Kisah Pelukis Sudjojono Bertengkar Hebat dengan Bung Karno Gara-gara Basuki Abdullah

Selasa, 19 Oktober 2021 - 13:16 WIB
loading...
Kisah Pelukis Sudjojono Bertengkar Hebat dengan Bung Karno Gara-gara Basuki Abdullah
Pelukis S Sudjojono pernah bertengkar hebat dengan Bung Karno gara-gara Basuki Abdullah. Foto/Repro/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
JELANG akhir penjajahan Jepang, Bung Karno pernah berselisih paham hebat dengan pelukis Sindudarsono Sudjojono atau orang akrab mengenalnya, S Sudjojono. Pertengkaran kedua tokoh yang sama-sama enggan mengalah itu gara-garanya pelukis Basuki Abdullah.

Saat itu Soekarno masih bekerja di Pusat Tenaga Rakyat (Putera), organisasi bentukan Jepang. Berkedudukan sebagai pimpinan Putera bersama Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan KH Mas Mansyur.

Rakyat menjuluki mereka sebagai Empat Serangkai. Sudjojono juga aktif di Putera, khusus menggawangi bidang kebudayaan. Bung Karno yang menggeret Sudjojono lantaran terpikat karya karikatur di Harian Pikiran Rakyat. Sudjojono sendiri memiliki rekam jejak berkesenian yang panjang.



Pada tahun 1937, Sudjojono mendirikan Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Di dalamnya ada pelukis Ramli, Abdulsalam, Otto Djaja dan banyak lainnya.

Di sejarah seni rupa, para pelukis Persagi dianggap sebagai perintis seni rupa modern Indonesia. Aliran yang diusung perupa Persagi sekaligus menjadi antitesis dari aliran Mooi Indie. Di Putera, Sudjojono bekerja dengan pelukis Affandi, Dullah, Trubus, Handrio, Darso, Surono dan banyak pelukis lainnya. Dalam kisah "Sudjojono dan Aku" yang diceritakan Mia Bustam, para perupa itu kerap membuat jengkel kolonial Jepang.

Pernah suatu ketika Jepang memerintahkan perupa Abdusalam membuat poster propaganda menabung. Semua tahu propaganda hidup hemat yang ditujukan kepada rakyat tersebut bertujuan untuk membiayai perang Jepang.

"Mas Salam dengan cerdiknya menciptakan semboyan "Moeda Menaboeng, Toea Beroentoeng". Dan itu slogan itu dibuatnya gambar yang sesuai," tulis Mia Bustam dalam "Sudjojono dan Aku".



Melihat hasilnya, Jepang merasa senang. Poster ditempel di mana-mana. Namun, dengan coretan arang, para perupa diam-diam menambahkan kata "saudara" di depan masing-masing kata "muda dan tua". Jadinya, "Saoedara Moeda Menaboeng, Saoedara Toea Beroentoeng". Jepang seketika marah besar. "Sambil memaki-maki "bakero-bakero", disuruhnya agar poster-poster itu dirobek semua," tutur Mia Bustam.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6445 seconds (0.1#10.140)