Bersekongkol dengan Kompeni, Siasat Licik Ratu Syarifah Raih Kekuasaan Berakhir di Pengasingan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Siapa yang menabur angin, akan menuai badai. Pepatah lawas nan bijak ini mungkin cocok disematkan pada sosok Ratu Syarifah Fatimah. Permaisuri Sultan Syifa Zaenul Arifin ini ingin meraih kekuasaan dengan cara bersekongkol dengan Belanda. Namun, alih-alih mendapatkan kekuasaan di Kesultanan Banten, Ratu Syarifah Fatimah dan putranya malah dibuang ke pengasingan oleh kompeni Belanda
Kisah konflik internal Kesultanan Banten tentu tidak lepas dari skenario halus para pencari rempah-rempah di Nusantara. VOC sangat berkepentingan untuk mendapatkan semua yang mereka perlukan, namun dengan cara melemahkan pengaruh dan kekuasaan kaum raja-raja dan sultan. Kesultanan Banten salah satu yang patut diperhitungkan dan masuk dalam skenario pelemahan.
Pelemahan Kesultanan Banten, dimulai saat Pangeran Rajamangala menjadi Sultan yang bergelar Sultan Syifa Zaenal Arifin. Ia memerintah dari 1690 hingga 1733. Baca Juga: Puluhan Raja dan Permaisuri Keraton Nusantara Kumpul di Keraton Sumedang Larang
Disebutkan dalam buku sejarah, Syarifah adalah putri seorang ulama terkenal dan disegani oleh kalangan Keraton Surosowan yaitu Sayyid Ahmad.
Jauh sebelum menjadi sultan, Pangeran Rajamangala sudah mempunyai putera yang nanti dipersiapakan jadi sultan berikutnya, yaitu Pangeran Gusti atau Pangeran Arif. Nah, setelah ibunya pangeran Gusti ini meninggal, ayahnya menikahi Syarifah Fatimah dan menjadikannya permaisuri.
Disebutkan juga bahwa sang ratu memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi penguasa Banten. Setidaknya, kalau bukan dirinya yang berkuasa, putranya harus menjadi sultan berikutnya. Niat ini awal petaka ketika bicara suksesi kepemimpinan pasca Sultan Zaenul Arfin. Jelas, permaisuri menginginkan putranya yaitu Pangeran Syarif Abdullah menjadi suklan.
Untuk memuluskan niatnya itu, ratu melancarkan siasat dengan memohon bantuan VOC di Batavia. Gayung bersambut. Gubernur Jenderal VOC Gustaff Williem Van Imhoff menyanggupi permintaan Ratu Syarifah.
Skenario pertama, Sultan Zaenul Arifin dibenturkan dengan putranya Pangeran Gusti. Sang putra berhasil terprovokasi oleh Ratu Syarifah. Ia berontakan terhadap ayahnya, Sultan Zaenul Arifin. Skenario ini berhasil, sebab sang ayah menghukum Pangeran Gusti dengan membuangnya ke Sri Langka.
Setelah putra mahkota itu berhasil disingkirkan, skenario kedua diarahkan ke Sultan Zaenal Arifin. Campur tangan kompeni lewat permaisuri makin kuat hingga wibawa sultan Banten makin lemah.
Puncaknya terjadi pada 1748, saat konspirasi antara permaisuri dan Belanda berhasil menggulingkan kekuasaan sah Sultan Zaenul Arifin. Sultan Zaenul Arifin dibuang ke Ambon sebagai pesakitan oleh VOC Belanda.
Kisah konflik internal Kesultanan Banten tentu tidak lepas dari skenario halus para pencari rempah-rempah di Nusantara. VOC sangat berkepentingan untuk mendapatkan semua yang mereka perlukan, namun dengan cara melemahkan pengaruh dan kekuasaan kaum raja-raja dan sultan. Kesultanan Banten salah satu yang patut diperhitungkan dan masuk dalam skenario pelemahan.
Pelemahan Kesultanan Banten, dimulai saat Pangeran Rajamangala menjadi Sultan yang bergelar Sultan Syifa Zaenal Arifin. Ia memerintah dari 1690 hingga 1733. Baca Juga: Puluhan Raja dan Permaisuri Keraton Nusantara Kumpul di Keraton Sumedang Larang
Disebutkan dalam buku sejarah, Syarifah adalah putri seorang ulama terkenal dan disegani oleh kalangan Keraton Surosowan yaitu Sayyid Ahmad.
Jauh sebelum menjadi sultan, Pangeran Rajamangala sudah mempunyai putera yang nanti dipersiapakan jadi sultan berikutnya, yaitu Pangeran Gusti atau Pangeran Arif. Nah, setelah ibunya pangeran Gusti ini meninggal, ayahnya menikahi Syarifah Fatimah dan menjadikannya permaisuri.
Disebutkan juga bahwa sang ratu memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi penguasa Banten. Setidaknya, kalau bukan dirinya yang berkuasa, putranya harus menjadi sultan berikutnya. Niat ini awal petaka ketika bicara suksesi kepemimpinan pasca Sultan Zaenul Arfin. Jelas, permaisuri menginginkan putranya yaitu Pangeran Syarif Abdullah menjadi suklan.
Untuk memuluskan niatnya itu, ratu melancarkan siasat dengan memohon bantuan VOC di Batavia. Gayung bersambut. Gubernur Jenderal VOC Gustaff Williem Van Imhoff menyanggupi permintaan Ratu Syarifah.
Skenario pertama, Sultan Zaenul Arifin dibenturkan dengan putranya Pangeran Gusti. Sang putra berhasil terprovokasi oleh Ratu Syarifah. Ia berontakan terhadap ayahnya, Sultan Zaenul Arifin. Skenario ini berhasil, sebab sang ayah menghukum Pangeran Gusti dengan membuangnya ke Sri Langka.
Setelah putra mahkota itu berhasil disingkirkan, skenario kedua diarahkan ke Sultan Zaenal Arifin. Campur tangan kompeni lewat permaisuri makin kuat hingga wibawa sultan Banten makin lemah.
Puncaknya terjadi pada 1748, saat konspirasi antara permaisuri dan Belanda berhasil menggulingkan kekuasaan sah Sultan Zaenul Arifin. Sultan Zaenul Arifin dibuang ke Ambon sebagai pesakitan oleh VOC Belanda.