Diterpa Pandemi Selama Tujuh Bulan, Peneliti: 80% Warga Mengaku Alami Stres
loading...
A
A
A
BANDUNG - Penelitian psikometrik yang dilakukan ruangempati mendapatkan sekitar 80% peserta pelatihan mengalami stres akibat pandemi COVID-19 yang menerpa Indonesia lebih dari tujuh bulan.
Dokter Kesehatan Jiwa Teddy Hidayat mengatakan, pihaknya menggelar kegiatan Emphatic Online Short Course and Psychiatric Essential (Escape).
Acara tersebut diikuti banyak peserta dengan mekanisme online, agar mencakup peserta lebih luas dari seluruh Indonesia.
Hasil psikometrik didapatkan, 80% peserta mengaku mengalami stres. Gangguan kejiwaan ini dikhawatirkan mengarah pada gangguan kesehatan fisik lainnya.
Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terhadap orang dewasa di Inggris, di mana selama satu tahun terakhir 74% pernah merasa sangat tertekan sehingga merasa kewalahan atau tidak mampu mengatasinya.
"Bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya yaitu satu bulan setelah COVID-19 atau 7 bulan yang lalu, angkanya meningkat sebesar 17%," kata Teddy, Rabu (21/10/2020).
Untuk mengukur beban stres peserta selama satu tahun terakhir digunakan alat ukur Holmes dan Rahe.
Hasilnya, sebagian atau 50% peserta memiliki Skor Holmes dan Rahe di atas 150. Artinya, mereka sudah mengalami stres. Sementara 40% memiliki Skor Holmes dan Rahe 200-300. Artinya, 50% sudah mengalami gangguan fisik atau psikis.
"Secara mayoritas, nilai di atas 400 atau sebanyak 80% sudah mengalami keluhan fisik dan psikis. Ini akan beresiko menderita jantung coroner, karena ada sebesar 20% mempunyai kepribadian tipe A," beber dia.
Lebih lanjut Teddy menjelaskan, stres disebabkan darurat kesehatan COVID-19. Penyakit ini datang tiba-tiba, menyebar cepat dan dapat berakhir dengan kematian karena belum ada obat atau vaksin.
Konsekuensi ekonomi yang ditimbulkannya terus dirasakan, karena banyak perusahaan melepaskan karyawannya dalam upaya menyelamatkan bisnis mereka sehingga mata pencaharian pekerja terancam dan sejumlah besar orang terjebak dalam kemiskinan.
Kondisi ini membuat mereka dihadapkan pada situasi krisis atau stres berat yang pada gilirannya berujung pada penyakit baik fisik maupun psikis.
"Stres dapat menjadi pembunuh utama yang nyata, baik di tempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari," katanya. (Baca juga: Ibu Muda Nyaris Melahirkan di Pos Pantau Tol Cipularang)
Menurut dia, pihaknya telah membuat layanan kesehatan jiwa salah satunya stres, melalui ruangempati.com. Layanan online ini bekerja sama dengan beberapa institusi dan kelompok yang peduli terhadap kesehatan jiwa. (Baca juga: Mayjen Chairawan, Asisten Khusus Prabowo Tulis Buku Motivasi)
Aplikasi ruangempati.com memberi layanan diantaranya konseling online bagi yang membutuhkan, psikoedukasi, psikoterapi seni, olah raga dalam masa pandemi dan mindfulness meditation.
Lihat Juga: Kaukus Keswa : Hampir 30 Persen Pekerja Sektor Keuangan di Indonesia Mengalami Stres Kerja
Dokter Kesehatan Jiwa Teddy Hidayat mengatakan, pihaknya menggelar kegiatan Emphatic Online Short Course and Psychiatric Essential (Escape).
Acara tersebut diikuti banyak peserta dengan mekanisme online, agar mencakup peserta lebih luas dari seluruh Indonesia.
Hasil psikometrik didapatkan, 80% peserta mengaku mengalami stres. Gangguan kejiwaan ini dikhawatirkan mengarah pada gangguan kesehatan fisik lainnya.
Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terhadap orang dewasa di Inggris, di mana selama satu tahun terakhir 74% pernah merasa sangat tertekan sehingga merasa kewalahan atau tidak mampu mengatasinya.
"Bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya yaitu satu bulan setelah COVID-19 atau 7 bulan yang lalu, angkanya meningkat sebesar 17%," kata Teddy, Rabu (21/10/2020).
Untuk mengukur beban stres peserta selama satu tahun terakhir digunakan alat ukur Holmes dan Rahe.
Hasilnya, sebagian atau 50% peserta memiliki Skor Holmes dan Rahe di atas 150. Artinya, mereka sudah mengalami stres. Sementara 40% memiliki Skor Holmes dan Rahe 200-300. Artinya, 50% sudah mengalami gangguan fisik atau psikis.
"Secara mayoritas, nilai di atas 400 atau sebanyak 80% sudah mengalami keluhan fisik dan psikis. Ini akan beresiko menderita jantung coroner, karena ada sebesar 20% mempunyai kepribadian tipe A," beber dia.
Lebih lanjut Teddy menjelaskan, stres disebabkan darurat kesehatan COVID-19. Penyakit ini datang tiba-tiba, menyebar cepat dan dapat berakhir dengan kematian karena belum ada obat atau vaksin.
Konsekuensi ekonomi yang ditimbulkannya terus dirasakan, karena banyak perusahaan melepaskan karyawannya dalam upaya menyelamatkan bisnis mereka sehingga mata pencaharian pekerja terancam dan sejumlah besar orang terjebak dalam kemiskinan.
Kondisi ini membuat mereka dihadapkan pada situasi krisis atau stres berat yang pada gilirannya berujung pada penyakit baik fisik maupun psikis.
"Stres dapat menjadi pembunuh utama yang nyata, baik di tempat kerja maupun di kehidupan sehari-hari," katanya. (Baca juga: Ibu Muda Nyaris Melahirkan di Pos Pantau Tol Cipularang)
Menurut dia, pihaknya telah membuat layanan kesehatan jiwa salah satunya stres, melalui ruangempati.com. Layanan online ini bekerja sama dengan beberapa institusi dan kelompok yang peduli terhadap kesehatan jiwa. (Baca juga: Mayjen Chairawan, Asisten Khusus Prabowo Tulis Buku Motivasi)
Aplikasi ruangempati.com memberi layanan diantaranya konseling online bagi yang membutuhkan, psikoedukasi, psikoterapi seni, olah raga dalam masa pandemi dan mindfulness meditation.
Lihat Juga: Kaukus Keswa : Hampir 30 Persen Pekerja Sektor Keuangan di Indonesia Mengalami Stres Kerja
(boy)