Menimba Nilai Kehidupan dari Kisah Bubukshah dan Gagang Aking

Minggu, 16 Januari 2022 - 05:03 WIB
loading...
A A A
Setelah berguru berapa lama di tempat ini, keduannya melanjutkan pertualangan mereka. Di sebuah tempat yang ada pancuran air, keduanya berhenti mandi. Setelahnya melanjutkan perjalanan, melintasi hutan-hutan yang sunyi hingga tiba di lereng perbukitan. Dari tempat ini bisa dilihat padang-padang Jenggala dan Majapahit terbentang.

Tidak berhenti di sini, mereka kemudian meneruskan perjalanan menaklukkan gunung. Setelah sampai di puncak, keduanya memutuskan untuk berhenti dam mendirikan gubuk masing-masing. Sang adik Bubukshah membangun gubuk di sebelah timur. Gagang Aking, sebagai yang tua, mendirikan gubuknya di sebelah barat.

Di tengah-tengah dua gubuk tersebut, kedua kembaran mendirikan balai bersama. Ketika gubuk dan balai selesai dibangun, keduanya mulai membuka hutan dengan menebangi pohon-pohon serta membakarnya.

Menimba Nilai Kehidupan dari Kisah Bubukshah dan Gagang Aking


Saat lahan dibakar, binatang-bibatang berhamburan lari. Ada yang terbakar. Di sinilah kecenderungan manusiawi mulai menantang keduanya. Bubukshah yang rakus, menyantap daging hewan itu sepuas-puasnya. Minumannya air nira. Sungguh dia menikmati hidup.

Sementara sang kakak, menahan diri, sesuai apa yang diajarkan guru di padepokan sebelumnya. Sebagai kakak, Gagang Aking mengingatkan sang adik agar tidak tamak. Mati raga, menurut sang kakak, adalah jalan memuliakan tubuh agar mencapai kehidupan akhirat yang kekal. Alih-alih, mati raga, Bubukshah terus menikmati isi hutan dengan berburu. Tubuhnya pun tambun, sedang kakaknya kerempeng.

Meski keduanya berbeda kebiasaan, namun ada kebiasaan yang sama yakni bertapa olah rasa. Dikisahkan, suatu waktu kebiasaan bertapa keduannya terdengar sampai nirwana para dewa. Keduanya lantas mendapat tantangan berpuasa. Gagang Aking berhasil karena terbiasa menahan hawa nafsu. Sedangkan sang adik Bubukshah gagal total. Liurnya meleleh saat melihat daging dan ikan di hadapannya.

Keduanya pun jatuh dalam kesombongan. Kakak merasa cara hidupnya paling benar dan diterima para dewa. Sang adik pun tak mau kalah, bahwa cara hidupnya lebih mulia karena mensyukuri pemberian yang ada.
Ego keduanya kian menguat, merasa diri sendiri paling benar dan paling hebat.

Tibalah saatnya pengadilan itu. Dewa menjelma dalam diri macan putih Kalawijaya, menjumpai keduanya untuk diuji. Pertama-tama ia datangi Gagang Aking. Macan putih meminta makanan sedikit saja, yaitu daging manusia.

Gagang Aking menolak. Dia mengaku masih menyayangi tubuhnya dan mengatakan bahwa tubuhnya terlalu kurus. Ia menyarankan kepada macan putih agar menyantap saudaranya yang gemuk.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1440 seconds (0.1#10.140)