Beda Cara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menghentikan Pandemi Corona

Minggu, 19 April 2020 - 21:39 WIB
loading...
Beda Cara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menghentikan Pandemi Corona
Pemerintah pusat dan daerah kerap tak satu suara soal mekanisme pembatasan sosial berskala besar. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Dimas Rachmadan
A A A
JAKARTA - Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kerap tak satu suara soal mekanisme pembatasan sosial berskala besar.

Terakhir, pusat menolak usulan kepala daerah di wilayah Jabotabek yang meminta operasional kereta listrik (krl) dihentikan.

Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan keputusan pemerintah pusat itu benar. Alasannya, transportasi merupakan yang dikecualikan. Itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB.

Pasal 13 Ayat 10 huruf a menyatakan moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antarpenumpang. “Itu benar, tapi Gubernur Ridwan Kamil meminta disetop itu namnya karantina. Kalau lockdown beda aturannya,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Minggu (19/04/2020). (BACA JUGA: MUI Padangsidimpuan Anjurkan Umat Islam Salat Tarawih di Masjid)

Menurutnya, sebenarnya Krl harusnya dihentikan operasional selama pandemi Covid-19. Namun, polanya bukan PSBB. Yang harus diterapkan di wilayah Jabotabek adalah karintina wilayah terbatas. Alasannya, Jakarta dan wilatah penyangganya katagorinya merah.

"ODP, PDP, dan penularannya tinggi sekali. Karena itu, jangan terapkan PSBB di Jakarta dan sekitarnya. Ini kebijakan yang keliru," tuturnya.

Kebijakan ini hanya efektif membatasi pergerakan orang, tapi tidak efektif dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. "Buktinya, penyebaran Covid-19, ODP, dan PDP meningkat sangat taham, berarti tidak efektif," terangnya.

Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan saat ini ada 176.344 orang dalam pemantauan (ODP), 12.979 orang dalam pengawasan (PDP), 6.428 positif, di seluruh Indonesia.

Meski sudah menyebar ke seluruh provinsi, Kementerian Kesehatan tidak mudah mengabulkan pengajuan PSBB. Ada beberapa daerah yang ditolak, seperti Palangkaraya dan Sorong. Trubus mengatakan daerah itu berpikirnya itu kebijakan preventif atau mencegah supaya tidak terjadi.

"Pemerintah menggunakan kebijakannya kuratif, mengobati. Sudah ada ODP dan PDP baru boleh. ODP dan PDP-nya masih sedikit enggak boleh. Karena apa? Ketakutan enggak mau ngucurin anggarannya. Kalau dia setujui, berarti nurunin anggaran ke daerah untuk bantuan PSBB," pungkasnya.
(vit)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1842 seconds (0.1#10.140)