Warga Jenuh dengan Aksi Marah-marah Pejabat di Ruang Publik
loading...
A
A
A
SURABAYA - Beredarnya video pendek Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sedang marah-marah beredar di media sosial dalam menangani COVID-19 memicu beragam komentar dari masyarakat.
Tak sedikit warga Surabaya jenuh dengan aksi yang dipertontonkan oleh Risma. "COVID-19 ini harus dihadapi dengan kerja nyata. Jangan sampai ada modus politik, pencitraan, apalagi marah di depan kamera. Sebagai warga Surabaya, saya ngelus dada," ujar Udik Laksono ketika mengomentari video Risma marah-marah. (Baca juga: Kasus WNI di Luar Negeri Positif COVID-19 Tembus 1.010 Orang)
Video kemarahan Risma yang tersebar di jagat media maya adalah buntut perseteruannya dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Risma mengklaim jika dua mobil dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) diperuntukkan bagi Surabaya. Namun, dari pihak Pemprov justru mengalihkannya untuk daerah lain. (Baca juga: Tjahjo Kumolo: Sistem Kerja ASN di New Normal Menyesuaikan Status PSBB)
Sementara dari pihak Pemprov Jatim langsung memberikan penjelasan bahwa dialihkannya 2 mobil laboratorium ke berbagai daerah sudah sesuai kebutuhan dan penjadwalan. Ini pun sudah dikoordinasikan dengan Dinkes Kota Surabaya.
Ketua Gugus Tugas Kuratif COVID-19 di Jatim, Joni Wahyudi menjelaskan jika mayoritas daerah di Jatim saat ini terkendala keterbatasan laboratoriun PCR. Sementara Kota Surabaya sudah memiliki laboratorium dengan kapasitas sekitar 800 sampel per hari. Belum lagi tambahan mobil PCR dari BIN yang berkapasitas 200 sampel per hari.
Pengamat politik, Ali Rifan menilai aksi marah-marah Risma di ruang publik justru memperburuk keadaan. Ali mengatakan seharusnya sebagai pemangku kebijakan, Risma bisa menyelesaikan masalah bantuan dari BNPB secara musyawarah di internal pemerintah Provinsi Jatim.
"Rakyat sudah jenuh dengan drama di ruang publik. Semua harus kerja serius untuk kepentingan rakyat. Tontonan drama di panggung politik nasional (soal perbedaan pendapat dan data) dalam penanganan COVID-19 sudah cukup membuat publik kecewa. Sebaiknya jangan ditambah lagi di daerah, ikut-ikutan. Lakukan tertib politik. Laksanakan amanah rakyat," harapnya.
Ali mengatakan seharusnya seluruh pejabat saling gotong royong bersinergi dalam melakukan penanganan COVID-19. Bukan malah saling menyalahkan yang berakibat makin memperkeruh suasana. "Sebaiknya, tidak semua di-share ke publik dalam situasi sekarang, kalau itu urusan internal. Kasihan rakyat di tengah situasi sulit sekarang harus disesaki oleh drama-drama yang kadang tidak perlu," tandasnya.
Tak sedikit warga Surabaya jenuh dengan aksi yang dipertontonkan oleh Risma. "COVID-19 ini harus dihadapi dengan kerja nyata. Jangan sampai ada modus politik, pencitraan, apalagi marah di depan kamera. Sebagai warga Surabaya, saya ngelus dada," ujar Udik Laksono ketika mengomentari video Risma marah-marah. (Baca juga: Kasus WNI di Luar Negeri Positif COVID-19 Tembus 1.010 Orang)
Video kemarahan Risma yang tersebar di jagat media maya adalah buntut perseteruannya dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Risma mengklaim jika dua mobil dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) diperuntukkan bagi Surabaya. Namun, dari pihak Pemprov justru mengalihkannya untuk daerah lain. (Baca juga: Tjahjo Kumolo: Sistem Kerja ASN di New Normal Menyesuaikan Status PSBB)
Sementara dari pihak Pemprov Jatim langsung memberikan penjelasan bahwa dialihkannya 2 mobil laboratorium ke berbagai daerah sudah sesuai kebutuhan dan penjadwalan. Ini pun sudah dikoordinasikan dengan Dinkes Kota Surabaya.
Ketua Gugus Tugas Kuratif COVID-19 di Jatim, Joni Wahyudi menjelaskan jika mayoritas daerah di Jatim saat ini terkendala keterbatasan laboratoriun PCR. Sementara Kota Surabaya sudah memiliki laboratorium dengan kapasitas sekitar 800 sampel per hari. Belum lagi tambahan mobil PCR dari BIN yang berkapasitas 200 sampel per hari.
Pengamat politik, Ali Rifan menilai aksi marah-marah Risma di ruang publik justru memperburuk keadaan. Ali mengatakan seharusnya sebagai pemangku kebijakan, Risma bisa menyelesaikan masalah bantuan dari BNPB secara musyawarah di internal pemerintah Provinsi Jatim.
"Rakyat sudah jenuh dengan drama di ruang publik. Semua harus kerja serius untuk kepentingan rakyat. Tontonan drama di panggung politik nasional (soal perbedaan pendapat dan data) dalam penanganan COVID-19 sudah cukup membuat publik kecewa. Sebaiknya jangan ditambah lagi di daerah, ikut-ikutan. Lakukan tertib politik. Laksanakan amanah rakyat," harapnya.
Ali mengatakan seharusnya seluruh pejabat saling gotong royong bersinergi dalam melakukan penanganan COVID-19. Bukan malah saling menyalahkan yang berakibat makin memperkeruh suasana. "Sebaiknya, tidak semua di-share ke publik dalam situasi sekarang, kalau itu urusan internal. Kasihan rakyat di tengah situasi sulit sekarang harus disesaki oleh drama-drama yang kadang tidak perlu," tandasnya.
(shf)