Antisipasi Dampak La Nina, BPBD Jabar Beri Perhatian Ekstra untuk Wilayah Ini
loading...
A
A
A
BANDUNG - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat memberikan perhatian ekstra terhadap sejumlah wilayah rawan bencana untuk mengantisipasi dampak fenomena La Nina dalam musim hujan 2020 ini.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Dani Ramdan menjelaskan, berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena La Nina bakal terjadi antara akhir 2020 hingga awal 2021 mendatang.
"Dengan adanya La Nina, intensitas hujan bakal lebih lebat dibandingkan tahun lalu. Daerah-daerah yang memiliki kerawanan pergerakan tanah maupun banjir mendapat atensi berlebih, mulai dari mitigasi maupun kesiapan logistiknya," ujar Dani di Bandung, Selasa (13/10/2020).
Menurut Dani, BMKG memprakirakan bahwa Indonesia pada umumnya bakal terkena dampak fenomena La Nina. Adapun musim hujan diprediksi mulai masuk di sebagian wilayah Indonesia pada Oktober-November ini dan puncaknya Januari-Februari kemudian mulai turun di Maret-April 2021.
"Nah La Nina ini fenomenanya adalah intensitas hujannya tinggi. Jadi nanti akhir tahun sampai Januari, Februari, akan sangat lebat hujan. Biasanya kalau di kita hujan lebat itu berimplikasi pada longsor dan banjir atau bencana hidrometeorologi," jelasnya.
Dani mengakui, fenomena La Nina akan berakibat terhadap peningkatan potensi bencana dan dampaknya, khususnya di Jabar. Meski begitu, pihaknya berharap, dengan meningkatnya kewaspadaan, dampak bencana tersebut dapat ditekan.
"Sebenarnya, dampak bencana itu bukan hanya potensi, tapi yang paling penting adalah kesiapan kita menghadapi. Kalau mitigasi bisa kita lakukan dari sekarang, mungkin dampak bisa kita eliminir," ujar Dani.
Oleh karenanya, lanjut Dani, BPBD Jabar pun memberikan perhatian ekstra kepada sejumlah wilayah rawan bencana di Jabar, yakni wilayah Bogor, Sukabumi, Selatan Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran di kawasan selatan Jabar.
Sementara di kawasan utara Jabar, perhatian ekstra diberikan kepada Karawang, Subang, dan Bekasi. Khusus di kawasan Bandung Raya, pihaknya menandai Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi.
"Bagi kabupaten/kota dengan tingkat kerawanan (bencana) tinggi, kita siapkan motivasi dan logistik bantuan. Kalau logistik, kita sudah rutin ya, dalam setahun itu dua sampai tiga kali kita perkuat kabupaten/kota," sebutnya.
"Kemarin menjelang kekeringan, kemudian menjelang musim hujan kita dorong. Jadi logistik kita 80%-nya ada di 27 kabupaten/kota kita distribusikan. Nah 20% bila ada kabupaten/kota yang ternyata habis, kita berikan dukungan lagi ke sana," katanya lagi.
Selain logistik, edukasi kebencanaan melalui mitigasi bencana pun intens dilakukan dengan menggandeng pemerintah kabupaten/kota, termasuk relawan kebencanaan.
"Kalau hanya mengandalkan BPBD tidak akan tercover. Maka, kita punya program Desa Tangguh Bencana dimana setiap desa itu kita latih perangkat desa mapun relawannya. Lalu, ada juga program Kampung Siaga Bencana. Polanya berjenjang," katanya.
Lebih lanjut Dani mengatakan, pandemi COVID-19 juga memaksa penanganan bencana berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain menangani bencana alam, pihaknya kini harus menangani pandemi, sehingga penanganan bencana menjadi berlipat.
"Sekarang itu kita harus merevisi rencana kontigensi kita karena selama ini, kita biasa menyusun rencana kontijensi dengan kebencanaan tunggal. Misalnya kontinjensi banjir, kontingensi longsor, dan sekarang kita menyusun kontigensi multi-hazard paling tidak banjir dan COVID-19, sehingga ada variabel yang agak berbeda dari sisi penanganan," papar Dani.
