Ronggeng Gunung Pangandaran, Kalaborasi Tari Lengger dan Ritual Pemujaan untuk Dewi Sri

Sabtu, 10 April 2021 - 05:00 WIB
loading...
Ronggeng Gunung Pangandaran, Kalaborasi Tari Lengger dan Ritual Pemujaan untuk Dewi Sri
Ronggeng Gunung Pangandaran, Kalaborasi Tari Lengger dan Ritual Pemujaan untuk Dewi Sri. Foto/Ist
A A A
PANGANDARAN - Budayawan asal Pangandaran Aceng Hasim mendapat penemuan baru sejarah Ronggeng Gunung Pangandaran.

"Beberapa pelaku seni memiliki sudut pandang yang sama pada musik yang terdapat dalam pementasan ronggeng gunung," kata Aceng.

Musik pada pementasan ronggeng gunung selalu menggunakan tri nada dan tri nada tersebut tidak masuk pada kategori nada madenda atau nada salendro, juga nada pelog.

Dalam penelusuran yang dilakukan Aceng, ronggeng gunung yang saat ini berkembang di masyarakat Pangandaran diindikasikan kuat bersumber dari tarian lengger yang ada di Jawa Tengah.

Ronggeng gunung juga merupakan sebuah adegan tari dari kalaborasi ritual penyembahan kepada Dewi Sri yang dilakukan di daerah pegunungan.

"Pelaku pertama pagelaran di Dusun Golempang adalah Dewi Ayu Anyangsrana atau Nyi Puleng Rasa yang merupakan putri dari Eyang Mangku Negara," tambahnya.
Ronggeng Gunung Pangandaran, Kalaborasi Tari Lengger dan Ritual Pemujaan untuk Dewi Sri


Penggunaan tri nada pada pementasan ronggeng gunung dengan alat musik kenong pertama kali digelar di Dusun Golempang, Desa Bojongsari, Kecamatan Padaherang.

Eyang Mangku Negara, sambung Aceng, merupakan salah seorang dari rombongan yang datang dari Banyumas melakukan pengembaraan ke daerah Pangandaran.

Tri nada musik ronggeng gunung merupakan sebuah proses perubahan secara berangsur sehingga sampai pada tahap nada yang menjadi pakeman atau aturan baku.

Aceng menjelaskan, alat musik lengger di Jawa Tengah semula berasal dari bambu, sekitar abad 16 diubah menggunakan kayu lame atau pule.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1716 seconds (0.1#10.140)