Edisi Perdana DCDC Pengadilan Musik Virtual Seret Ardhito Pramono ke Kursi Terdakwa
loading...
A
A
A
Dhito, sapaan akrab Ardhito Pramono, mengatakan, di EP tersebut, pendengar bisa merasakan masa lalu dirinya. Bagi Dhito, backyard atau halaman belakang diibaratkan sebagai tempat menyimpan berbagai kenangan. "Mulai dari (kenangan) baik, buruk, rahasia, pikiran, pendapat, dan perspektif saya simpan di halaman belakang, backyard," ujar dia.
Di EP tersebut, Dhito menuangkan ide ke dalam lima lagu, Trash Talkin’, 925, Here We Go Again/Fanboi, Plaza Avenue, dan Happy. Melalui musik, pria kelahiran Jakarta 22 Mei 1995 ini, menceritakan perjuangannya selama meniti karier sebagai musisi jazz.
"Sebagai seorang musisi dan penulis lagu, saya merasa apa yang saya tulis di 'Craziest Thing Happened in My Backyard' adalah perkembangan yang cukup pesat. Saya menulis dengan lebih jujur dan dewasa dari karya sebelumnya," tutur Dhito.
Di EP tersebut, Dhito mengaku lebih berani membuka cerita-cerita personal. Ada dua film yang jadi inspirasi ketika membuat EP, 'Craziest Thing Happened in My Backyard', yakni Midsommar karya sutradara Ari Aster dan Parasite karya Bong Joon-ho.
Dari dua film itu, Dhito, banyak melakukan eksplorasi dan eksperimen. Di lagu pertama, Trash Talkin' misalnya, Dhito hadir dengan sentuhan rockabilly ala Elvis Presley. Sedangkan di lagu 925, Dhito bercerita tentang keluh kesah kehidupan korporat.
Sementara, di tembang Here We Go Again/Fanboi, Dhito menyajikan lagu manis bernuansa Disney. Berbanding terbalik dengan nuansa happy, Dhito justru mengangkat tema cukup horor, tentang obsesi dan keinginan untuk memiliki yang berlebihan.
Dhito jujur bercerita tentang "kebiasaan minum" lewat Plaza Avenue. Namun lagu itu juga bertutur tentang cinta dan rayuan kepada kekasih.
EP Craziest Thing Happened in My Backyard ditutup dengan Happy. Lewat Happy, Dhito bernyanyi tentang penyesalan dan mempertanyakan diri sendiri apakah telah bisa membahagiakan orang tercinta atau belum.
Tim DCDC Pengadilan Musik telah membidik Ardhito Pramono menjadi bintang tamu pertama edisi virtual, sejak setahun lalu. Namun pandemi COVID-19 menyebabkan rencana "menyeret" Ardhito Pramon ke kursi terdakwa di acara reguler Pengadilan Musik, tertunda.
Marketing Manager Djarum Cokelat Agus Dani Hartono mengatakan, kehadiran Dhito pada DCDC Pengadilan Musik virtual bisa memberikan kejutan bagi Cokelat Friends -sebutan bagi penonton Pengadilan Musik- di rumah.
Di EP tersebut, Dhito menuangkan ide ke dalam lima lagu, Trash Talkin’, 925, Here We Go Again/Fanboi, Plaza Avenue, dan Happy. Melalui musik, pria kelahiran Jakarta 22 Mei 1995 ini, menceritakan perjuangannya selama meniti karier sebagai musisi jazz.
"Sebagai seorang musisi dan penulis lagu, saya merasa apa yang saya tulis di 'Craziest Thing Happened in My Backyard' adalah perkembangan yang cukup pesat. Saya menulis dengan lebih jujur dan dewasa dari karya sebelumnya," tutur Dhito.
Di EP tersebut, Dhito mengaku lebih berani membuka cerita-cerita personal. Ada dua film yang jadi inspirasi ketika membuat EP, 'Craziest Thing Happened in My Backyard', yakni Midsommar karya sutradara Ari Aster dan Parasite karya Bong Joon-ho.
Dari dua film itu, Dhito, banyak melakukan eksplorasi dan eksperimen. Di lagu pertama, Trash Talkin' misalnya, Dhito hadir dengan sentuhan rockabilly ala Elvis Presley. Sedangkan di lagu 925, Dhito bercerita tentang keluh kesah kehidupan korporat.
Sementara, di tembang Here We Go Again/Fanboi, Dhito menyajikan lagu manis bernuansa Disney. Berbanding terbalik dengan nuansa happy, Dhito justru mengangkat tema cukup horor, tentang obsesi dan keinginan untuk memiliki yang berlebihan.
Dhito jujur bercerita tentang "kebiasaan minum" lewat Plaza Avenue. Namun lagu itu juga bertutur tentang cinta dan rayuan kepada kekasih.
EP Craziest Thing Happened in My Backyard ditutup dengan Happy. Lewat Happy, Dhito bernyanyi tentang penyesalan dan mempertanyakan diri sendiri apakah telah bisa membahagiakan orang tercinta atau belum.
Tim DCDC Pengadilan Musik telah membidik Ardhito Pramono menjadi bintang tamu pertama edisi virtual, sejak setahun lalu. Namun pandemi COVID-19 menyebabkan rencana "menyeret" Ardhito Pramon ke kursi terdakwa di acara reguler Pengadilan Musik, tertunda.
Marketing Manager Djarum Cokelat Agus Dani Hartono mengatakan, kehadiran Dhito pada DCDC Pengadilan Musik virtual bisa memberikan kejutan bagi Cokelat Friends -sebutan bagi penonton Pengadilan Musik- di rumah.