Kajati Sulsel Ditantang Tuntaskan Pengusutan Dugaan Korupsi RS Takalar
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Dr Firdaus Dewilmar ditantang menuntaskan dugaan korupsi mark-up pembebasan Lahan pembangunan RS Internasional di Kabupaten Takalar yang merugikan negara Rp6 miliar.
Baca : Soal Pengusutan Korupsi RS Internasional Takalar, Kajati: Masih Berjalan
Tantangan tersebut diungkapkan pelapor, Muhammad Ansar dari Laksus Sulsel. Kata Ansar kasus peninggalan Kajati Sulsel, Tarmidzi pada 2018 lalu itu telah terbengkalai hingga saat ini, padahal telah ada sejumlah keterangan dari sejumlah pihak yang diperiksa.
"Karena itu, saya menantang Pejabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel saat ini untuk membongkar kasus tersebut hingga tuntas," tukasnya kepada SINDOnews.
Ansar melanjutkan, dalam proyek ini menurutnya kesalahan mendasar adalah tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Ansar juga menduga harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Seharusnya meski memakai harga pasar kata Ansar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran.
“Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare kami menganggap kemahalan,” ujar Ansar.
Karenanya Ansar mengaku siap membantu Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Firdaus Dewilmar untuk membongkar kasus tersebut jika memang benar-benar, Firdaus benar-benar serius untuk mengungkap dalang dibalik dugaa korupsi skala besar tersebut.
"Nilai kerugian negaranya cukup besar untuk ditangani KPK, tapi sebelum kita ke KPK, tentu saja kita berharap ini di tangani serius oleh Kejaksaan Tinggi. Apalagi kita tahu kasus ini sudah penyidikan dan sudah ada beberapa pihak yang diperiksa," ungkapnya lagi.
Baca Juga : Pemkab Takalar Hentikan Sementara Aktivitas Tambang di Kalukuang
Diketahui Kejaksaan Tinggi Sulsel memang sebelumnya berdalih perkara tersebut masih membutuhkan sejumlah bukti dan keterangan untuk menentukan tersangka. Sayangnya hingga saat ini pemeriksaan para saksi justru belum juga dilakukan dengan alasan pandemi covid-19.
Dalih tersebut juga turut disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Idil. Kata Dia, tidak adanya aktifitas pemeriksaan dalam perkara tersebut dikarenakan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan dimasa Pandemi ini dan skalanya merupakan kategori prioritas.
"Itu semata-mata karena saat ini, dimasa pandemi ini banyak pekerjaan yang skalanya prioritas, sementara sumber daya yang Kejaksaan Tinggi miliki juga terbatas. Belum lagi kami harus mempertimbangkan work from home," tukasnya.
Lebih lanjut saat ditanyai terkait kesimpulan sementara hasil pemeriksaan sejumlah pihak, Idil enggan berkomentar banyak. Ia mengatakan penyidik memiliki pertimbangan tersendiri untuk membuka hasil pemeriksaan sementara sampai bukti benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
"Jadi begini, penyidik punya kewenangan untuk tidak memberitahu hasil pemeriksaannya. Apalagi jika kemudian itu terekspos di media. Karena kalau misalnya segala sesuatu dibuka sebelum waktunya, banyak hal yang bisa terjadi, termasuk potensi dihilangkannya bukti-bukti oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut," ujarnya.
Olehnya Idil berharap publik, pelapor dan media dapat memahami hal tersebut dan dapat mempercayakan penanganan perkara itu kepada penyidik.
Baca : Soal Pengusutan Korupsi RS Internasional Takalar, Kajati: Masih Berjalan
Tantangan tersebut diungkapkan pelapor, Muhammad Ansar dari Laksus Sulsel. Kata Ansar kasus peninggalan Kajati Sulsel, Tarmidzi pada 2018 lalu itu telah terbengkalai hingga saat ini, padahal telah ada sejumlah keterangan dari sejumlah pihak yang diperiksa.
"Karena itu, saya menantang Pejabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel saat ini untuk membongkar kasus tersebut hingga tuntas," tukasnya kepada SINDOnews.
Ansar melanjutkan, dalam proyek ini menurutnya kesalahan mendasar adalah tidak adanya studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Ansar juga menduga harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar sangat mahal dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Seharusnya meski memakai harga pasar kata Ansar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran.
“Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah. Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare kami menganggap kemahalan,” ujar Ansar.
Karenanya Ansar mengaku siap membantu Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Firdaus Dewilmar untuk membongkar kasus tersebut jika memang benar-benar, Firdaus benar-benar serius untuk mengungkap dalang dibalik dugaa korupsi skala besar tersebut.
"Nilai kerugian negaranya cukup besar untuk ditangani KPK, tapi sebelum kita ke KPK, tentu saja kita berharap ini di tangani serius oleh Kejaksaan Tinggi. Apalagi kita tahu kasus ini sudah penyidikan dan sudah ada beberapa pihak yang diperiksa," ungkapnya lagi.
Baca Juga : Pemkab Takalar Hentikan Sementara Aktivitas Tambang di Kalukuang
Diketahui Kejaksaan Tinggi Sulsel memang sebelumnya berdalih perkara tersebut masih membutuhkan sejumlah bukti dan keterangan untuk menentukan tersangka. Sayangnya hingga saat ini pemeriksaan para saksi justru belum juga dilakukan dengan alasan pandemi covid-19.
Dalih tersebut juga turut disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Idil. Kata Dia, tidak adanya aktifitas pemeriksaan dalam perkara tersebut dikarenakan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan dimasa Pandemi ini dan skalanya merupakan kategori prioritas.
"Itu semata-mata karena saat ini, dimasa pandemi ini banyak pekerjaan yang skalanya prioritas, sementara sumber daya yang Kejaksaan Tinggi miliki juga terbatas. Belum lagi kami harus mempertimbangkan work from home," tukasnya.
Lebih lanjut saat ditanyai terkait kesimpulan sementara hasil pemeriksaan sejumlah pihak, Idil enggan berkomentar banyak. Ia mengatakan penyidik memiliki pertimbangan tersendiri untuk membuka hasil pemeriksaan sementara sampai bukti benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
"Jadi begini, penyidik punya kewenangan untuk tidak memberitahu hasil pemeriksaannya. Apalagi jika kemudian itu terekspos di media. Karena kalau misalnya segala sesuatu dibuka sebelum waktunya, banyak hal yang bisa terjadi, termasuk potensi dihilangkannya bukti-bukti oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut," ujarnya.
Olehnya Idil berharap publik, pelapor dan media dapat memahami hal tersebut dan dapat mempercayakan penanganan perkara itu kepada penyidik.
(sri)