Kisah Asmujiono, Prajurit TNI yang Sempat Tak Diluluskan Prabowo Masuk Kopassus, Ternyata Taklukkan Everest
loading...
A
A
A
Asmujiono, seorang prajurit TNI yang berasal dari Dusun Kebonsari, Kecamatan Tumpang, Malang, kini hidup sebagai pensiunan sejak 2011 dengan pangkat terakhir sersan kepala (serka). Kisahnya yang penuh inspirasi mengangkat nama Indonesia di kancah dunia.
Pada tahun 1993, Asmujiono bergabung dengan Kopassus dan berhasil lulus setahun kemudian. Pengalaman pertamanya sebagai anggota Kopassus membawanya ke Timor Timur. Namun, perjalanan kariernya yang paling menonjol terjadi saat ia bergabung dengan tim Everest 1997.
Tim Everest 1997 dibentuk dengan misi mengibarkan Merah Putih di puncak tertinggi dunia, di bawah arahan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu, Prabowo Subianto. Untuk menjadi bagian dari tim ini, Asmujiono harus bersaing dengan rekan-rekannya, membuktikan bahwa ia layak diberi kesempatan untuk menaklukkan gunung setinggi 8.848 meter tersebut.
Asmujiono terpilih sebagai salah satu dari 43 anggota tim, yang terdiri dari personel Kopassus dan masyarakat sipil. Tim ini diberangkatkan ke Nepal pada November 1996 dan melakukan berbagai persiapan, termasuk latihan di bawah bimbingan pelatih dan dokter dari Rusia serta sherpa terbaik dari Nepal.
Selama aklimatisasi, tim yang semula terdiri dari 43 orang diseleksi kembali menjadi 16 orang yang dinilai mampu mendaki Everest. Dari 16 orang tersebut, 10 di antaranya merupakan anggota Kopassus, termasuk Asmujiono yang saat itu berpangkat prajurit satu (pratu).
Asmujiono tergabung dalam Tim Selatan bersama Sersan Satu (Sertu) Misirin dan Letnan Satu (Lettu) Iwan Setiawan. Meskipun mengalami berbagai tantangan, termasuk gejala radang dingin (frostbite), ketiga prajurit ini berhasil memulai pendakian dari basecamp 4 pada 26 April 1997.
Perjalanan menuju puncak Everest penuh dengan rintangan. Asmujiono sempat merasakan nyeri di punggung dan masalah pada tabung oksigennya. Ia beberapa kali diperingatkan untuk turun, namun keinginannya untuk mengibarkan Merah Putih tetap kuat.
"Kalau meninggal, itu risiko melaksanakan tugas, karena semboyan Kopassus, lebih baik pulang nama, daripada gagal tugas," tutur Asmujiono.
Pada tahun 1993, Asmujiono bergabung dengan Kopassus dan berhasil lulus setahun kemudian. Pengalaman pertamanya sebagai anggota Kopassus membawanya ke Timor Timur. Namun, perjalanan kariernya yang paling menonjol terjadi saat ia bergabung dengan tim Everest 1997.
Tim Everest 1997 dibentuk dengan misi mengibarkan Merah Putih di puncak tertinggi dunia, di bawah arahan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu, Prabowo Subianto. Untuk menjadi bagian dari tim ini, Asmujiono harus bersaing dengan rekan-rekannya, membuktikan bahwa ia layak diberi kesempatan untuk menaklukkan gunung setinggi 8.848 meter tersebut.
Asmujiono terpilih sebagai salah satu dari 43 anggota tim, yang terdiri dari personel Kopassus dan masyarakat sipil. Tim ini diberangkatkan ke Nepal pada November 1996 dan melakukan berbagai persiapan, termasuk latihan di bawah bimbingan pelatih dan dokter dari Rusia serta sherpa terbaik dari Nepal.
Selama aklimatisasi, tim yang semula terdiri dari 43 orang diseleksi kembali menjadi 16 orang yang dinilai mampu mendaki Everest. Dari 16 orang tersebut, 10 di antaranya merupakan anggota Kopassus, termasuk Asmujiono yang saat itu berpangkat prajurit satu (pratu).
Asmujiono tergabung dalam Tim Selatan bersama Sersan Satu (Sertu) Misirin dan Letnan Satu (Lettu) Iwan Setiawan. Meskipun mengalami berbagai tantangan, termasuk gejala radang dingin (frostbite), ketiga prajurit ini berhasil memulai pendakian dari basecamp 4 pada 26 April 1997.
Perjalanan menuju puncak Everest penuh dengan rintangan. Asmujiono sempat merasakan nyeri di punggung dan masalah pada tabung oksigennya. Ia beberapa kali diperingatkan untuk turun, namun keinginannya untuk mengibarkan Merah Putih tetap kuat.
"Kalau meninggal, itu risiko melaksanakan tugas, karena semboyan Kopassus, lebih baik pulang nama, daripada gagal tugas," tutur Asmujiono.
Baca Juga