"Kalau dari sisi tanggap daruratnya itu hanya protokol kesehatan, tapi nanti di pengungsian kita harus ekstra. Pertama, kapasitas harus 2-3 kali lipat dari biasanya, lalu harus ada masker, alat cuci tangan, termasuk ruang isolasi bagi warga yang bergejala," sambungnya.
Dani menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan bekerja sama dengan toko retail dalam penyaluran logistik bagi warga terdampak bencana.
Menurutnya, langkah tersebut sebagai inovasi, agar logistik bantuan dapat diterima lebih cepat oleh warga terdampak bencana.
"Kita akan kerja sama dengan toko ritel seperti Alfamart, Indomaret, itu kan sudah sampai kecamatan. Jadi, kami berpikir daripada punya gudang setiap kecamatan berapa biayanya? Kenapa kita tidak kerja sama dengan ritel. Jadi, saat ada bencana, kita tinggal telepon, dari sana kemudian ke lokasi terdekat dimana nanti bayarnya bisa belakangan ketika dana BTT (bantuan tak terduga) turun," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, BMKG meminta pemerintah mengantisipasi datangnya musim hujan menyusul terdeteksinya la nina di Samudra Pasifik yang berdampak terhadap tingginya curah hujan di Indonesia. (Baca juga: Longsor Tutup Jalur Tasikmalaya-Pangandaran, Rumah dan Truk Tertimbun)
Hal itu dikatakan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam rapat virtual bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil terkait dampak bencana di musim hujan terhadap kenaikan kasus COVID-19 dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (9/10/2020).
Dijelaskan Dwikorita, La Nina merupakan anomali suhu muka air laut dimana suhu di laut akan lebih dingin, bahkan bisa sampai minus satu derajat celcius atau lebih. Akibatnya, aliran masa udara basah lebih kuat dibandingkan saat normal dari wilayah pasifik masuk ke Indonesia, terutama Indonesia timur, tengah, dan utara. (Baca juga: Penyekapan-Penganiayaan Polisi, Polda Jabar Dalami Dugaan Keterlibatan Kelompok Ini)
"Dampaknya adalah curah hujan bulanan di Indonesia ini akan semakin meningkat. Peningkatan ini bervariasi atau tidak seragam dari segi ruang dan waktu," jelasnya.
Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Dani Ramdan menjelaskan, berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena La Nina bakal terjadi antara akhir 2020 hingga awal 2021 mendatang.
"Dengan adanya La Nina, intensitas hujan bakal lebih lebat dibandingkan tahun lalu. Daerah-daerah yang memiliki kerawanan pergerakan tanah maupun banjir mendapat atensi berlebih, mulai dari mitigasi maupun kesiapan logistiknya," ujar Dani di Bandung, Selasa (13/10/2020).
Menurut Dani, BMKG memprakirakan bahwa Indonesia pada umumnya bakal terkena dampak fenomena La Nina. Adapun musim hujan diprediksi mulai masuk di sebagian wilayah Indonesia pada Oktober-November ini dan puncaknya Januari-Februari kemudian mulai turun di Maret-April 2021.
"Nah La Nina ini fenomenanya adalah intensitas hujannya tinggi. Jadi nanti akhir tahun sampai Januari, Februari, akan sangat lebat hujan. Biasanya kalau di kita hujan lebat itu berimplikasi pada longsor dan banjir atau bencana hidrometeorologi," jelasnya.
Dani mengakui, fenomena La Nina akan berakibat terhadap peningkatan potensi bencana dan dampaknya, khususnya di Jabar. Meski begitu, pihaknya berharap, dengan meningkatnya kewaspadaan, dampak bencana tersebut dapat ditekan.
"Sebenarnya, dampak bencana itu bukan hanya potensi, tapi yang paling penting adalah kesiapan kita menghadapi. Kalau mitigasi bisa kita lakukan dari sekarang, mungkin dampak bisa kita eliminir," ujar Dani.
Oleh karenanya, lanjut Dani, BPBD Jabar pun memberikan perhatian ekstra kepada sejumlah wilayah rawan bencana di Jabar, yakni wilayah Bogor, Sukabumi, Selatan Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran di kawasan selatan Jabar.
