Epidemiolog Undip: Bakal Terjadi Ledakan Kasus COVID-19 Pasca-Pilkada
loading...
A
A
A
SEMARANG - Epidemiolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang , Prof Dr dr Suharyo Hadisaputro Sp.PD-KPTI, memprediksi bakal terjadi ledakan kasus COVID-19 terjadi pasca- Pilkada Serentak 2020.
Semangat pendukung untuk memenangkan pasangan calon akan membuat mereka abai terhadap protokol kesehatan.
“Kalau saya dari pandangan aspek epidemiologi kurang setuju (Pilkada) oleh karena beberapa hal yang perlu dipikirkan. Bahwa saat ini jumlah kasus COVID-19 tiap harinya itu lebih dari 4.000,” kata Prof Suharyo, Kamis (1/10/2020). (BACA JUGA: Makanan Sehat Ini Baik untuk Anak Selama Pandemi Covid-19)
“Kita tahu bahwa bulan pada awal-awal Covid-19 itu kan meningkat 50.000, dari 0 sampai 50.000 dibutuhkan waktu 120 hari, kemudian 50.000 berikutnya dibutuhkan waktu 32 hari, kemudian 50.000 berikutnya dibutuhkan waktu hanya 20 hari, sekarang ini 50.000 peningkatan kasus baru itu dibutuhkan hanya waktu 15 hari. Sehingga makin lama makin pendek (waktu penularan) jumlah kasus ini,” beber dia.
Peningkatan kasus Covid-19 diperkirakan akan semakin cepat, usai gelaran Pilkada 2020. Sebab, Pilkada berpotensi menciptakan ruang untuk masyarakat berkerumun. Masa kampanye dan pencoblosan pada 9 Desember, menjadi saat-saat kritis penularan Covid-19.
“Adaptasi kebiasaan baru pada masyarakat di dalam pencegahan Covid-19 itu belum bisa diterapkan secara bagus. Pilkada itu kan ada tahapan kampanye, kemudian ada tahapan Pilkadanya (pencoblosan) sendiri itu kan rentan terhadap (penularan) Covid-19,” ungkapnya. (
“Di satu pihak, orang-orang yang umurnya lebih dari 60 tahun, banyak penyakit penyerta. Itu rentan. Sehingga kalau ikut-ikut Pilkada, berarti kan juga orang-orang ini juga ada risiko. Adaptasi kesehatan baru masyarakat juga belum sesuai dengan yang digariskan,” tutur dia.
Oleh karenanya ledakan kasus COVID-19 diprediksi bakal terjadi usai Pilkada. Angka kasus positif akan melonjak drastis bila masyarakat pemilih maupun penyelenggara tak menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Posibilitasnya atau kemungkinannya habis Pilkada, bukan pas Pilkada. Habis Pilkada kemungkinan akan terjadi ada yang memperkirakan seperti bom waktu. Kemungkinan akan meledak lebih tinggi dari sekarang ini,” ucapnya.
“Lebih-lebih kalau masyarakat tidak memenuhi protokol kesehatan. Lebih-lebih Pilkada ini kan (pendukung) ingin memenangkan calonnya sendiri-sendiri, sehingga protokol kesehatan kelihatannya pasti akan dilanggar. Jadi dia mementingkan calonnya untuk menang, gimana caranya? Protokol kesehatan akan dilanggar,” tandasnya.
Semangat pendukung untuk memenangkan pasangan calon akan membuat mereka abai terhadap protokol kesehatan.
“Kalau saya dari pandangan aspek epidemiologi kurang setuju (Pilkada) oleh karena beberapa hal yang perlu dipikirkan. Bahwa saat ini jumlah kasus COVID-19 tiap harinya itu lebih dari 4.000,” kata Prof Suharyo, Kamis (1/10/2020). (BACA JUGA: Makanan Sehat Ini Baik untuk Anak Selama Pandemi Covid-19)
“Kita tahu bahwa bulan pada awal-awal Covid-19 itu kan meningkat 50.000, dari 0 sampai 50.000 dibutuhkan waktu 120 hari, kemudian 50.000 berikutnya dibutuhkan waktu 32 hari, kemudian 50.000 berikutnya dibutuhkan waktu hanya 20 hari, sekarang ini 50.000 peningkatan kasus baru itu dibutuhkan hanya waktu 15 hari. Sehingga makin lama makin pendek (waktu penularan) jumlah kasus ini,” beber dia.
Peningkatan kasus Covid-19 diperkirakan akan semakin cepat, usai gelaran Pilkada 2020. Sebab, Pilkada berpotensi menciptakan ruang untuk masyarakat berkerumun. Masa kampanye dan pencoblosan pada 9 Desember, menjadi saat-saat kritis penularan Covid-19.
“Adaptasi kebiasaan baru pada masyarakat di dalam pencegahan Covid-19 itu belum bisa diterapkan secara bagus. Pilkada itu kan ada tahapan kampanye, kemudian ada tahapan Pilkadanya (pencoblosan) sendiri itu kan rentan terhadap (penularan) Covid-19,” ungkapnya. (
“Di satu pihak, orang-orang yang umurnya lebih dari 60 tahun, banyak penyakit penyerta. Itu rentan. Sehingga kalau ikut-ikut Pilkada, berarti kan juga orang-orang ini juga ada risiko. Adaptasi kesehatan baru masyarakat juga belum sesuai dengan yang digariskan,” tutur dia.
Oleh karenanya ledakan kasus COVID-19 diprediksi bakal terjadi usai Pilkada. Angka kasus positif akan melonjak drastis bila masyarakat pemilih maupun penyelenggara tak menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Posibilitasnya atau kemungkinannya habis Pilkada, bukan pas Pilkada. Habis Pilkada kemungkinan akan terjadi ada yang memperkirakan seperti bom waktu. Kemungkinan akan meledak lebih tinggi dari sekarang ini,” ucapnya.
“Lebih-lebih kalau masyarakat tidak memenuhi protokol kesehatan. Lebih-lebih Pilkada ini kan (pendukung) ingin memenangkan calonnya sendiri-sendiri, sehingga protokol kesehatan kelihatannya pasti akan dilanggar. Jadi dia mementingkan calonnya untuk menang, gimana caranya? Protokol kesehatan akan dilanggar,” tandasnya.
(vit)