Desak Bupati Blitar Tertibkan Tambang Ilegal, Massa PMII Disatroni Preman
loading...
A
A
A
BLITAR - Aksi aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendesak Bupati Blitar Rijanto bersikap tegas terhadap praktek tambang pasir (Galian C) ilegal, dibubarkan segerombolan orang tak dikenal. Dengan berteriak teriak kasar, massa yang datang dengan menumpang empat truk, memaksa para aktivis mahasiswa menghentikan aksi unjuk rasa di Kantor Pemkab Blitar.
"Mereka berteriak teriak dan inginnya kami membubarkan diri," ujar Ketua PMII Blitar Fathur Rohman kepada Sindonews.com Rabu (26/8/2020). Tidak diketahui pasti dari mana puluhan orang itu berasal. Dari penampilan dan tindak tanduknya yang kasar, kata Rohman, mereka seperti kelompok preman. "Sepertinya preman," tambah Rohman. (Baca: Pemkab Blitar Menyerah Hadapi Penambang Pasir Liar)
Gerombolan orang yang berjumlah lebih besar tersebut langsung membayangi massa aktivis mahasiswa yang berjumlah sekitar 50 an orang. Begitu turun dari truk yang sepintas terlihat bekas pengangkut material pasir, mereka langsung menyatroni para aktivis mahasiswa yang tengah berorasi. Tidak hanya menghardik dan berteriak kasar.
Ada beberapa yang juga melakukan aksi melempar yang untungnya berhasil dihindari. "Intinya kami dipaksa bubar tidak melanjutkan demo," tambah Fathur Rohman. Tekanan massa tandingan yang berlangsung di Kantor Pemkab dan Polres Blitar tersebut tidak menyurutkan semangat para aktivis untuk terus menyuarakan aspirasi.
Puluhan aktivis PMII Blitar Raya mendesak Blitar Rijanto untuk bersikap tegas terhadap praktek tambang pasir liar (Galian C) yang marak di Kabupaten Blitar. Para aktivis mendesak Pemkab segera menerbitkan regulasi yang jelas. "Kami tidak menuntut penutupan tambang. Tapi meminta ada regulasi jelas untuk penertiban dan pengelolaan," tegas Fathur Rohman.
Dalam orasinya para aktivis menuding Pemkab terkesan melakukan pembiaran praktek pertambangan ilegal. Bertahun tahun para penambang, yakni terutama dari kelompok pemodal, leluasa melakukan aktivitas ilegalnya. Mulai di kawasan DAS Brantas hingga di wilayah Gunung Kelud, yakni di Kecamatan Kademangan, Sutojayan, Garum, Gandusari dan Nglegok, mayoritas penambang kata Rohman tidak ada yang berijin.
"Kalau pun ada yang berizin, setelah kita cek mereka hanya klaim," papar Fathur Rohman. Tidak hanya merusak lingkungan, yakni terutama mata air dan pencemaran lingkungan. Aktivitas tambang liar dengan ratusan kendaraan pengangkut material yang berlalu lalang juga merusak jalan dan bangunan rumah warga. Menurut Rohman, dalam unjuk rasa tersebut, mereka tetap bertahan dari tekanan massa tandingan. (Baca: Naikkan PAD, DPRD Blitar Minta Tambang Rakyat Galian C Dilegalkan)
Beruntung, aparat kepolisian segera datang dan langsung membuat barikade agar kedua massa tidak bertemu. Meski sempat bersitegang, kedua massa tidak sampai terlibat bentrok fisik. Rohman menambahkan, dalam aksi tersebut perwakilan Pemkab Blitar tidak bersedia menandatangani MoU yang disodorkan aktivis mahasiswa. "Namun mereka (Pemkab Blitar) menjanjikan hearing yang waktunya akan diberitahukan lebih lanjut," jelas Fathur Rohman.
