Hotel Dinilai Lebih Layak untuk Pasien Covid-19 Dibanding Isolasi Apung
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kapal Motor (KM) Umsini resmi dioperasikan sebagai tempat isolasi apung bagi penderita Covid-19. Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menggelontorkan anggaran senilai Rp1,5 miliar setiap bulan untuk pengoperasiannya.
Hal itu pun menuai sorotan, salah satunya dari legislator. Tempat isolasi bagi pasien Covid-19 dinilai lebih cocok di hotel dibandingkan isolasi apung. Meski menelan anggaran cukup fantastis, isolasi apung belum bisa memenuhi kebutuhan dasar pasien, utamanya berkaitan dengan privasi.
"Kalau saya itu yang penting, ini malah tidak manusiawi. Apalagi kalau satu ruangan begitu kayak kelas ekonomi pengap saling baku hirup virus, karena ini nda ditau juga jenisnya apakah delta atau apa. Bagaimana juga misalnya kalau mau ganti baju," ungkap Anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPRD Kota Makassar , Yeni Rahman.
Selain itu, legislator PKS ini menilai isolasi apung tersebut tidak sepenuhnya bisa nyaman digunakan oleh seluruh pasien mengingat kondisinya berada di lautan.
"Jadi kita juga tidak tau kenapa Pak Wali lebih pilih itu (isolasi apung) karena anggarannya juga nda dibicarakan dengan kita. Intinya kita cuma minta agar ini lebih dahulu dikaji. Jangan mendorong program yang sifatnya coba-coba. Jadi sekarang ini bukan lagi masalah politik," ujarnya.
Menurutnya anggaran Rp1,5 miliar akan lebih optimal jika digunakan untuk isolasi pasien Covid-19 di hotel seperti program Wisata Covid-19 yang digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel beberapa waktu lalu.
"Ini kan nda perlu hotel mewah yang jelas di situ ada masing-masing ruang tersendirinya dan ada toilet serta ventilasi udara itu memadai," katanya.
Tak hanya itu, pemanfaatan hotel juga akan membawa dampak positif bagi hotel-hotel di Kota Makassar yang terdampak dan terancam gulung tikar akibat pandemi Covid-19.
"Ada simbiosis mutualisme yang terjadi. Hotel juga dapat pemasukan lewat pemerintah, dan pemerintah juga diuntungkan lewat isolasi ini, jadi saya kira memang lebih baik di darat saja," kata Yeni.
Diketahui, pengoperasian isolasi apung KM Umsini ditandai dengan penandatangan Momerandum of Understanding (MoU) antara Pemkot Makassar bersama Kementerian Perhubungan ( Kemenhub ) dan PT Pelni.
Pengisian BOR pun sudah dimulai, rencananya akan diambil dari 47 puskesmas kecamatan. "Saya mau sampaikan bahwa isolasi apung terpadu ini tidak berdiri sendiri. Juga bersama-sama dengan FIT (Fasilitas Terintegrasi Sulsel) yang telah disiapkan Pak Gub dan teman-teman relawan di Bapelkes," ucap Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto.
Dia mengatakan isolasi apung dengan kapasitas kurang lebih 900 BOR tersebut akan menelan Rp1,5 miliar per bulan dari APBD. Anggaran tersebut akan digunakan sebagai biaya tambahan operasional KM Umsini, salah satunya untuk kebutuhan bahan bakar kapal.
"Anggarannya Rp1,5 miliar per bulan dengan kapasitas bed itu 804 ditambah 64, jadi kurang lebih ada 900 bed yang bisa kita pakai," katanya lagi.
Dia mengatakan biaya tersebut jauh lebih murah dibanding biaya operasional untuk sewa hotel sebagai tempat isolasi. "1,5 itu bagi 30 bagi 90 kira-kira berapa itu, itu jauh itu. Hotel losemen punya, juga di bawahnya hotel losemen," terang Danny.
Sementara itu Kepala Puskesmas Makkassau, dr Muhammad Ashari mengaku telah mendapatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Pemkot terkait penjaringan untuk isolasi apung. Dia mengatakan SOP tersebut kurang lebih sama dengan hotel wisata Covid-19.
"Puskesmas men-screening peserta yang akan ikut, seperti benar-benar dia tanpa gejala diusahakan di usia 50 tahun ke bawah dan bisa mandiri. Dalam arti namanya isolasi begitu otomatis dia bisa mengurus diri sendiri, makan sendiri," ujarnya.
Sementara alat screening yang akan digunakan tetap menggunakan gold standar yaitu PCR ataupun Swab Antigen. Selain itu pihaknya juga mengutamakan masyarakat yang tak memiliki tempat isolasi yang memungkinkan di rumahnya.
Dia mengaku hingga saat ini masih mengkalkulasi jumlah yang berpotensi dibawa ke isolasi apung. Pasalnya data harian sangat fluktuatif dan cepat berubah akibat faktor kesembuhan.
