Gelombang Dukungan Menangkan Kotak Kosong Menguat di Raja Ampat
loading...
A
A
A
WAISAI - Perhelatan pesta demokrasi, Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) serentak 2020 akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang. Ada 270 daerah di Indonesia, yang akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
(Baca juga: Kades Nita Hamili Stafnya Sendiri, Warga Desa Marah )
Dari 270 daerah di Indonesia, yang menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis ada 25 daerah yang menggelar Pilkada dengan pasangan calon (paslon) tunggal.
Komisioner KPU, Ilham Saputra mengatakan, di 25 daerah itu hingga saat ini masih terdapat hanya satu bakal paslon yang mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada.
Data ini tercatat setelah KPU memperpanjang masa pendaftaran paslon, namun tidak ada tambahan paslon yang mendaftar. "Jumlah daerah yang terdapat calon tunggal sebanyak 25 kabupaten/kota," ujar Ilham lewat rilis resmi KPU, belum lama ini.
Dari 25 daerah tersebut, salah satunya adalah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Ya, Kabupaten Raja Ampat hanya ada satu calon tunggal, yakni calon petahana, Abdul Faris Umlati yang menggandeng Orideko Burdam sebagai wakilnya.
(Baca juga: Ribuan Umat Islam Pematangsiantar Demo Salah Urus Jenazah )
Orideko merupakan birokrat murni dimana jabatan terakhirnya adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Pemkab Raja Ampat. Dalam Pilkada kali ini, pasangan Calon Faris Umlati-Orideko Burdam diusung sejumlah partai politik baik yang memiliki kursi di legislatif maupun yang tidak memiliki kursi.
Kepada wartawan, Faris Umlati menyampaikan bahwa mengambil rekomendasi berbagai partai politik tidak mudah. Ada proses yang panjang, berbagai indikator menjadi penilaian parpol dalam mengusung dia dan wakilnya dalam Pilkada Raja Ampat kali ini.
Faris bahkan mengaku walaupun maju sebagai calon tunggal, namun perkara melawan kotak kosong, bukanlah hal yang mudah. Namun keduanya mempunyai tujuan yang jelas dalam Pilkada kali ini.
"Kami pasangan FOR4 mendapat rekomendasi dari Demokrat, Golkar, PAN, PKS, Gerindra, PKB, Nasdem, dan PDIP serta PSI dan juga Garuda. Dan dipastikan kami melawan kotak kosong, tidak mudah memang, namun kami memiliki tujuan yang jelas," ungkap Faris belum lama ini di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat.
(Baca juga: Bawa Wanita Seksi, Pengusaha Tersandung Korupsi Alami Kecelakaan )
Menurut Faris merebut partai politik dan melawan kotak kosong dalam Pilkada , hanya memiliki satu tujuan, yaitu menyatukan masyarakat dan menghindari konflik yang berkepanjangan di Kabupaten Raja Ampat.
"Setiap menjelang Pilkada maupun setelah selesai. Masyarakat masih terkotak-kotak, masih ada gesekan dan lain sebagainya. Ini yang kami ingin akhiri dalam momentum Pilkada tahun ini. Kami ingin semua hidup dalam kedamaian, saling merangkul untuk sama-sama memajukan Raja Ampat," ujar Faris.
Perjuangan pendukung Faris-Ori dengan slogan FOR4, hingga saat ini terus melakukan konsolidasi. Di beberapa kampung di Raja Ampat, gaung untuk memenangkan kedua pasangan ini terlihat terus meningkat, warga di beberapa kampung pun mulai memberikan dukungan kepada paslon ini.
Beberapa hari terakhir, dukungan kepada kedua paslon terus meningkat. Tim sukses koalisi partai mulai disebarkan ke sejumlah Dapil. Mereka turun ke kampung-kampung untuk menyosialisasikan pilihan calon tunggal.
(Baca juga: Marinir Pastikan Patok Batas Indonesia-Malaysia Tak Bergeser )
Namun sayangnya, kunjungan tim sukses Faris-Ori tak berjalan mulus, dimana tim kerap mendapat aksi penolakan oleh warga. Mereka yang menolak rata-rata adalah warga yang mengaku kecewa dengan kepemimpinan Faris pada periode sebelumnya.
"Banyak janji politik dari Faris saat menjabat sebagai Bupati Raja Ampat, tidak terpenuhi," ungkap Yakobus, salah seorang warga di wilayah Kampung Wejim Timur.
Bahkan aksi penolakan terhadap tim koalisi partai (tim sukses AFU-ORI) dilakukan dengan cara yang unik, di mana warga yang menolak menggunakan buah lemon asam, yang menurut istilah masyakarat setempat menggambarkan jangan datang untuk membuat janji-janji kepada masyarakat.
