Jenazah PDP COVID-19 Dibawa Pulang Paksa Keluarga dari RSKD Dadi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Sebuah video berisi rekaman CCTV dari layar monitor memperlihatkan adegan beberapa orang pria menggotong seseorang di ruang perawatan salah satu rumah sakit di Kota Makassar, viral di media sosial.
Belakangan diketahui, seseorang yang digotong itu adalah pasien Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Jalan Lanto Dg Pasewang, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Sulsel. Pasien tersebut diketahui sudah meninggal dunia saat digotong. Pasien itu meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 .
Direktur RSKD Dadi Sulsel, dr Arman Bausat menjelaskan, peristiwa dalam video itu terjadi pada Rabu 3 Juni 2020 lalu, sekitar pukul 15.30 Wita. Pasien pria tersebut kata Arman adalah warga Jalan Laiya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar.
Arman menuturkan, pasien berusia sekitar 45 tahun itu, merupakan pasien rujukan dari RS Akademis Jaury, Jalan Jend M Yusuf, Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Ia dirujuk pada Senin 1 Juni 2020, sekitar pukul 22.00 Wita.
"Iye betul di (RS Dadi) jadi begini pasien tersebut rujukan dari RS Akademis Jaury, laki-laki usianya perkiraan 45 tahun ke atas. Dirujuk tanggal 1 Juni, pas tanggal merah, jam 10 malam, dengan keluhan kesadaran menurun, demam, ada juga hipertensi, kemungkinan besar stroke karena ada kelumpuhan di salah satu sisi bagian tubuh," kata Arman kepada SINDOnews melalui sambungan telepon, Kamis (4/6/2020).
Arman mengatakan, permintaan rujukan itu dilakukan pihak RS Akademis melalui aplikasi sistem rujukan terintegrasi (Sisrute). Kemudian pihaknya mengevaluasi lebih dulu riwayat penyakit pasien tersebut dengan memperhatikan foto rontgen.
Dari situ diketahui si pasien memiliki riwayat bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia, yaitu infeksi yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru-paru disebabkan virus, bakteri, atau jamur.
"Setelah dievaluasi foto rontgennya ada bronkopneumonia makanya langsung dicurigai dia stroke disertai COVID. Tim kami setuju menerima rujukan. Jadi dirujuk sebagai PDP. Setelah itu dirawat, langsung masuk ICU ventilator, tanggal 3 makin jelek, makin susah komunikasi beberapa dokter ahli sudah tangani tapi kondisinya makin parah, akhirnya tanggal 3 hari Rabu, pukul 14.00 Wita meninggal," papar Arman.
Saat mengetahui bahwa pasien yang bersangkutan telah meninggal dunia, lanjut Arman, pihak rumah sakit segera menghubungi tim satgas Gugus Tugas COVID-19 untuk memproses penjemputan. Sementara rumah sakit mempersiapkan proses pemulasaraan jenazah.
"Nah proses menunggu itu, tiba-tiba muncul keluarganya hampir 200 orang, baru anak Jalan Layya, preman-preman semua ada yang bawa senjata tajam, bawa badik, pisau. Saya sementara masih di kantor, sekitar jam setengah empat sore itu," terang Arman.
Melihat jumlah massa yang disebutkan Arman sampai ratusan orang, petugas sekuriti kewalahan. dia meminta pihaknya tidak melakukan perlawanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab mereka berjumlah banyak dan membawa senjata tajam.
"Mereka pukul sekuriti, saya langsung bilang janganmko layani. Karena sekuriti ku sampai diseret, pagar itu sampai rusak dijebol. Saya bilang janganko melawan, tidak ada kekuatanta, berapa orang jaki. Jadi biarkan saja, daripada merusak dia melempar, ke ruang isolasi. Jadi biarkan saja," ungkap Arman.
Arman menambahkan keributan itu, diduga terjadi akibat tim satgas COVID-19 yang telah dihubungi oleh pihak RSKD Dadi terlambat tiba di lokasi. Sebab di saat yang bersamaan, tim satgas Gugus Tugas juga menangani kasus meninggal dunia di rumah sakit lain.
"Tapi ternyata setelah kita telusuri, pada saat itu Tim Gugus di waktu bersamaan sedang menangani kasus kematian di RS Ibnu Sina. Itulah yang menyebabkan tim satgas terlambat datang ke Rumah Sakit Dadi. Mungkin lebih dulu dilaporkan yang di Ibnu Sina, sehingga satgasnya masih di sana. Akibatnya kami menunggu agak lama," jelasnya.
Alhasil, jenazah pasien PDP tersebut dibawa oleh keluarga, padahal kata Arman, pasien tersebut seharusnya dimakamkan ke tempat pemakaman khusus (TPK) COVID-19 Macanda, Kabupaten Gowa oleh Tim Gugus Tugas.
"Prosedur COVID kalau ada pasien meninggal pihak rumah sakit harus mengabarkan ke tim Satgas, karena rumah sakit tugasnya hanya mengkafani dan membungkus plastik, selanjutnya tim gugus yang menjemput kasih peti mati dan kantong mayat, lalu dikuburkan di Macanda, itukan sesuai aturan pemerintah," ucapnya.
