Kisah Cinta Jenderal Kopassus Agum Gumelar, Dendang Pesta Ultah sebagai Jembatan Hati

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 06:26 WIB
loading...
Kisah Cinta Jenderal...
Jenderal TNI Kopassus (Purn) Agum Gumelar bersama Jenderal Prabowo Subianto. Foto/Istimewa
A A A
KISAH cinta antara Jenderal Kopassus Agum Gumelar dan Linda Amalia Sari Talur memiliki awal yang romantis dan penuh kenangan. Pertemuan mereka terjadi di Kota Paku Jawa, Magelang di Jawa Tengah pada tahun 1967.

Saat itu, Agum masih menjadi taruna tingkat dua di Akademi Militer Nasional (AMN), sementara Linda baru menginjak usia 16 tahun adalah putri seorang Gubernur AMN Mayor Jenderal Ahmad Tahir dari 1966 hingga 1968 dan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi.

Kisah Jenderal TNI (Hor) (Purn) Agum Gumelar dikenal sebagai perwira baret merah yang persuasif. Hal itu diungkapkan dalam buku Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemuka yang berjudul Love Story karya Koran SINDO.



Agum, yang dikenal sebagai pemain bola di AMN, sering kali menarik perhatian Gubernur Ahmad Tahir yang gemar menonton pertandingan bola. Setiap kali menonton, sang Gubernur selalu mengajak putrinya, Linda, yang saat itu masih duduk di bangku SMA.

Kisah Cinta Jenderal Kopassus Agum Gumelar, Dendang Pesta Ultah sebagai Jembatan Hati


Meskipun sudah sering berpapasan, Agum dan Linda belum pernah berkenalan secara resmi. Pada 15 November 1967, momen istimewa datang ketika Gubernur Ahmad Tahir mengundang Agum ke pesta ulang tahun putrinya, Linda.

Pesta tersebut dihadiri oleh banyak taruna, dan suasana semakin meriah ketika Agum diminta bernyanyi. Tanpa ragu, Agum memilih menyanyikan lagu "Passion" dari Cliff Richard. Lagu tersebut berhasil menyentuh hati Linda dan menjadi awal dari kedekatan mereka.

Setelah pertemuan tersebut, hubungan mereka semakin dekat saat bulan Ramadan tiba. Pada hari pertama, Agum berkunjung ke rumah Gubernur Ahmad Tahir bersama seorang teman.



Mereka diundang untuk berbuka puasa bersama, dan dari situ, Agum dan Linda semakin sering bertemu.

Meskipun Agum mengakui bahwa dirinya bukanlah taruna yang sering bepergian, kunjungan-kunjungannya ke rumah Gubernur Ahmad Tahir semakin mempererat hubungan dengan Linda. Agum mengenang momen-momen indah masa mudanya dengan senyuman.

Setelah itu Agum sering datang ke rumah Linda. Agum tentu sangat bernyali besar. Gadis yang sedang disambanginya adalah anak jenderal yang paling disegani di Magelang. Tahir tentu tahu siapa yang dekat dengan putrinya.

Dan Tahir membiarkan putrinya pacaran dengan taruna di sana. Setelah Agum berdinas sebagai perwira Angkatan Darat, statusnya juga masih kekasih Linda. Setelah enam tahun pacaran, pada 12 Mei 1974, ketika Agum sudah berpangkat kapten di Kopassandha, mereka berdua menikah.



Jadilah Agum Gumelar sebagai menantu jenderal. Sementara Linda menjadi seperti ibunya: ikut Persatuan Istri Tentara (Persit).Hidup sebagai kapten ABRI tentu bukan hal mudah. Apalagi jika sudah menikah.

Mereka yang berasal dari kalangan atas akan sulit menyesuaikan diri dengan gaji yang tidak terlampau besar. Sebagai istri tentara, Linda juga harus ikut ke mana pun suami ditempatkan, termasuk ketika Agum ditugaskan di Taiwan.

Begitu juga kala Agum ditempatkan di Lampung. Sementara pekerjaannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta tak bisa ditinggalkan. Terpaksa dirinya harus bolak-balik antarkota.

Setelah di Lampung, Agum ditarik ke Jakarta. Pangkatnya naik menjadi brigadir jenderal sebagai Direktur A Badan Intelijen Strategis (BAIS). Setelahnya dia dijadikan Komandan Jenderal Kopassus sejak 1993 hingga 1994.



Dalam sebuah rapat pimpinan ABRI, sebagai komandan Kopassus, Agum Gumelar bilang:

“Kalau kita menganggap Megawati dan para pendukungnya musuh, kalau kita menganggap Gus Dur dan pengikutnya musuh, kalau kita menganggap kelompok Petisi 50 musuh dengan pengaruh-pengaruhnya musuh, maka sesungguhnya kita kebanyakan musuh. Padahal falsafah Cina Sun Tzu, menyatakan bahwa seribu kawan masih kurang, satu musuh kebanyakan.”

Ucapan itu rupanya dianggap gila di zaman Orde Baru. Bersama Jenderal Hendropriyono, Agum dianggap jenderal yang bersimpati kepada Megawati. Jadi tak heran jika dirinya yang baru setahun jadi orang nomor satu di Kopassus langsung dimutasi.

Untung saja mutasinya ke Medan. Di sana dia dijadikan Kepala Staf Kodam Bukit Barisan. Mertua Agum berasal dari daerah itu. Ahmad Tahir termasuk salah satu tokoh dalam Pertempuran Medan Area pada 1945.



Namun, Agum merasa jabatan itu seperti hukuman. Jabatan tersebut membuatnya terpisah dari istri, yang masih jadi anggota dewan, dan anaknya. Pada 1996 Agum ditarik ke Jakarta dan menjadi Staf Ahli Panglima ABRI, yang kala itu dijabat Feisal Tandjung.

Ada yang memprediksi karier Agum bakal mandek. Itu tidak lama. Pada pertengahan 1996 dia ditunjuk menjadi Panglima Kodam Wirabuana di Makassar. Pangkatnya pun naik jadi Mayor Jenderal (Mayjen).

Agum ditarik ke Jakarta jelang lengsernya Presiden Soeharto. Dia dijadikan Gubernur Lemhanas sejak 7 Mei 1998. Sebagai jenderal, Agum adalah salah satu anggota Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti).

Agum juga termasuk jenderal yang menyidang Prabowo Subianto pada 1998 terkait kasus penculikan.Di era kepresidenan Jokowi, laki-laki yang menjadi Jenderal Kehormatan TNI ini ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1704 seconds (0.1#10.140)