"Ini pada dasarnya sama konsepnya, model isolasi mandiri. Kalau komorbid kayak hipertensi, gula itu tidak. Yang betul-betul tidak ada komorbid karena kalau komorbid kita langsung arahkan ke RS untuk isolasi," pungkasnya.
Hal itu pun menuai sorotan, salah satunya dari legislator. Tempat isolasi bagi pasien Covid-19 dinilai lebih cocok di hotel dibandingkan isolasi apung. Meski menelan anggaran cukup fantastis, isolasi apung belum bisa memenuhi kebutuhan dasar pasien, utamanya berkaitan dengan privasi.
"Kalau saya itu yang penting, ini malah tidak manusiawi. Apalagi kalau satu ruangan begitu kayak kelas ekonomi pengap saling baku hirup virus, karena ini nda ditau juga jenisnya apakah delta atau apa. Bagaimana juga misalnya kalau mau ganti baju," ungkap Anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPRD Kota Makassar , Yeni Rahman.
Selain itu, legislator PKS ini menilai isolasi apung tersebut tidak sepenuhnya bisa nyaman digunakan oleh seluruh pasien mengingat kondisinya berada di lautan.
"Jadi kita juga tidak tau kenapa Pak Wali lebih pilih itu (isolasi apung) karena anggarannya juga nda dibicarakan dengan kita. Intinya kita cuma minta agar ini lebih dahulu dikaji. Jangan mendorong program yang sifatnya coba-coba. Jadi sekarang ini bukan lagi masalah politik," ujarnya.
Menurutnya anggaran Rp1,5 miliar akan lebih optimal jika digunakan untuk isolasi pasien Covid-19 di hotel seperti program Wisata Covid-19 yang digagas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel beberapa waktu lalu.
"Ini kan nda perlu hotel mewah yang jelas di situ ada masing-masing ruang tersendirinya dan ada toilet serta ventilasi udara itu memadai," katanya.
Tak hanya itu, pemanfaatan hotel juga akan membawa dampak positif bagi hotel-hotel di Kota Makassar yang terdampak dan terancam gulung tikar akibat pandemi Covid-19.
"Ada simbiosis mutualisme yang terjadi. Hotel juga dapat pemasukan lewat pemerintah, dan pemerintah juga diuntungkan lewat isolasi ini, jadi saya kira memang lebih baik di darat saja," kata Yeni.
Diketahui, pengoperasian isolasi apung KM Umsini ditandai dengan penandatangan Momerandum of Understanding (MoU) antara Pemkot Makassar bersama Kementerian Perhubungan ( Kemenhub ) dan PT Pelni.
Pengisian BOR pun sudah dimulai, rencananya akan diambil dari 47 puskesmas kecamatan. "Saya mau sampaikan bahwa isolasi apung terpadu ini tidak berdiri sendiri. Juga bersama-sama dengan FIT (Fasilitas Terintegrasi Sulsel) yang telah disiapkan Pak Gub dan teman-teman relawan di Bapelkes," ucap Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto.
Dia mengatakan isolasi apung dengan kapasitas kurang lebih 900 BOR tersebut akan menelan Rp1,5 miliar per bulan dari APBD. Anggaran tersebut akan digunakan sebagai biaya tambahan operasional KM Umsini, salah satunya untuk kebutuhan bahan bakar kapal.
"Anggarannya Rp1,5 miliar per bulan dengan kapasitas bed itu 804 ditambah 64, jadi kurang lebih ada 900 bed yang bisa kita pakai," katanya lagi.
Dia mengatakan biaya tersebut jauh lebih murah dibanding biaya operasional untuk sewa hotel sebagai tempat isolasi. "1,5 itu bagi 30 bagi 90 kira-kira berapa itu, itu jauh itu. Hotel losemen punya, juga di bawahnya hotel losemen," terang Danny.
Sementara itu Kepala Puskesmas Makkassau, dr Muhammad Ashari mengaku telah mendapatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Pemkot terkait penjaringan untuk isolasi apung. Dia mengatakan SOP tersebut kurang lebih sama dengan hotel wisata Covid-19.
"Puskesmas men-screening peserta yang akan ikut, seperti benar-benar dia tanpa gejala diusahakan di usia 50 tahun ke bawah dan bisa mandiri. Dalam arti namanya isolasi begitu otomatis dia bisa mengurus diri sendiri, makan sendiri," ujarnya.
Sementara alat screening yang akan digunakan tetap menggunakan gold standar yaitu PCR ataupun Swab Antigen. Selain itu pihaknya juga mengutamakan masyarakat yang tak memiliki tempat isolasi yang memungkinkan di rumahnya.
Dia mengaku hingga saat ini masih mengkalkulasi jumlah yang berpotensi dibawa ke isolasi apung. Pasalnya data harian sangat fluktuatif dan cepat berubah akibat faktor kesembuhan.
"Ini pada dasarnya sama konsepnya, model isolasi mandiri. Kalau komorbid kayak hipertensi, gula itu tidak. Yang betul-betul tidak ada komorbid karena kalau komorbid kita langsung arahkan ke RS untuk isolasi," pungkasnya.
(agn)