Prabu Wangi, dianggap sebagai Raja yang teguh pendirian, ia lebih memilih mati ditangan Gajah Mada daripada Kerajaannya harus takluk pada Majapahit dengan tanpa peperangan.

Sebelum terjadinya peristiwa perang Bubat, menurut Kidung Sunda, yaitu salah satu naskah Jawa yang membahas menganai orang Sunda zaman Hayam Wuruk yang ditemukan di Bali, dinyatakan bahwa beberapa kali Majapahit melakukan invasi ke Sunda tapi selalu gagal.



Hubungan Sunda dan Majapahit selepas Gajah Mada menunaikan cita-citanya melakukan Invasi ke Sunda menjadi buruk, namun disisi lain, tanpa sepengetahuan Gajah Mada, Hayam Wuruk menyodorkan Pinangan ke Putri Sunda.

Ketika iring-iringan Raja Sunda beserta putrinya sampai di Bubat, mereka justru dihadang Gajah Mada dan dipaksa mengakui sebagai bawahan Majapahit, paksaan itu kemudian ditolak sehingga terjadi peperangan yang tak seimbang. Peperangan tersebut pada akhirnya membuat seluruh rombongan, termasuk di dalamnya Raja dan Putri Sunda terbunuh.

Meskipun terbunuh di Bubat, Prabu Wangi tetap dikenang oleh rakyat dan Pembesar Kerajaan Sunda Galuh sebagai raja panutan, karena ia tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan lebih mementingkan martabat kerajannya.

Pascawafatnya Prabu Wangi muncullah sang pengganti raja yang dikenal Prabu Siliwangi yang hingga kini namanya tetap harum dan dikenang. (Sumber: Wikipedia dan berbagai sumber).
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1145 seconds (0.1#10.140)