Soal Izin WIUPK, Mayoritas PHDI di Bali Menolak Masuk ke Bisnis Tambang
loading...
A
A
A
Selanjutnya, bagaimana mempertanggung jawabkan nama agama dan umat Hindu yang merasa diatasnamakan, apalagi bila ada umat Hindu yang keberatan. Lalu, ada kemungkinan ada yang menggugat PHDI karena merasa nama Hindu dibawa-bawa.
Sikap ini dilontarkan oleh Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Putu Dika Dedi Suatra, DPP Persatuan Pemuda Hindu Indonesia Provinsi Bali (Peradah) Putu Dicky Mersa, dan Pasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori (PANDBTK) Arya Gangga.
Selain itu, Maha Warga Bujangga Wesnawa Guru Gede Widnyana dan Sabha Walaka PHDI Pusat yakni Guru Ketut Darmika, Wayan Sukayasa dan Wayan Suyadnya.
Paruman Walaka PHDI Bali Ketut Wartayasa, Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora yang dalam memandu rembug serap masukan itu memaparkan referensi dari ormas keagamaan umat di luar Hindu, yang memutuskan tidak masuk ke sektor tambang yang dibuka peluangnya oleh pemerintah. Paparan yang sama juga disampaikan anggota Sabha Walaka PHDI Pusat I Wayan Sudirta.
Anggota Sabha Walaka PHDI Pusat sekaligus anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta memaparkan secara gamblang data dan fakta tentang problem pertambangan yang kompetisinya sangat keras.
Sudirta mencontohkan seorang konglomerat tambang yang merasa kuat, punya beberapa pesawat pribadi, tetapi akhirnya masuk penjara karena berkonflik dengan investor tambang yang lebih kuat.
Padahal Sudirta mengaku, telah menyarankan konglomerat tersebut untuk berdamai dengan konglomerat yang disebutnya lebih kuat itu.
Hal itu dikemukakannya, untuk menggambarkan sektor pertambangan yang sedemikian keras dan kejam.
"Belum lagi dalam realitasnya, lahan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja. Padahal seharusnya direklamasi," ujarnya, Sabtu (29/6/2024).
Sudirta menyebut di Bangka Belitung, nilai kerugiannya secara ekologis dikalkulasi sampai Rp300 triliun oleh Kejaksaan Agung. Sudirta juga menyinggung tentang dikuntitnya seorang Jaksa Agung Muda Pidsus oleh aparat Densus, yang menggambarkan kerasnya pertarungan sektor tambang tersebut.
Sikap ini dilontarkan oleh Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Putu Dika Dedi Suatra, DPP Persatuan Pemuda Hindu Indonesia Provinsi Bali (Peradah) Putu Dicky Mersa, dan Pasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori (PANDBTK) Arya Gangga.
Selain itu, Maha Warga Bujangga Wesnawa Guru Gede Widnyana dan Sabha Walaka PHDI Pusat yakni Guru Ketut Darmika, Wayan Sukayasa dan Wayan Suyadnya.
Paruman Walaka PHDI Bali Ketut Wartayasa, Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora yang dalam memandu rembug serap masukan itu memaparkan referensi dari ormas keagamaan umat di luar Hindu, yang memutuskan tidak masuk ke sektor tambang yang dibuka peluangnya oleh pemerintah. Paparan yang sama juga disampaikan anggota Sabha Walaka PHDI Pusat I Wayan Sudirta.
Anggota Sabha Walaka PHDI Pusat sekaligus anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta memaparkan secara gamblang data dan fakta tentang problem pertambangan yang kompetisinya sangat keras.
Sudirta mencontohkan seorang konglomerat tambang yang merasa kuat, punya beberapa pesawat pribadi, tetapi akhirnya masuk penjara karena berkonflik dengan investor tambang yang lebih kuat.
Padahal Sudirta mengaku, telah menyarankan konglomerat tersebut untuk berdamai dengan konglomerat yang disebutnya lebih kuat itu.
Hal itu dikemukakannya, untuk menggambarkan sektor pertambangan yang sedemikian keras dan kejam.
"Belum lagi dalam realitasnya, lahan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja. Padahal seharusnya direklamasi," ujarnya, Sabtu (29/6/2024).
Sudirta menyebut di Bangka Belitung, nilai kerugiannya secara ekologis dikalkulasi sampai Rp300 triliun oleh Kejaksaan Agung. Sudirta juga menyinggung tentang dikuntitnya seorang Jaksa Agung Muda Pidsus oleh aparat Densus, yang menggambarkan kerasnya pertarungan sektor tambang tersebut.