Waspada, Dampak Pandemi Picu Kekerasan Seksual terhadap Anak di Rumah

Jum'at, 01 Januari 2021 - 08:21 WIB
loading...
Waspada, Dampak Pandemi Picu Kekerasan Seksual terhadap Anak di Rumah
Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
SEMARANG - Kasus kekerasan seksual terhadap anak selama pandemi COVID-19 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, memprihatinkan. Kondisi itu menjadi perhatian Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

Anak menjadi korban kekerasan seksual sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Contoh kasus, Seorang ayah tiri korban PHK sehingga menjadi sering di rumah bersama anak tirinya yang tidak sekolah karena belajar daring.

"Di sisi lain, di keluarga itu juga pemahaman kurang tepat tentang keluarga. Ada kesepakatan mereka bertiga, ayah tiri akan menikah dengan anaknya setelah lulus sekolah karena ibu kandungnya tidak bisa memberikan keturunan,” kata Ofik Anggraeni, seorang pekerja sosial di Klaten, dalam Ngobrol Santai 'Kidung Harapan Menembus Batas', catatan akhir tahun program kemanusiaan respons COVID-19 secara virtual, Kamis (31/12/2020) .

“Ketika ayah tiri dan anak tirinya berada di rumah berdua lantaran ibunya bekerja, maka terjadilah hubungan intim sehingga gadis itu mengandung," katanya.

Akan tetapi ketika kasus itu diproses hukum, si ibu gadis itu ingin suaminya tidak dipenjara dan dipulangkan saja karena ia sebagai tulang punggung keluarga.

“Ada dua kasus serupa yang terjadi di Klaten. Pelaku kekerasan seksual adalah ayah tiri yang terjadi pada bulan September dan Oktober 2020,” ujarnya.

Sementara data dari Lembaga Perlindungan Anak Klaten, hingga akhir tahun 2020 ini ada 80 anak yang berhadapan dengan hukum.

"Banyak orang tua yang menyampaikan keluhan kepada kami sejak pandemi COVID-19 mulai. Ketika sekolah harus daring, anak-anak harus di rumah saja, ternyata anak-anak sulit membiasakan diri mengenakan masker. Mereka juga bermain layang-layang bersama rekan-rekannya di lapangan. Mereka juga belum terbiasa menjaga jarak dan mencuci tangan," kata Gotik dari LPA Klaten.

Untuk menangani beberapa kasus serius yang berhubungan masalah psikis, maka konselornya harus ahli. "Kami bekerjasama dengan Universitas Widya Dharma dan UIN Sunan Kalijaga. Bahkan konseling pun harus ada yang offline," katanya.

Kali ini ketika status Gunung Merapi menjadi Siaga, maka warga di dekat puncak Merapi menghadapi masalah. Jika mereka tetap berada di kampungnya, mereka akan berhadapan dengan awan panas.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6609 seconds (0.1#10.140)