Sejak ditetapkannya pasangan calon tunggal pada Pilkada Kabupaten Raja Ampat, oleh KPU Kabupaten Raja Ampat, tim kampanye pasangan calon tunggal yang turun ke beberapa kampung di Raja Ampat mulai menuai aksi penolakan oleh masyarakat kampung yang ada di distrik-distrik di Kabupaten Raja Ampat.
(Baca juga: Berkat Termos, Nelayan Hilang di Perairan Mlonggo Jepara Selamat )
Penolakan masyarakat kampung ini viral dan beredar di media sosial seperti yang terjadi di kampung Wejim Timur, dan Wejim Barat, Distrik Kepulauan Sembilan; Kampung Meosmanggara, Distrik Waigeo Barat Kepulauan; Kampung Boni/Warkori Distrik Wawarbomi; serta masyarakat yang ada di Distrik Waigeo Utara, Kabupaten Raja Ampat.
Aksi penolakan yang dilakukan masyarakat dibeberapa kampung ini, diduga merupakan dampak dari lima tahun kepemimpinan Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati yang saat ini memborong hampir semua partai politik baik yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Raja Ampat, maupun yang tidak memilik kursi, dan hanya menyisakan Partai Hanura dengan dua kursi di DPRD Kabupaten Raja Ampat saja yang tidak memberikan rekomendasi.
Menurut Ketua Aliansi Raja Ampat Bersatu (ARAB), Alberth Mayor, calon tunggal di Pilkada Raja Ampat, menjadi bukti kegagalan proses kaderisasi dan demokrasi di masyarakat. "Namun juga menjadi bukti kesadaran masyarakat untuk menjalankan hak konstitusinya, dengan memilih kotak kosong," tuturnya.
Aksi spontanitas masyarakat menolak kehadiran tim sukses Faris-Ori, menurut Alberth menandakan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi semakin sadar bahwa demokrasi di Raja Ampat, telah mati.
"Pesta rakyat atau pesta demokrasi yang harusnya bisa melahirkan pemimpin Raja Ampat, dari sebuah proses pemilihan, ternyata tidak dapat berjalan dengan baik, dikarenakan petahana yang adalah pembina politik memborong hampir semua parpol untuk maju sebagai calon tunggal dalam Pilkada ," tegasnya.
(Baca juga: Pemerkosa Anak Tiri yang Kabur Dari Tahanan Ditembak di Pali )
Dalam UU No. 10/2016 tentang Pilkada, mengatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti calon tunggal tepatnya dalam pasal 54 D, yang menyebutkan bahwa pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50% suara sah.
Jika suara tidak mencapai lebih dari 50%, maka pasangan calon tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam Pilkada berikutnya. Hal ini juga tertuang dalam pasal 25 ayat 1 PKPU No. 13/2018.
Bagi kelompok masyarakat yang dalam Pilkada calon tunggalnya tidak sesuai dengan harapannya tetap harus datang ke TPS pada tanggal pelaksanaan Pilkada . Mereka bisa memilih kotak kosong, sebab memilih kotak kosong dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Memilih kotak kosong berbeda dan atau tidak sama dengan golput, sebab warga yang memiliki hak suara datang ke TPS untuk memilih, walaupun yang dicoblos adalah kotak kosong dan itu tidak melanggar hukum.
(Baca juga: Sebelum Tewas ASN Kejari Labuhanbatu Dibenamkan ke Lumpur )
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi mengungkapkan, kampanye kotak kosong di daerah yang menggelar Pilkada dengan satu pasangan calon kepala daerah masih menemui kendala. Kampanye kotak kosong kerap dibatasi, karena dianggap mengajak orang lain untuk golput atau tidak memilih.
Padahal, di daerah yang hanya terdapat satu paslon, pemilih diperkenankan untuk memberikan hak suaranya kepada kotak kosong yang menjadi lawan paslon tunggal tersebut. "Sayangnya, ketika mengampanyekan kotak kosong itu justru dituduh mengampanyekan golongan putih atau golput," kata Ratna dalam sebuah diskusi virtual belum lama ini.
Ratna mengatakan, hal ini terjadi karena regulasi yang ada belum memberikan ruang yang cukup untuk kampanye kotak kosong. Menurut undang-undang dan PKPU, kampanye harus dilakukan tim. Sedangkan tim kampanye sendiri harus terdaftar di KPU.
Sementara, peraturan perundang-undangan tak mengatur adanya tim kampanye kotak kosong. "Nah, ini kekosongan regulasi kita dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kebebasan berpendapat dalam rangka kontestasi dengan kotak kosong ini," ujar Ratna.
