Banjir, Longsor Gempa hingga Tsunami Mengintai, Ini Daerah Rawan Bencana di Jabar
loading...
A
A
A
Oleh karenanya, lanjut Dani, BPBD Jabar pun memberikan perhatian ekstra kepada sejumlah wilayah rawan bencana di Jabar, yakni wilayah Bogor, Sukabumi, Selatan Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran di kawasan selatan Jabar.
Sementara di kawasan utara Jabar, perhatian ekstra diberikan kepada Karawang, Subang, dan Bekasi. Khusus di kawasan Bandung Raya, pihaknya menandai Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi.
"Bagi kabupaten/kota dengan tingkat kerawanan (bencana) tinggi, kita siapkan motivasi dan logistik bantuan. Kalau logistik, kita sudah rutin ya, dalam setahun itu dua sampai tiga kali kita perkuat kabupaten/kota," papar Dani.
"Kemarin menjelang kekeringan, kemudian menjelang musim hujan kita dorong. Jadi logistik kita 80%-nya ada di 27 kabupaten/kota kita distribusikan. Nah 20% bila ada kabupaten/kota yang ternyata habis, kita berikan dukungan lagi ke sana," ujar Dani melanjutkan.
Selain logistik, edukasi kebencanaan melalui mitigasi bencana pun intens dilakukan dengan menggandeng pemerintah kabupaten/kota, termasuk relawan kebencanaan.
"Kalau hanya mengandalkan BPBD tidak akan tercover. Maka, kita punya program Desa Tangguh Bencana dimana setiap desa itu kita latih perangkat desa mapun relawannya. Lalu, ada juga program Kampung Siaga Bencana. Polanya berjenjang," katanya.
Lebih lanjut Dani mengatakan, pandemi COVID-19 juga memaksa penanganan bencana berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain menangani bencana alam, pihaknya kini harus menangani pandemi, sehingga penanganan bencana menjadi berlipat.
"Sekarang itu kita harus merevisi rencana kontigensi kita karena selama ini, kita biasa menyusun rencana kontijensi dengan kebencanaan tunggal. Misalnya kontinjensi banjir, kontingensi longsor, dan sekarang kita menyusun kontigensi multi-hazard paling tidak banjir dan COVID-19, sehingga ada variabel yang agak berbeda dari sisi penanganan," beber Dani.
"Kalau dari sisi tanggap daruratnya itu hanya protokol kesehatan, tapi nanti di pengungsian kita harus ekstra. Pertama, kapasitas harus 2-3 kali lipat dari biasanya, lalu harus ada masker, alat cuci tangan, termasuk ruang isolasi bagi warga yang bergejala," sambungnya.
Terkait kajian tentang ancaman gempa potensi gempa besar (magathrust) dan tsunami di selatan Pulau Jawa, Dani menilai bahwa isu gempa dan tsunami tersebut sebenarnya sudah sering disampaikan para pakar dan peneliti. Sehingga, kabar tersebut bukanlah hal yang baru.
Sementara di kawasan utara Jabar, perhatian ekstra diberikan kepada Karawang, Subang, dan Bekasi. Khusus di kawasan Bandung Raya, pihaknya menandai Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi.
"Bagi kabupaten/kota dengan tingkat kerawanan (bencana) tinggi, kita siapkan motivasi dan logistik bantuan. Kalau logistik, kita sudah rutin ya, dalam setahun itu dua sampai tiga kali kita perkuat kabupaten/kota," papar Dani.
"Kemarin menjelang kekeringan, kemudian menjelang musim hujan kita dorong. Jadi logistik kita 80%-nya ada di 27 kabupaten/kota kita distribusikan. Nah 20% bila ada kabupaten/kota yang ternyata habis, kita berikan dukungan lagi ke sana," ujar Dani melanjutkan.
Selain logistik, edukasi kebencanaan melalui mitigasi bencana pun intens dilakukan dengan menggandeng pemerintah kabupaten/kota, termasuk relawan kebencanaan.
"Kalau hanya mengandalkan BPBD tidak akan tercover. Maka, kita punya program Desa Tangguh Bencana dimana setiap desa itu kita latih perangkat desa mapun relawannya. Lalu, ada juga program Kampung Siaga Bencana. Polanya berjenjang," katanya.
Lebih lanjut Dani mengatakan, pandemi COVID-19 juga memaksa penanganan bencana berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain menangani bencana alam, pihaknya kini harus menangani pandemi, sehingga penanganan bencana menjadi berlipat.
"Sekarang itu kita harus merevisi rencana kontigensi kita karena selama ini, kita biasa menyusun rencana kontijensi dengan kebencanaan tunggal. Misalnya kontinjensi banjir, kontingensi longsor, dan sekarang kita menyusun kontigensi multi-hazard paling tidak banjir dan COVID-19, sehingga ada variabel yang agak berbeda dari sisi penanganan," beber Dani.
"Kalau dari sisi tanggap daruratnya itu hanya protokol kesehatan, tapi nanti di pengungsian kita harus ekstra. Pertama, kapasitas harus 2-3 kali lipat dari biasanya, lalu harus ada masker, alat cuci tangan, termasuk ruang isolasi bagi warga yang bergejala," sambungnya.
Terkait kajian tentang ancaman gempa potensi gempa besar (magathrust) dan tsunami di selatan Pulau Jawa, Dani menilai bahwa isu gempa dan tsunami tersebut sebenarnya sudah sering disampaikan para pakar dan peneliti. Sehingga, kabar tersebut bukanlah hal yang baru.