Penyelidikan Dugaan Korupsi RSUD Wonosari Jalan di Tempat, Tersangka Jadi Pejabat
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Proses penyidikan kasus dugaan korupsi RSUD Wonosari, yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi DIY, hingga kini masih jalan di tempat. Salah satu tersangka, justru masih menjadi pejabat aktif di Pemkab Gunungkidul.
Direktur Divisi Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW), Baharudin Kamba mengatakan, kasus korupsi jasa medis ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp439 juta. "Kasusnya masih mandeg di Kejaksaan Tinggi DIY, kami berharap kasus ini segera dilanjutkan," terangnya dalam rilis tertulisnya.
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing mantan Direktur RSUD Wonosari, Isti Indiyani, serta Aris Suryanto mantan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang kini menjabat Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup.
Dijelaskannya, status tersangka yang kini disandang Aris Suryanto juga hendaknya menjadi pertimbangan Bupati Gunungkidul, untuk menonaktifkannya sebagai pejabat. Langkah ini penting dilakukan, agar tersangka kebih fokus dengan masalah hukum yang dihadapi. "Sungguh Ironis. Semestinya bupati menonaktifkan agar fokus dengan perkara hukum yang dihadapi," ulasnya.
Dari catatan JCW, kasus korupsi di RSUD Wonosari ditangani Polda DIY dengan menetapkan dua tersangka. Meski demikian dua tersangka hingga kini tidak dilakukan penahanan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY menyatakan, kerugian negara atas kasus ini senilai Rp470 juta.
Tindak pidana korupsi ini dengan modus jasa pelayanan medis RSUD Wonosari tahun anggaran 2015 yang berasal dari uang pengembalian jasa dokter, laboratorium pada tahun 2009-2012, dan uang kas biaya umum RSUD Wonosari. "Kami berharap Kejati DIY segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor Yogyakarta, dan melakukan penahanan terhadap kedua tersangka," tandas Bahar.
Menurutnya, hal ini penting guna menjunjung tinggi asas equality before the law (kesamaan di hadapan hukum). Selain itu kasus ini juga terbilang sudah cukup lama penanganan proses hukumnya. Artinya cukup lamban penanganannya.
Begitu juga dengan penonaktifan Aris Suryanto sebagai pejabat sangat penting dilakukan. Dengan dinonaktifkannya pejabat yang bersangkutan akan mempermudah proses hukum (pemeriksaan) sehingga menjadi lebih baik tanpa adanya intervensi.
"Jangan sampai tersangka kasus korupsi mempunyai jabatan, dan kekuasaan sehingga mampu menghilangkan alat bukti termasuk melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan," tandasnya.
JCW juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dapat melakukan supervisi terhadap proses hukum yang sedang ditangani oleh Kejati DIY. Supervisi ini kata dia, juga berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpers) No. 102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perpres ini merupakan amanat UU KPK, yang merinci tentang kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK. Pada pasal 3 disebutkan, supervisi dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian atau pengelolaan.
Bahkan apabila diperlukan, KPK dapat mengambil alih perkara korupsi yang ditantangi oleh Polri maupun Kejaksaan. "Dalam waktu yang tidak lama JCW akan mengirimkan surat secara resmi kepada KPK agar dapat melakukan suprevisi atas kasus dugaan korupsi di RSUD Wonosari ini," ulasnya.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengatakan, pihaknya akan melihat kasus yang terjadi sebelum dirinya menjabat tersebut. Upaya pengkajian kasus penting dilakukan sehingga berbagai dasar pertimbangan bisa dilakukan. "Kami akan lihat seperti apa kasus tersebut. Karena itu era sebelumnya. Apakah dinonaktifkan atau seperti apa setelah tim kajian kami membuat rumusan," pungkasnya.
Lihat Juga: Profil dan Biodata Muflihun, Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru yang Diperiksa Terkait Kasus SPPD Fiktif
Baca Juga
Direktur Divisi Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW), Baharudin Kamba mengatakan, kasus korupsi jasa medis ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp439 juta. "Kasusnya masih mandeg di Kejaksaan Tinggi DIY, kami berharap kasus ini segera dilanjutkan," terangnya dalam rilis tertulisnya.
Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing mantan Direktur RSUD Wonosari, Isti Indiyani, serta Aris Suryanto mantan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang kini menjabat Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup.
Dijelaskannya, status tersangka yang kini disandang Aris Suryanto juga hendaknya menjadi pertimbangan Bupati Gunungkidul, untuk menonaktifkannya sebagai pejabat. Langkah ini penting dilakukan, agar tersangka kebih fokus dengan masalah hukum yang dihadapi. "Sungguh Ironis. Semestinya bupati menonaktifkan agar fokus dengan perkara hukum yang dihadapi," ulasnya.
Dari catatan JCW, kasus korupsi di RSUD Wonosari ditangani Polda DIY dengan menetapkan dua tersangka. Meski demikian dua tersangka hingga kini tidak dilakukan penahanan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY menyatakan, kerugian negara atas kasus ini senilai Rp470 juta.
Tindak pidana korupsi ini dengan modus jasa pelayanan medis RSUD Wonosari tahun anggaran 2015 yang berasal dari uang pengembalian jasa dokter, laboratorium pada tahun 2009-2012, dan uang kas biaya umum RSUD Wonosari. "Kami berharap Kejati DIY segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor Yogyakarta, dan melakukan penahanan terhadap kedua tersangka," tandas Bahar.
Menurutnya, hal ini penting guna menjunjung tinggi asas equality before the law (kesamaan di hadapan hukum). Selain itu kasus ini juga terbilang sudah cukup lama penanganan proses hukumnya. Artinya cukup lamban penanganannya.
Begitu juga dengan penonaktifan Aris Suryanto sebagai pejabat sangat penting dilakukan. Dengan dinonaktifkannya pejabat yang bersangkutan akan mempermudah proses hukum (pemeriksaan) sehingga menjadi lebih baik tanpa adanya intervensi.
"Jangan sampai tersangka kasus korupsi mempunyai jabatan, dan kekuasaan sehingga mampu menghilangkan alat bukti termasuk melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan," tandasnya.
Baca Juga
JCW juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dapat melakukan supervisi terhadap proses hukum yang sedang ditangani oleh Kejati DIY. Supervisi ini kata dia, juga berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpers) No. 102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perpres ini merupakan amanat UU KPK, yang merinci tentang kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK. Pada pasal 3 disebutkan, supervisi dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian atau pengelolaan.
Bahkan apabila diperlukan, KPK dapat mengambil alih perkara korupsi yang ditantangi oleh Polri maupun Kejaksaan. "Dalam waktu yang tidak lama JCW akan mengirimkan surat secara resmi kepada KPK agar dapat melakukan suprevisi atas kasus dugaan korupsi di RSUD Wonosari ini," ulasnya.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengatakan, pihaknya akan melihat kasus yang terjadi sebelum dirinya menjabat tersebut. Upaya pengkajian kasus penting dilakukan sehingga berbagai dasar pertimbangan bisa dilakukan. "Kami akan lihat seperti apa kasus tersebut. Karena itu era sebelumnya. Apakah dinonaktifkan atau seperti apa setelah tim kajian kami membuat rumusan," pungkasnya.
Lihat Juga: Profil dan Biodata Muflihun, Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru yang Diperiksa Terkait Kasus SPPD Fiktif
(eyt)