(Baca juga: Kades Nita Hamili Stafnya Sendiri, Warga Desa Marah )
Dari 270 daerah di Indonesia, yang menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis ada 25 daerah yang menggelar Pilkada dengan pasangan calon (paslon) tunggal.
Komisioner KPU, Ilham Saputra mengatakan, di 25 daerah itu hingga saat ini masih terdapat hanya satu bakal paslon yang mendaftarkan diri sebagai peserta Pilkada.
Data ini tercatat setelah KPU memperpanjang masa pendaftaran paslon, namun tidak ada tambahan paslon yang mendaftar. "Jumlah daerah yang terdapat calon tunggal sebanyak 25 kabupaten/kota," ujar Ilham lewat rilis resmi KPU, belum lama ini.
Dari 25 daerah tersebut, salah satunya adalah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Ya, Kabupaten Raja Ampat hanya ada satu calon tunggal, yakni calon petahana, Abdul Faris Umlati yang menggandeng Orideko Burdam sebagai wakilnya.
(Baca juga: Ribuan Umat Islam Pematangsiantar Demo Salah Urus Jenazah )
Orideko merupakan birokrat murni dimana jabatan terakhirnya adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Pemkab Raja Ampat. Dalam Pilkada kali ini, pasangan Calon Faris Umlati-Orideko Burdam diusung sejumlah partai politik baik yang memiliki kursi di legislatif maupun yang tidak memiliki kursi.
Kepada wartawan, Faris Umlati menyampaikan bahwa mengambil rekomendasi berbagai partai politik tidak mudah. Ada proses yang panjang, berbagai indikator menjadi penilaian parpol dalam mengusung dia dan wakilnya dalam Pilkada Raja Ampat kali ini.
Faris bahkan mengaku walaupun maju sebagai calon tunggal, namun perkara melawan kotak kosong, bukanlah hal yang mudah. Namun keduanya mempunyai tujuan yang jelas dalam Pilkada kali ini.
"Kami pasangan FOR4 mendapat rekomendasi dari Demokrat, Golkar, PAN, PKS, Gerindra, PKB, Nasdem, dan PDIP serta PSI dan juga Garuda. Dan dipastikan kami melawan kotak kosong, tidak mudah memang, namun kami memiliki tujuan yang jelas," ungkap Faris belum lama ini di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat.
(Baca juga: Bawa Wanita Seksi, Pengusaha Tersandung Korupsi Alami Kecelakaan )
Menurut Faris merebut partai politik dan melawan kotak kosong dalam Pilkada , hanya memiliki satu tujuan, yaitu menyatukan masyarakat dan menghindari konflik yang berkepanjangan di Kabupaten Raja Ampat.
"Setiap menjelang Pilkada maupun setelah selesai. Masyarakat masih terkotak-kotak, masih ada gesekan dan lain sebagainya. Ini yang kami ingin akhiri dalam momentum Pilkada tahun ini. Kami ingin semua hidup dalam kedamaian, saling merangkul untuk sama-sama memajukan Raja Ampat," ujar Faris.
Perjuangan pendukung Faris-Ori dengan slogan FOR4, hingga saat ini terus melakukan konsolidasi. Di beberapa kampung di Raja Ampat, gaung untuk memenangkan kedua pasangan ini terlihat terus meningkat, warga di beberapa kampung pun mulai memberikan dukungan kepada paslon ini.
Beberapa hari terakhir, dukungan kepada kedua paslon terus meningkat. Tim sukses koalisi partai mulai disebarkan ke sejumlah Dapil. Mereka turun ke kampung-kampung untuk menyosialisasikan pilihan calon tunggal.
(Baca juga: Marinir Pastikan Patok Batas Indonesia-Malaysia Tak Bergeser )
Namun sayangnya, kunjungan tim sukses Faris-Ori tak berjalan mulus, dimana tim kerap mendapat aksi penolakan oleh warga. Mereka yang menolak rata-rata adalah warga yang mengaku kecewa dengan kepemimpinan Faris pada periode sebelumnya.
"Banyak janji politik dari Faris saat menjabat sebagai Bupati Raja Ampat, tidak terpenuhi," ungkap Yakobus, salah seorang warga di wilayah Kampung Wejim Timur.
Bahkan aksi penolakan terhadap tim koalisi partai (tim sukses AFU-ORI) dilakukan dengan cara yang unik, di mana warga yang menolak menggunakan buah lemon asam, yang menurut istilah masyakarat setempat menggambarkan jangan datang untuk membuat janji-janji kepada masyarakat.
