Kisah Letkol Dhomber, Putra Dayak yang Nyamar Jadi Orang Filipina dalam Upaya Merebut Kalimantan
loading...
A
A
A
Dengan menumpang kapal milik perusahaan De La Rama Shipping Company, MV Northen Hawker, Dhomber bersama Moelyono Adikusuma berlayar menuju Kalimantan Timur yang pada saat itu diduduki oleh NICA termasuk di dalamnya Kesultanan Bulungan. Rute perjalanan yang dilalui, dari Manila menuju Cebu City terus menuju Bais Dumaguete (Negros Occ) dilanjutkan ke Zamboanga lalu menuju Cotabato dan dilanjutkan ke Jolo.
Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan).
Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Saat itu sedang diadakan perayaan Berau yang dilaksanakan oleh Sultan Bulungan ke-10 yang bernama Sultan Djalaluddin. Karena kesibukan menyambut perayaan, kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dari dinas intel NICA. Saat berkomunikasi pun Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu.
Selain itu, Dhomber juga mengubah namanya menjadi Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui Dinas Intelejen NICA, terbukti saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikannya.
Status sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Mereka juga merintis kontak dengan para pejuang di Kalimantan Selatan dan Dayak Besar.
Data-data yang dianggap penting mereka kumpulkan, di antaranya tentang kesiapsiagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi politik, sosial, dan budaya. Semua aktivitas intelijen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, dilaporkan oleh Dhomber melalui suratnya yang ditujukan kepada Komandan Pasukan MN 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Yogyakarta.
Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman Kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari RI yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda.
Pada tanggal 6 Desember 1947, Mayor Tjilik Riwut sebagai Komandan MN 1001 MBT mendapat perintah untuk membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kalimantan baik bersifat Batalion maupun Resimen dengan maksud untuk mempersatukan perjuangan yang ada di Kalimantan. Atas dasar perintah tersebut, kemudian Mayor Tjilik Riwut mengirim utusan untuk menjajaki pembentukan TNI di Kalimantan.
Utusan yang dikirim ke Kalimantan adalah Domay Agan, Wakil Kepala Staf Pasukan MN 1001 sebagai Komandan Patroli; Letnan Abdusjukurrachim, sebagai Wakil Komandan Sektor Kalimantan Tenggara; Letnan Monopol Mohammmad, sebagai Koordinator Gerakan Rahasia terutama untuk daerah Sampit; Dhomber, pemuda asli Kalimantan yang bertugas untuk mengorganisir gerakan perjuangan yang ada di Kalimantan.
Dhomber yang telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia di Kalimantan Timur semakin mendapat tempat di Angkatan Udara. Kiprahnya yang gemilang memposisikan Dhomber menjadi penguasa perang udara di Kalimantan, yaitu ketika menjadi Komandan Detasemen AURI Balikpapan pada tahun 1958. Kemudian pada tahun 1961-1963 Dhomber juga dipercaya sebagai Komandan Lanud Iskandar Muda (Pangkalan Bun) Kalimantan Tengah.
Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan).
Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Saat itu sedang diadakan perayaan Berau yang dilaksanakan oleh Sultan Bulungan ke-10 yang bernama Sultan Djalaluddin. Karena kesibukan menyambut perayaan, kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dari dinas intel NICA. Saat berkomunikasi pun Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu.
Selain itu, Dhomber juga mengubah namanya menjadi Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui Dinas Intelejen NICA, terbukti saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikannya.
Status sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Mereka juga merintis kontak dengan para pejuang di Kalimantan Selatan dan Dayak Besar.
Data-data yang dianggap penting mereka kumpulkan, di antaranya tentang kesiapsiagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi politik, sosial, dan budaya. Semua aktivitas intelijen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, dilaporkan oleh Dhomber melalui suratnya yang ditujukan kepada Komandan Pasukan MN 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Yogyakarta.
Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman Kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari RI yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda.
Pada tanggal 6 Desember 1947, Mayor Tjilik Riwut sebagai Komandan MN 1001 MBT mendapat perintah untuk membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kalimantan baik bersifat Batalion maupun Resimen dengan maksud untuk mempersatukan perjuangan yang ada di Kalimantan. Atas dasar perintah tersebut, kemudian Mayor Tjilik Riwut mengirim utusan untuk menjajaki pembentukan TNI di Kalimantan.
Utusan yang dikirim ke Kalimantan adalah Domay Agan, Wakil Kepala Staf Pasukan MN 1001 sebagai Komandan Patroli; Letnan Abdusjukurrachim, sebagai Wakil Komandan Sektor Kalimantan Tenggara; Letnan Monopol Mohammmad, sebagai Koordinator Gerakan Rahasia terutama untuk daerah Sampit; Dhomber, pemuda asli Kalimantan yang bertugas untuk mengorganisir gerakan perjuangan yang ada di Kalimantan.
Dhomber yang telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia di Kalimantan Timur semakin mendapat tempat di Angkatan Udara. Kiprahnya yang gemilang memposisikan Dhomber menjadi penguasa perang udara di Kalimantan, yaitu ketika menjadi Komandan Detasemen AURI Balikpapan pada tahun 1958. Kemudian pada tahun 1961-1963 Dhomber juga dipercaya sebagai Komandan Lanud Iskandar Muda (Pangkalan Bun) Kalimantan Tengah.