Menanggapi aksi dengan dua massa yang bersitegang, Kabag Ops Polres Blitar Kompol Sapto Rachmadi mengatakan, polres hanya menerima surat pemberitahuan dari mahasiswa. Sementara massa tandingan yang ternyata golongan para penambang pasir, kata Sapto tidak menyampaikan pemberitahuan. "Tidak sampai ada bentrokan dan kontak fisik. Mereka langsung bubar," ujar Sapto Rahmadi singkat.
"Mereka berteriak teriak dan inginnya kami membubarkan diri," ujar Ketua PMII Blitar Fathur Rohman kepada Sindonews.com Rabu (26/8/2020). Tidak diketahui pasti dari mana puluhan orang itu berasal. Dari penampilan dan tindak tanduknya yang kasar, kata Rohman, mereka seperti kelompok preman. "Sepertinya preman," tambah Rohman. (Baca: Pemkab Blitar Menyerah Hadapi Penambang Pasir Liar)
Gerombolan orang yang berjumlah lebih besar tersebut langsung membayangi massa aktivis mahasiswa yang berjumlah sekitar 50 an orang. Begitu turun dari truk yang sepintas terlihat bekas pengangkut material pasir, mereka langsung menyatroni para aktivis mahasiswa yang tengah berorasi. Tidak hanya menghardik dan berteriak kasar.
Ada beberapa yang juga melakukan aksi melempar yang untungnya berhasil dihindari. "Intinya kami dipaksa bubar tidak melanjutkan demo," tambah Fathur Rohman. Tekanan massa tandingan yang berlangsung di Kantor Pemkab dan Polres Blitar tersebut tidak menyurutkan semangat para aktivis untuk terus menyuarakan aspirasi.
Puluhan aktivis PMII Blitar Raya mendesak Blitar Rijanto untuk bersikap tegas terhadap praktek tambang pasir liar (Galian C) yang marak di Kabupaten Blitar. Para aktivis mendesak Pemkab segera menerbitkan regulasi yang jelas. "Kami tidak menuntut penutupan tambang. Tapi meminta ada regulasi jelas untuk penertiban dan pengelolaan," tegas Fathur Rohman.
Dalam orasinya para aktivis menuding Pemkab terkesan melakukan pembiaran praktek pertambangan ilegal. Bertahun tahun para penambang, yakni terutama dari kelompok pemodal, leluasa melakukan aktivitas ilegalnya. Mulai di kawasan DAS Brantas hingga di wilayah Gunung Kelud, yakni di Kecamatan Kademangan, Sutojayan, Garum, Gandusari dan Nglegok, mayoritas penambang kata Rohman tidak ada yang berijin.
"Kalau pun ada yang berizin, setelah kita cek mereka hanya klaim," papar Fathur Rohman. Tidak hanya merusak lingkungan, yakni terutama mata air dan pencemaran lingkungan. Aktivitas tambang liar dengan ratusan kendaraan pengangkut material yang berlalu lalang juga merusak jalan dan bangunan rumah warga. Menurut Rohman, dalam unjuk rasa tersebut, mereka tetap bertahan dari tekanan massa tandingan. (Baca: Naikkan PAD, DPRD Blitar Minta Tambang Rakyat Galian C Dilegalkan)
Beruntung, aparat kepolisian segera datang dan langsung membuat barikade agar kedua massa tidak bertemu. Meski sempat bersitegang, kedua massa tidak sampai terlibat bentrok fisik. Rohman menambahkan, dalam aksi tersebut perwakilan Pemkab Blitar tidak bersedia menandatangani MoU yang disodorkan aktivis mahasiswa. "Namun mereka (Pemkab Blitar) menjanjikan hearing yang waktunya akan diberitahukan lebih lanjut," jelas Fathur Rohman.
Menanggapi aksi dengan dua massa yang bersitegang, Kabag Ops Polres Blitar Kompol Sapto Rachmadi mengatakan, polres hanya menerima surat pemberitahuan dari mahasiswa. Sementara massa tandingan yang ternyata golongan para penambang pasir, kata Sapto tidak menyampaikan pemberitahuan. "Tidak sampai ada bentrokan dan kontak fisik. Mereka langsung bubar," ujar Sapto Rahmadi singkat.
(don)