Sejak ditetapkannya pasangan calon tunggal pada Pilkada Kabupaten Raja Ampat, oleh KPU Kabupaten Raja Ampat, tim kampanye pasangan calon tunggal yang turun ke beberapa kampung di Raja Ampat mulai menuai aksi penolakan oleh masyarakat kampung yang ada di distrik-distrik di Kabupaten Raja Ampat.
(Baca juga: Berkat Termos, Nelayan Hilang di Perairan Mlonggo Jepara Selamat )
Penolakan masyarakat kampung ini viral dan beredar di media sosial seperti yang terjadi di kampung Wejim Timur, dan Wejim Barat, Distrik Kepulauan Sembilan; Kampung Meosmanggara, Distrik Waigeo Barat Kepulauan; Kampung Boni/Warkori Distrik Wawarbomi; serta masyarakat yang ada di Distrik Waigeo Utara, Kabupaten Raja Ampat.
Aksi penolakan yang dilakukan masyarakat dibeberapa kampung ini, diduga merupakan dampak dari lima tahun kepemimpinan Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati yang saat ini memborong hampir semua partai politik baik yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Raja Ampat, maupun yang tidak memilik kursi, dan hanya menyisakan Partai Hanura dengan dua kursi di DPRD Kabupaten Raja Ampat saja yang tidak memberikan rekomendasi.
Menurut Ketua Aliansi Raja Ampat Bersatu (ARAB), Alberth Mayor, calon tunggal di Pilkada Raja Ampat, menjadi bukti kegagalan proses kaderisasi dan demokrasi di masyarakat. "Namun juga menjadi bukti kesadaran masyarakat untuk menjalankan hak konstitusinya, dengan memilih kotak kosong," tuturnya.
Aksi spontanitas masyarakat menolak kehadiran tim sukses Faris-Ori, menurut Alberth menandakan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi semakin sadar bahwa demokrasi di Raja Ampat, telah mati.
"Pesta rakyat atau pesta demokrasi yang harusnya bisa melahirkan pemimpin Raja Ampat, dari sebuah proses pemilihan, ternyata tidak dapat berjalan dengan baik, dikarenakan petahana yang adalah pembina politik memborong hampir semua parpol untuk maju sebagai calon tunggal dalam Pilkada ," tegasnya.
(Baca juga: Pemerkosa Anak Tiri yang Kabur Dari Tahanan Ditembak di Pali )
Dalam UU No. 10/2016 tentang Pilkada, mengatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti calon tunggal tepatnya dalam pasal 54 D, yang menyebutkan bahwa pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50% suara sah.
Jika suara tidak mencapai lebih dari 50%, maka pasangan calon tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam Pilkada berikutnya. Hal ini juga tertuang dalam pasal 25 ayat 1 PKPU No. 13/2018.
Bagi kelompok masyarakat yang dalam Pilkada calon tunggalnya tidak sesuai dengan harapannya tetap harus datang ke TPS pada tanggal pelaksanaan Pilkada . Mereka bisa memilih kotak kosong, sebab memilih kotak kosong dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Memilih kotak kosong berbeda dan atau tidak sama dengan golput, sebab warga yang memiliki hak suara datang ke TPS untuk memilih, walaupun yang dicoblos adalah kotak kosong dan itu tidak melanggar hukum.
(Baca juga: Sebelum Tewas ASN Kejari Labuhanbatu Dibenamkan ke Lumpur )
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi mengungkapkan, kampanye kotak kosong di daerah yang menggelar Pilkada dengan satu pasangan calon kepala daerah masih menemui kendala. Kampanye kotak kosong kerap dibatasi, karena dianggap mengajak orang lain untuk golput atau tidak memilih.
Padahal, di daerah yang hanya terdapat satu paslon, pemilih diperkenankan untuk memberikan hak suaranya kepada kotak kosong yang menjadi lawan paslon tunggal tersebut. "Sayangnya, ketika mengampanyekan kotak kosong itu justru dituduh mengampanyekan golongan putih atau golput," kata Ratna dalam sebuah diskusi virtual belum lama ini.
Ratna mengatakan, hal ini terjadi karena regulasi yang ada belum memberikan ruang yang cukup untuk kampanye kotak kosong. Menurut undang-undang dan PKPU, kampanye harus dilakukan tim. Sedangkan tim kampanye sendiri harus terdaftar di KPU.
Sementara, peraturan perundang-undangan tak mengatur adanya tim kampanye kotak kosong. "Nah, ini kekosongan regulasi kita dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kebebasan berpendapat dalam rangka kontestasi dengan kotak kosong ini," ujar Ratna.
(eyt)