Korban Corona Berjatuhan, Fasilitas Kesehatan Brasil Terancam Lumpuh
loading...
A
A
A
BRASILIA - Korban virus Corona baru COVID-19 di Brasil terus berjatuhan. Benua Amerika, terutama Amerika Latin, telah menjadi episentrum baru pandemi virus asal Wuhan China tersebut. Itu ditegaskan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Karena jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona di Brasil dan negara Amerika Latin lainnya sudah menunjukkan peningkatan.
“Saat ini bukan waktunya bagi negara-negara memperlonggar isolasi wilayah,” kata Direktur WHO untuk wilayah Amerika dan Kepala Pan American Health Organization dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, terdapat 2,4 juta kasus Covid-19 dan lebih dari 143.000 kematian di Amerika Latin. “Tingkat infeksi virus corona di Amerika Latin telah melampui Eropa dan Amerika Serikat (AS),” katanya.
Etienne mengungkapkan, Amerika Latin kini menjadi episentrum pandemi COVID-19. Dia mengatakan, akan terjadi beberapa pekan yang mengerikan di kawasan ini sebelum pandemi berakhir.
Para pejabat WHO juga menyatakan akselerasi wabah Covid-19 juga terjadi di Peru, Chile, El Salvador, Guatemala, dan Nikaragua. Brasil menjadi negara paling parah karena sebanyak 25.512 orang meninggal dunia karena virus corona. Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington memprediksi jumlah korban tersebut akan meningkat lima kali lipat menjadi 125.000 orang pada awal Agustus mendatang. IHME meminta Presiden Brasil Jair Bolsonaro melaksanakan isolasi wilayah.
Akibat penambahan kasus tersebut, fasilitas kesehatan di Brasil terancam lumpuh. Pada saat bersamaan, pemerintahan Brasil justru dianggap terlalu tidak peduli karena tidak memiliki kebijakan jelas dalam menghalau penyebaran virus itu.(Baca juga : Update Corona DIY: Tambah Dua, Pasien Positif 228 Orang )
Wali Kota Sao Paulo, kota terbesar di Brasil, Bruno Covas, mengungkapkan sistem kesehatan di kota terancam lumpuh karena banyak warga yang dirawat di rumah sakit semakin melonjak drastis. “Kapasitas rumah sakit kini mencapai 90% dan sudah kekurangan tempat selama dua pekan terakhir,” katanya dilansir BBC.
Covas kini sedang berunding dengan gubernur negara bagian untuk memberlakukan pengetatan isolasi wilayah dalam memperlambat penyebaran virus corona. Gubernur Sao Paulo yang memimpin kepolisian mendukung lockdown tersebut agar bisa berjalan sukses.
Sebenarnya aturan isolasi wilayah telah diberlakukan selama dua bulan lalu ketika bisnis, sekolah, dan ruangan publik ditutup serta masyarakat diminta di rumah. Tapi, tidak ada hukuman dan sanksi sehingga banyak warga mengabaikannya.(Baca juga : Sambut New Normal, Pemkot Semarang Kebut Rapid Test )
Para pakar kesehatan di Brasil memperingatkan jumlah warga yang terinfeksi virus corona bisa saja lebih tinggi dibandingkan catatan pemerintah karena keterbatasan tes COVID-19. “Brasil hanya menguji mereka yang memeriksakan diri di rumah skait,” kata pakar kesehatan Universitas Sao Paulo, Domingo Alves.
Brasil selama beberapa pekan ini memang menjadi pusat pandemi virus corona di Amerika Latin. “Sangat sulit mengetahui apa yang terjadi berdasarkan data yang tersedia. Kita tidak memiliki kebijakan nyata untuk mengelola wabah,” kata Alves.
“Saat ini bukan waktunya bagi negara-negara memperlonggar isolasi wilayah,” kata Direktur WHO untuk wilayah Amerika dan Kepala Pan American Health Organization dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, terdapat 2,4 juta kasus Covid-19 dan lebih dari 143.000 kematian di Amerika Latin. “Tingkat infeksi virus corona di Amerika Latin telah melampui Eropa dan Amerika Serikat (AS),” katanya.
Etienne mengungkapkan, Amerika Latin kini menjadi episentrum pandemi COVID-19. Dia mengatakan, akan terjadi beberapa pekan yang mengerikan di kawasan ini sebelum pandemi berakhir.
Para pejabat WHO juga menyatakan akselerasi wabah Covid-19 juga terjadi di Peru, Chile, El Salvador, Guatemala, dan Nikaragua. Brasil menjadi negara paling parah karena sebanyak 25.512 orang meninggal dunia karena virus corona. Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington memprediksi jumlah korban tersebut akan meningkat lima kali lipat menjadi 125.000 orang pada awal Agustus mendatang. IHME meminta Presiden Brasil Jair Bolsonaro melaksanakan isolasi wilayah.
Akibat penambahan kasus tersebut, fasilitas kesehatan di Brasil terancam lumpuh. Pada saat bersamaan, pemerintahan Brasil justru dianggap terlalu tidak peduli karena tidak memiliki kebijakan jelas dalam menghalau penyebaran virus itu.(Baca juga : Update Corona DIY: Tambah Dua, Pasien Positif 228 Orang )
Wali Kota Sao Paulo, kota terbesar di Brasil, Bruno Covas, mengungkapkan sistem kesehatan di kota terancam lumpuh karena banyak warga yang dirawat di rumah sakit semakin melonjak drastis. “Kapasitas rumah sakit kini mencapai 90% dan sudah kekurangan tempat selama dua pekan terakhir,” katanya dilansir BBC.
Covas kini sedang berunding dengan gubernur negara bagian untuk memberlakukan pengetatan isolasi wilayah dalam memperlambat penyebaran virus corona. Gubernur Sao Paulo yang memimpin kepolisian mendukung lockdown tersebut agar bisa berjalan sukses.
Sebenarnya aturan isolasi wilayah telah diberlakukan selama dua bulan lalu ketika bisnis, sekolah, dan ruangan publik ditutup serta masyarakat diminta di rumah. Tapi, tidak ada hukuman dan sanksi sehingga banyak warga mengabaikannya.(Baca juga : Sambut New Normal, Pemkot Semarang Kebut Rapid Test )
Para pakar kesehatan di Brasil memperingatkan jumlah warga yang terinfeksi virus corona bisa saja lebih tinggi dibandingkan catatan pemerintah karena keterbatasan tes COVID-19. “Brasil hanya menguji mereka yang memeriksakan diri di rumah skait,” kata pakar kesehatan Universitas Sao Paulo, Domingo Alves.
Brasil selama beberapa pekan ini memang menjadi pusat pandemi virus corona di Amerika Latin. “Sangat sulit mengetahui apa yang terjadi berdasarkan data yang tersedia. Kita tidak memiliki kebijakan nyata untuk mengelola wabah,” kata Alves.