Belakangan diketahui, seseorang yang digotong itu adalah pasien Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Jalan Lanto Dg Pasewang, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Sulsel. Pasien tersebut diketahui sudah meninggal dunia saat digotong. Pasien itu meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 .
Direktur RSKD Dadi Sulsel, dr Arman Bausat menjelaskan, peristiwa dalam video itu terjadi pada Rabu 3 Juni 2020 lalu, sekitar pukul 15.30 Wita. Pasien pria tersebut kata Arman adalah warga Jalan Laiya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar.
Arman menuturkan, pasien berusia sekitar 45 tahun itu, merupakan pasien rujukan dari RS Akademis Jaury, Jalan Jend M Yusuf, Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Ia dirujuk pada Senin 1 Juni 2020, sekitar pukul 22.00 Wita.
"Iye betul di (RS Dadi) jadi begini pasien tersebut rujukan dari RS Akademis Jaury, laki-laki usianya perkiraan 45 tahun ke atas. Dirujuk tanggal 1 Juni, pas tanggal merah, jam 10 malam, dengan keluhan kesadaran menurun, demam, ada juga hipertensi, kemungkinan besar stroke karena ada kelumpuhan di salah satu sisi bagian tubuh," kata Arman kepada SINDOnews melalui sambungan telepon, Kamis (4/6/2020).
Arman mengatakan, permintaan rujukan itu dilakukan pihak RS Akademis melalui aplikasi sistem rujukan terintegrasi (Sisrute). Kemudian pihaknya mengevaluasi lebih dulu riwayat penyakit pasien tersebut dengan memperhatikan foto rontgen.
Dari situ diketahui si pasien memiliki riwayat bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia, yaitu infeksi yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru-paru disebabkan virus, bakteri, atau jamur.
"Setelah dievaluasi foto rontgennya ada bronkopneumonia makanya langsung dicurigai dia stroke disertai COVID. Tim kami setuju menerima rujukan. Jadi dirujuk sebagai PDP. Setelah itu dirawat, langsung masuk ICU ventilator, tanggal 3 makin jelek, makin susah komunikasi beberapa dokter ahli sudah tangani tapi kondisinya makin parah, akhirnya tanggal 3 hari Rabu, pukul 14.00 Wita meninggal," papar Arman.
Saat mengetahui bahwa pasien yang bersangkutan telah meninggal dunia, lanjut Arman, pihak rumah sakit segera menghubungi tim satgas Gugus Tugas COVID-19 untuk memproses penjemputan. Sementara rumah sakit mempersiapkan proses pemulasaraan jenazah.
"Nah proses menunggu itu, tiba-tiba muncul keluarganya hampir 200 orang, baru anak Jalan Layya, preman-preman semua ada yang bawa senjata tajam, bawa badik, pisau. Saya sementara masih di kantor, sekitar jam setengah empat sore itu," terang Arman.
Melihat jumlah massa yang disebutkan Arman sampai ratusan orang, petugas sekuriti kewalahan. dia meminta pihaknya tidak melakukan perlawanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab mereka berjumlah banyak dan membawa senjata tajam.
"Mereka pukul sekuriti, saya langsung bilang janganmko layani. Karena sekuriti ku sampai diseret, pagar itu sampai rusak dijebol. Saya bilang janganko melawan, tidak ada kekuatanta, berapa orang jaki. Jadi biarkan saja, daripada merusak dia melempar, ke ruang isolasi. Jadi biarkan saja," ungkap Arman.
Arman menambahkan keributan itu, diduga terjadi akibat tim satgas COVID-19 yang telah dihubungi oleh pihak RSKD Dadi terlambat tiba di lokasi. Sebab di saat yang bersamaan, tim satgas Gugus Tugas juga menangani kasus meninggal dunia di rumah sakit lain.
"Tapi ternyata setelah kita telusuri, pada saat itu Tim Gugus di waktu bersamaan sedang menangani kasus kematian di RS Ibnu Sina. Itulah yang menyebabkan tim satgas terlambat datang ke Rumah Sakit Dadi. Mungkin lebih dulu dilaporkan yang di Ibnu Sina, sehingga satgasnya masih di sana. Akibatnya kami menunggu agak lama," jelasnya.
Alhasil, jenazah pasien PDP tersebut dibawa oleh keluarga, padahal kata Arman, pasien tersebut seharusnya dimakamkan ke tempat pemakaman khusus (TPK) COVID-19 Macanda, Kabupaten Gowa oleh Tim Gugus Tugas.
"Prosedur COVID kalau ada pasien meninggal pihak rumah sakit harus mengabarkan ke tim Satgas, karena rumah sakit tugasnya hanya mengkafani dan membungkus plastik, selanjutnya tim gugus yang menjemput kasih peti mati dan kantong mayat, lalu dikuburkan di Macanda, itukan sesuai aturan pemerintah," ucapnya.
(luq)