Sementara di kawasan utara Jabar, perhatian ekstra diberikan kepada Karawang, Subang, dan Bekasi. Khusus di kawasan Bandung Raya, pihaknya menandai Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi.
"Bagi kabupaten/kota dengan tingkat kerawanan (bencana) tinggi, kita siapkan motivasi dan logistik bantuan. Kalau logistik, kita sudah rutin ya, dalam setahun itu dua sampai tiga kali kita perkuat kabupaten/kota," sebutnya.
"Kemarin menjelang kekeringan, kemudian menjelang musim hujan kita dorong. Jadi logistik kita 80%-nya ada di 27 kabupaten/kota kita distribusikan. Nah 20% bila ada kabupaten/kota yang ternyata habis, kita berikan dukungan lagi ke sana," katanya lagi.
Selain logistik, edukasi kebencanaan melalui mitigasi bencana pun intens dilakukan dengan menggandeng pemerintah kabupaten/kota, termasuk relawan kebencanaan.
"Kalau hanya mengandalkan BPBD tidak akan tercover. Maka, kita punya program Desa Tangguh Bencana dimana setiap desa itu kita latih perangkat desa mapun relawannya. Lalu, ada juga program Kampung Siaga Bencana. Polanya berjenjang," katanya.
Lebih lanjut Dani mengatakan, pandemi COVID-19 juga memaksa penanganan bencana berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain menangani bencana alam, pihaknya kini harus menangani pandemi, sehingga penanganan bencana menjadi berlipat.
"Sekarang itu kita harus merevisi rencana kontigensi kita karena selama ini, kita biasa menyusun rencana kontijensi dengan kebencanaan tunggal. Misalnya kontinjensi banjir, kontingensi longsor, dan sekarang kita menyusun kontigensi multi-hazard paling tidak banjir dan COVID-19, sehingga ada variabel yang agak berbeda dari sisi penanganan," papar Dani.
"Kalau dari sisi tanggap daruratnya itu hanya protokol kesehatan, tapi nanti di pengungsian kita harus ekstra. Pertama, kapasitas harus 2-3 kali lipat dari biasanya, lalu harus ada masker, alat cuci tangan, termasuk ruang isolasi bagi warga yang bergejala," sambungnya.
Dani menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya juga akan bekerja sama dengan toko retail dalam penyaluran logistik bagi warga terdampak bencana.
Menurutnya, langkah tersebut sebagai inovasi, agar logistik bantuan dapat diterima lebih cepat oleh warga terdampak bencana.
"Kita akan kerja sama dengan toko ritel seperti Alfamart, Indomaret, itu kan sudah sampai kecamatan. Jadi, kami berpikir daripada punya gudang setiap kecamatan berapa biayanya? Kenapa kita tidak kerja sama dengan ritel. Jadi, saat ada bencana, kita tinggal telepon, dari sana kemudian ke lokasi terdekat dimana nanti bayarnya bisa belakangan ketika dana BTT (bantuan tak terduga) turun," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, BMKG meminta pemerintah mengantisipasi datangnya musim hujan menyusul terdeteksinya la nina di Samudra Pasifik yang berdampak terhadap tingginya curah hujan di Indonesia. (Baca juga: Longsor Tutup Jalur Tasikmalaya-Pangandaran, Rumah dan Truk Tertimbun)
Hal itu dikatakan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam rapat virtual bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil terkait dampak bencana di musim hujan terhadap kenaikan kasus COVID-19 dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (9/10/2020).
Dijelaskan Dwikorita, La Nina merupakan anomali suhu muka air laut dimana suhu di laut akan lebih dingin, bahkan bisa sampai minus satu derajat celcius atau lebih. Akibatnya, aliran masa udara basah lebih kuat dibandingkan saat normal dari wilayah pasifik masuk ke Indonesia, terutama Indonesia timur, tengah, dan utara. (Baca juga: Penyekapan-Penganiayaan Polisi, Polda Jabar Dalami Dugaan Keterlibatan Kelompok Ini)
"Dampaknya adalah curah hujan bulanan di Indonesia ini akan semakin meningkat. Peningkatan ini bervariasi atau tidak seragam dari segi ruang dan waktu," jelasnya.
(boy)