Penghitungan Pengamat, Harga BBM Seharusnya Bisa Diturunkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat ini harga minyak dunia berada dalam level terendah sejak 18 tahun terakhir. Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei jatuh US$3,85 atau 13,4% ke posisi US$24,88 per barel.
Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April anjlok US$6,58 atau 24,4 persen menjadi US$20,37 per barel. Minyak Brent merosot lebih dari 50 persen dalam 10 hari terakhir.
Melemahnya harga minyak dunia membuat sebagian masyarakat mempertanyakan harga BBM di Indonesia yang belum juga turun.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menyatakan bahwa komponen penentu harga BBM di Tanah Air tak hanya harga minyak mentah dunia, tapi juga kurs rupiah terhadap dolar. "Mungkin karena kurs juga melemah cukup besar sehingga penurunan (harga BBM) masih dilakukan perhitungan," katanya kepada SIndonews, Sabtu (18/4/2020).
Menurut Komaidi, setiap kurs melemah Rp 100 per dolar, maka harga BBM naik sebesar Rp 100 per liter. Begitu pula sebaliknya. "Setiap harga minyak melemah US$ 1 dolar per barel, maka harga BBM akan turun Rp 100 per liter," jelasnya.
Nah berdasarkan catatan pemerintah, harga rata-rata ICP (Indonesian Crude Price) pada Maret berada di angka US$ 34 per barel sehingga ada selisih sebesar US$ 19 dengan asumsi harga minyak dalam APBN yang ditetapkan sebesar US$ 63 per barel. ( Baca: Luhut Tolak Permintaan Lima Kepala Daerah untuk Setop KRL )
Sementara, kurs rupiah juga melemah dari posisi Rp 14.400 ke posisi 16.363 per dolar, seperti yang ditetapkan oleh pemerintah dalam asumsinya. Maka, perhitungan selisih kurs dan pelemahan rupiah terlihat sama. Rp 1.900 -Rp 1.900 = 0. "Jadi tidak bisa turun karena naik dan turun impas," kata Komaidi.
Komaidi menyatakan bahwa, semua angka itu dihitung berdasarkan realisasi rata-rata harga spot per Maret. Sementara, jika mengacu pada harga rata-rata ICP dan kurs rupiah BI selama periode Januari sampai Maret, seharusnya harga BBM berpotensi bisa diturunkan.
Realisasi rata-rata ICP (Januari-Maret) sebesar US$ 52,07 per barel, sedangkan kurs BI di periode yang sama menguat senilai Rp 165. Penurunan itu mengacu pada asumsi pemerintah terkait harga minyak dan kurs rupiah dalam APBN yang ditetapkan sebesar US$ 63 per barel dan Rp 14.400 per dolar.
"Jika mengacu pada ICP harga BBM turun Rp 1.100/liter, sedangkan dari kurs rupiah turun Rp 1.300 per liter. Seharus harga BBM sudah turun," jelas Komaidi.
Namun, ditegaskannya, penurunan itu memang tak bisa dieksekusi secepatnya oleh Pertamina, sebab belum tentu mereka mendapatkan harga tersebut. Harus dilihat lagi, pada angka berapa Pertamina mendapatkan harga pengadaan BBM-nya.
Lihat Juga: Animo Masyarakat Positif, Pendataan QR Code Pertalite di Aceh, Babel, dan Bengkulu Tinggi
Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April anjlok US$6,58 atau 24,4 persen menjadi US$20,37 per barel. Minyak Brent merosot lebih dari 50 persen dalam 10 hari terakhir.
Melemahnya harga minyak dunia membuat sebagian masyarakat mempertanyakan harga BBM di Indonesia yang belum juga turun.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menyatakan bahwa komponen penentu harga BBM di Tanah Air tak hanya harga minyak mentah dunia, tapi juga kurs rupiah terhadap dolar. "Mungkin karena kurs juga melemah cukup besar sehingga penurunan (harga BBM) masih dilakukan perhitungan," katanya kepada SIndonews, Sabtu (18/4/2020).
Menurut Komaidi, setiap kurs melemah Rp 100 per dolar, maka harga BBM naik sebesar Rp 100 per liter. Begitu pula sebaliknya. "Setiap harga minyak melemah US$ 1 dolar per barel, maka harga BBM akan turun Rp 100 per liter," jelasnya.
Nah berdasarkan catatan pemerintah, harga rata-rata ICP (Indonesian Crude Price) pada Maret berada di angka US$ 34 per barel sehingga ada selisih sebesar US$ 19 dengan asumsi harga minyak dalam APBN yang ditetapkan sebesar US$ 63 per barel. ( Baca: Luhut Tolak Permintaan Lima Kepala Daerah untuk Setop KRL )
Sementara, kurs rupiah juga melemah dari posisi Rp 14.400 ke posisi 16.363 per dolar, seperti yang ditetapkan oleh pemerintah dalam asumsinya. Maka, perhitungan selisih kurs dan pelemahan rupiah terlihat sama. Rp 1.900 -Rp 1.900 = 0. "Jadi tidak bisa turun karena naik dan turun impas," kata Komaidi.
Komaidi menyatakan bahwa, semua angka itu dihitung berdasarkan realisasi rata-rata harga spot per Maret. Sementara, jika mengacu pada harga rata-rata ICP dan kurs rupiah BI selama periode Januari sampai Maret, seharusnya harga BBM berpotensi bisa diturunkan.
Realisasi rata-rata ICP (Januari-Maret) sebesar US$ 52,07 per barel, sedangkan kurs BI di periode yang sama menguat senilai Rp 165. Penurunan itu mengacu pada asumsi pemerintah terkait harga minyak dan kurs rupiah dalam APBN yang ditetapkan sebesar US$ 63 per barel dan Rp 14.400 per dolar.
"Jika mengacu pada ICP harga BBM turun Rp 1.100/liter, sedangkan dari kurs rupiah turun Rp 1.300 per liter. Seharus harga BBM sudah turun," jelas Komaidi.
Namun, ditegaskannya, penurunan itu memang tak bisa dieksekusi secepatnya oleh Pertamina, sebab belum tentu mereka mendapatkan harga tersebut. Harus dilihat lagi, pada angka berapa Pertamina mendapatkan harga pengadaan BBM-nya.
Lihat Juga: Animo Masyarakat Positif, Pendataan QR Code Pertalite di Aceh, Babel, dan Bengkulu Tinggi
(ihs)