Tolak Tambang Batu Bara, Warga Suku Anak Dalam di Tebo Siap Lawan
loading...
A
A
A
TEBO - Kegiatan eksplorasi atau aktifitas pengeboran tambang batubara yang dilakukan oleh PT Bangun Energi Perkasa (BEP), pada 16 Januari-06 Maret 2020 lalu, berlokasi di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, mendapat protes keras dan perlawanan dari masyarakat hukum adat dan warga Suku Anak Dalam (SAD) dilokasi tersebut.
Aroma komflik mulai tercium, bila pihak PT BEP tetap melanjutkan kegiatan penambangan di area tersebut. Pasalnya, sikap tegas Tumenggung Apung (Kepala Suku SAD) sudah disampikan, yaitu menolak keberadaan tambang batu bara di area pemungkiman mereka, meskipun ada upaya pihak tertentu melakukan lobi-lobi pemilik lahan akan mendapatkan ganti rugi Rp400 juta/hektare.
"Kalau kami itu tahan betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batubara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak," tegas Temenggung Apung.
Kabar ini diakui Bupati Tebo H. Sukandar sudah sampai kepadanya. Sebagai bupati, dirinya sangat menyesalkan adanya kegiatan perusahaan batu bara di area tersebut. Dia menyesalkan PT BEP yang masuk tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Hanya saat ada masalah baru meminta bantuan. "Saat ada polemik dengan SAD seperti ini baru meminta penyelesaian kepemerintah daerah," ujar Sukandar dengan nada kesal.
Sukandar mengatakan, dirinya mengetahui adanya polemik kegiatan penambangan batubara dengan SAD di Desa Muara Kilis, setelah mendapat surat dari Kapolres Tebo. "Seharusnya, sebelum melakukan kegiatan, pemilik Konsesi Pertambangan (KP) paling tidak permisi dengan Pemerintah Daerah. Saya dapat surat dari Kapolres. Saya sudah perintahkan Wabup untuk memanggil semua pihak untuk membuat grup diskusi," papar Sukandar.
Lagi-lagi Sukandar mengutarakan kekesalannya. Menurutnya, izin tambang memang dikeluarkan Pemerintah Provinsi. Namun, semua tergantung masyarakat setempat kalau sudah seperti ini. "Karena lokasinya di Tebo, saya minta pemilik KP jangan asal masuk. Karena belum ada koordinasi dengan Pemda. Mereka masuk harusnya lapor," tegasnya.
Terpisah, PT BEP membantah pernyataan Pemda Tebo dan meminta Pemda untuk melakukan klarifikasi tudingan tersebut. Bantahan sikap tegas ini disampaikan.Humas PT BEP Iwan Suhendra, Rabu (31/3/2021) mengatakan, tudingan bupati kepada pihaknya tidak pernah melaporkan kegiatan mapping dan eksplorasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo sama sekali tidak benar.
"Perusahaan kita sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) yang dikeluarkan oleh Pusat. Proses tentu dari tingkat bawah. Tidak mungkin saudara bupati tidak tahu. Bagaimana sistem koordinasi dengan bawahannya," ujarnya.
Kemudian dikatakan Iwan, awalnya area lahan tersebut seluas 3.587 HA, kemudian setelah ditinjau ulang, dikawasan ini ada WWF, kawasan harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk pemungkiman SAD. Akhirnya berkurang menjadi 1.833 HA.
Lalu, diakui Iwan pihaknya sebelum melakukan aktifitas juga sudah mendapat persetujuan dari Kepala Desa (Kades) Muara Kilis, datang kerumah dan meminta izin untuk melakukan sosialisasi serta menunjukkan secara legal keberadaan perusahaan. Tidak sebatas itu, kepada kepala dusun (Kadus) dan RT pun juga didatangi.
"Alhamdulillah selama kita ada kegiatan tidak ada penolakan. Bahkan masyarakat senang, karena akses jalan mereka bagus. Itu pernyataan masyarakat langsung," ungkap Iwan.
