Data Vaksinasi Covid-19 Pemprov Sulsel dan Kabupaten/Kota Tak Sinkron
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Data vaksinasi di Sulawesi Selatan ternyata amburadul. Antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, realisasinya berbeda jauh alias tidak sinkron.
Perbedaan data itu terungkap pada Pertemuan Bersama Forkopimda dan Bupati/Wali Kota se-Sulsel Terkait Penanganan Covid-19, di Baruga Pattingalloang, Rabu (3/11/2021). Realisasi vaksinasi di daerah tercatat lebih rendah berdasarkan data provinsi.
Bupati Kabupaten Gowa , Adnan Purichta Ichsan salah satu yang mengeluhkan tidak sinkronnya data tersebut. Hal ini dinilai merugikan lantaran dianggap lamban dalam menggenjot target vaksinasi di daerah.
“Contoh di Kabupaten Gowa , dosis pertama 35,56 persen. Saya sudah konfirmasi ke Kodim, sama datanya. Sedangkan di provinsi kita baru 28,9 persen. Ini berbeda, dari mana asalnya,” cetus Adnan.
Perbedaan data yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota dengan Pemprov Sulsel , diminta segera ditindaklanjuti. Sebab, ketimpangtindihan ini dampaknya cukup besar. Tidak hanya bagi kabupaten/kota tetapi juga pemerintah provinsi.
Kondisi serupa juga diungkapkan Adnan terjadi di Kabupaten Maros. Pada pertemuan itu, Adnan mengungkapkan saat ini data dari Pemkab Maros sudah mencapai 42 persen. Sedangkan data provinsi baru 33 persen.
“Jadi perbedaan data tidak hanya terjadi di Kabupaten Gowa. Karena di Kabupaten Maros juga begitu. Bahkan perbedaan datanya cukup besar daripada kita,” sebutnya.
Terlebih lagi, percepatan vaksinasi di daerah dataran tinggi berbeda dengan daerah lain. Tantangannya jauh lebih sulit. Makanya, jika data yang tersampaikan berbeda, cukup merugikan bagi pemerintah daerah.
“Tidak gampang mengedukasi masyarakat yang ada di dataran tinggi. Sehingga untuk mengumpulkan masyarakat kita cukup sulit. Berbeda dengan daerah lain yang tidak punya dataran tinggi,” imbuhnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel , Arman Bausat awalnya bersikeras data yang dipegangnya sudah akurat. Dia mengungkapkan, data tersebut diambil dari dasbor Kementerian Kesehatan yang terinput di aplikasi pencatatan vaksinasi PCare.
Arman berdalih, perbedaan data yang terjadi di kabupaten/kota dengan provinsi lantaran banyak masyarakat yang melakukan vaksinasi tetapi tidak pada lokasi domisilinya. Sehingga, data yang terakumulasi disebutnya masuk dalam pencatatan kabupaten/kota.
“Kalau berdasarkan KTP otomatis yang 35 persen yang benar. Tapi KTP ini ada yang tinggal di Bone dan daerah lainnya makanya setelah terinput di masing-masing daerah datanya menjadi seperti itu,” dalihnya.
Arman mengaku akan segera mensinkronkan data-data vaksinasi yang berbeda di setiap daerah. Apalagi, perbedaan data tidak terjadi di satu daerah saja.
“Potensi terjadi perbedaan data sebenarnya memang ada. Karena banyak data masyarakat yang sudah divaksin tetapi belum terinput di PCare,” katanya.
Perbedaan data itu terungkap pada Pertemuan Bersama Forkopimda dan Bupati/Wali Kota se-Sulsel Terkait Penanganan Covid-19, di Baruga Pattingalloang, Rabu (3/11/2021). Realisasi vaksinasi di daerah tercatat lebih rendah berdasarkan data provinsi.
Bupati Kabupaten Gowa , Adnan Purichta Ichsan salah satu yang mengeluhkan tidak sinkronnya data tersebut. Hal ini dinilai merugikan lantaran dianggap lamban dalam menggenjot target vaksinasi di daerah.
“Contoh di Kabupaten Gowa , dosis pertama 35,56 persen. Saya sudah konfirmasi ke Kodim, sama datanya. Sedangkan di provinsi kita baru 28,9 persen. Ini berbeda, dari mana asalnya,” cetus Adnan.
Perbedaan data yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota dengan Pemprov Sulsel , diminta segera ditindaklanjuti. Sebab, ketimpangtindihan ini dampaknya cukup besar. Tidak hanya bagi kabupaten/kota tetapi juga pemerintah provinsi.
Kondisi serupa juga diungkapkan Adnan terjadi di Kabupaten Maros. Pada pertemuan itu, Adnan mengungkapkan saat ini data dari Pemkab Maros sudah mencapai 42 persen. Sedangkan data provinsi baru 33 persen.
“Jadi perbedaan data tidak hanya terjadi di Kabupaten Gowa. Karena di Kabupaten Maros juga begitu. Bahkan perbedaan datanya cukup besar daripada kita,” sebutnya.
Terlebih lagi, percepatan vaksinasi di daerah dataran tinggi berbeda dengan daerah lain. Tantangannya jauh lebih sulit. Makanya, jika data yang tersampaikan berbeda, cukup merugikan bagi pemerintah daerah.
“Tidak gampang mengedukasi masyarakat yang ada di dataran tinggi. Sehingga untuk mengumpulkan masyarakat kita cukup sulit. Berbeda dengan daerah lain yang tidak punya dataran tinggi,” imbuhnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel , Arman Bausat awalnya bersikeras data yang dipegangnya sudah akurat. Dia mengungkapkan, data tersebut diambil dari dasbor Kementerian Kesehatan yang terinput di aplikasi pencatatan vaksinasi PCare.
Arman berdalih, perbedaan data yang terjadi di kabupaten/kota dengan provinsi lantaran banyak masyarakat yang melakukan vaksinasi tetapi tidak pada lokasi domisilinya. Sehingga, data yang terakumulasi disebutnya masuk dalam pencatatan kabupaten/kota.
“Kalau berdasarkan KTP otomatis yang 35 persen yang benar. Tapi KTP ini ada yang tinggal di Bone dan daerah lainnya makanya setelah terinput di masing-masing daerah datanya menjadi seperti itu,” dalihnya.
Arman mengaku akan segera mensinkronkan data-data vaksinasi yang berbeda di setiap daerah. Apalagi, perbedaan data tidak terjadi di satu daerah saja.
“Potensi terjadi perbedaan data sebenarnya memang ada. Karena banyak data masyarakat yang sudah divaksin tetapi belum terinput di PCare,” katanya.
(agn)