Sebelum keluar IPPKH, terlebih dahulu harus sudah dikeluarkan izin UKL-UPL dari Dinas LH Tebo. Jadi pada prinsipnya, kata Iwan, PT BEP telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan eksplorasi di Desa Muara Kilis.
"Dokumen-dokumen kita, semua kita sampaikan kepada masyarakat. Tidak mau menutupi informasi. Toh masyarakat membutuhkan itu. Soal keterbukaan informasi ini, kita juga sempat mis komunikasi dengan pihak LH," fungkasnya.
Tak berselang lama, giliran Kades desa Muara Kilis Sopwatarrahman angkat bicara, mengakui menyesali pernyataan pihak perusaan PT BEP dan minta melakukan klarifikasi pernyataan bahwa dirinya sudah memberikan izin.
Kades mengakui kala itu, pihak PT BEP pernah berkunjung ke rumahnya dengan membawa sejumlah dokumen. Namun, sempat mengalami perdebatan dengan dirinya terkait sejumlah catatan hasil rapat pembahasan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Jambi.
"Jadi waktu itu saya cuma bilang kalo mau masuk juga koordinasi sama masyarakat di dalam di bawah naungan kadus. Saya bilang juga soal izin itu bukan hak atau wewenang saya sebagai Kades," ujar kades saat didatangi PT BEP saat itu.
Kades menegaskan, pemerintah desa tetap menolak keberadaan tambang batubara, apalagi dipermungkiman warga SAD dan tidak pernah memberikan izin, karena bukan kewenangan Kades.
Diketuai, berdasarkan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) serta Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP, seluas 3.587 HA berada di wilayah Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir.
Anehnya, pada Rapat Teknis Dokumen Andal RKL RPL yang dilaksanakan November 2020 di Jambi, tidak diundang Kepala Desa Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo. Meski begitu, Komisi Penilaian Amdal (KPA) dan seluruh peserta rapat yang hadir dapat menerima dokumen rencana kegiatan pertambangan batubara PT BEP dengan penuh catatan.
Yang lebih anehnya lagi, Desember 2020, Bupati Tebo menerbitkan Keputusan Nomor : 652 Tahun 2020 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP. Pada keputusan ini, kegiatan rencana pertambangan berada di wilayah Desa Pelayang Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis Kacamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo.
Aroma komflik mulai tercium, bila pihak PT BEP tetap melanjutkan kegiatan penambangan di area tersebut. Pasalnya, sikap tegas Tumenggung Apung (Kepala Suku SAD) sudah disampikan, yaitu menolak keberadaan tambang batu bara di area pemungkiman mereka, meskipun ada upaya pihak tertentu melakukan lobi-lobi pemilik lahan akan mendapatkan ganti rugi Rp400 juta/hektare.
"Kalau kami itu tahan betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batubara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak," tegas Temenggung Apung.
Kabar ini diakui Bupati Tebo H. Sukandar sudah sampai kepadanya. Sebagai bupati, dirinya sangat menyesalkan adanya kegiatan perusahaan batu bara di area tersebut. Dia menyesalkan PT BEP yang masuk tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Hanya saat ada masalah baru meminta bantuan. "Saat ada polemik dengan SAD seperti ini baru meminta penyelesaian kepemerintah daerah," ujar Sukandar dengan nada kesal.
Sukandar mengatakan, dirinya mengetahui adanya polemik kegiatan penambangan batubara dengan SAD di Desa Muara Kilis, setelah mendapat surat dari Kapolres Tebo. "Seharusnya, sebelum melakukan kegiatan, pemilik Konsesi Pertambangan (KP) paling tidak permisi dengan Pemerintah Daerah. Saya dapat surat dari Kapolres. Saya sudah perintahkan Wabup untuk memanggil semua pihak untuk membuat grup diskusi," papar Sukandar.
Lagi-lagi Sukandar mengutarakan kekesalannya. Menurutnya, izin tambang memang dikeluarkan Pemerintah Provinsi. Namun, semua tergantung masyarakat setempat kalau sudah seperti ini. "Karena lokasinya di Tebo, saya minta pemilik KP jangan asal masuk. Karena belum ada koordinasi dengan Pemda. Mereka masuk harusnya lapor," tegasnya.
Terpisah, PT BEP membantah pernyataan Pemda Tebo dan meminta Pemda untuk melakukan klarifikasi tudingan tersebut. Bantahan sikap tegas ini disampaikan.Humas PT BEP Iwan Suhendra, Rabu (31/3/2021) mengatakan, tudingan bupati kepada pihaknya tidak pernah melaporkan kegiatan mapping dan eksplorasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo sama sekali tidak benar.
"Perusahaan kita sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) yang dikeluarkan oleh Pusat. Proses tentu dari tingkat bawah. Tidak mungkin saudara bupati tidak tahu. Bagaimana sistem koordinasi dengan bawahannya," ujarnya.
Kemudian dikatakan Iwan, awalnya area lahan tersebut seluas 3.587 HA, kemudian setelah ditinjau ulang, dikawasan ini ada WWF, kawasan harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk pemungkiman SAD. Akhirnya berkurang menjadi 1.833 HA.
Lalu, diakui Iwan pihaknya sebelum melakukan aktifitas juga sudah mendapat persetujuan dari Kepala Desa (Kades) Muara Kilis, datang kerumah dan meminta izin untuk melakukan sosialisasi serta menunjukkan secara legal keberadaan perusahaan. Tidak sebatas itu, kepada kepala dusun (Kadus) dan RT pun juga didatangi.
"Alhamdulillah selama kita ada kegiatan tidak ada penolakan. Bahkan masyarakat senang, karena akses jalan mereka bagus. Itu pernyataan masyarakat langsung," ungkap Iwan.
Sebelum keluar IPPKH, terlebih dahulu harus sudah dikeluarkan izin UKL-UPL dari Dinas LH Tebo. Jadi pada prinsipnya, kata Iwan, PT BEP telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan eksplorasi di Desa Muara Kilis.
"Dokumen-dokumen kita, semua kita sampaikan kepada masyarakat. Tidak mau menutupi informasi. Toh masyarakat membutuhkan itu. Soal keterbukaan informasi ini, kita juga sempat mis komunikasi dengan pihak LH," fungkasnya.
Tak berselang lama, giliran Kades desa Muara Kilis Sopwatarrahman angkat bicara, mengakui menyesali pernyataan pihak perusaan PT BEP dan minta melakukan klarifikasi pernyataan bahwa dirinya sudah memberikan izin.
Kades mengakui kala itu, pihak PT BEP pernah berkunjung ke rumahnya dengan membawa sejumlah dokumen. Namun, sempat mengalami perdebatan dengan dirinya terkait sejumlah catatan hasil rapat pembahasan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Jambi.
"Jadi waktu itu saya cuma bilang kalo mau masuk juga koordinasi sama masyarakat di dalam di bawah naungan kadus. Saya bilang juga soal izin itu bukan hak atau wewenang saya sebagai Kades," ujar kades saat didatangi PT BEP saat itu.
Kades menegaskan, pemerintah desa tetap menolak keberadaan tambang batubara, apalagi dipermungkiman warga SAD dan tidak pernah memberikan izin, karena bukan kewenangan Kades.
Diketuai, berdasarkan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) serta Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP, seluas 3.587 HA berada di wilayah Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir.
Anehnya, pada Rapat Teknis Dokumen Andal RKL RPL yang dilaksanakan November 2020 di Jambi, tidak diundang Kepala Desa Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo. Meski begitu, Komisi Penilaian Amdal (KPA) dan seluruh peserta rapat yang hadir dapat menerima dokumen rencana kegiatan pertambangan batubara PT BEP dengan penuh catatan.
Yang lebih anehnya lagi, Desember 2020, Bupati Tebo menerbitkan Keputusan Nomor : 652 Tahun 2020 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP. Pada keputusan ini, kegiatan rencana pertambangan berada di wilayah Desa Pelayang Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis Kacamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo.
(don)