Kisah Gajah Mada Ungkap Penyesalan ke Gayatri karena Bunuh Menteri Keamanan Majapahit
loading...
A
A
A
Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada saat pelantikan menjadi Mahapatih Majapahit berbuntut panjang. Di momen pelantikan itu internal pejabat Kerajaan Majapahit pun berdebat dan saling bertengkar akibat misi ambisius sang mahapatih tersebut.
Bahkan karena perdebatan dan pertengkaran itu, satu pejabat istana Kerajaan Majapahit yakni menteri keamanan tewas. Sang menteri tewas dibunuh oleh Gajah Mada yang kesal dengan umpatan Saden Kembar, karena tidak setuju dengan Sumpah Palapa yang diucapkannya.
Konon pasca pembunuhan itu, Gajah Mada menyesal dan meminta maaf usai Sumpah Palapa yang diucapkannya berujung konflik di internal Kerajaan Majapahit.
Bahkan saat itu Gajah Mada menunjukkan wajah kesedihan, tetapi masih menunjukkan sifat kekeras-kepalaannya. Gajah Mada sadar membunuh sama artinya dengan melanggar ajaran etis Buddha.
Alhasil, Gajah Mada sebagaimana dikisahkan pada buku "Gayatri Rajapatni : Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit", dari Earl Drake, ia dipanggil oleh Gayatri, dewan penasehat raja sekaligus ibu dari Tribhuwana Tunggadewi, sang penguasa Majapahit.
Gayatri menghendaki agar perseteruan itu diselesaikan dengan kepala dingin. Gajah Mada pun minta pengertian Gayatri, seraya menjelaskan ia pun tak memilih kekerasan untuk memecahkan sebagian besar masalah. Namun dalam dunia yang jauh dari sempurna, terkadang orang harus melanggar ajaran agama.
Gajah Mada juga mengingatkan Gayatri bahwa menurut kode etik keprajuritan, hinaan atas pribadi seperti yang telah dilontarkan Kembar hanya bisa ditanggapi dengan duel sampai mati. Gayatri berusaha meyakinkan Gajah Mada bahwa saat itu dirinya tak ingin membahas persoalan etika, melainkan cara yang paling jitu untuk mencapai tujuan mereka memperluas batas - batas wilayah Majapahit.
Gayatri menjelaskan bahwa pengumumannya itu dapat menggugah banyak orang di ibu kota, tapi boleh jadi negeri - negeri yang ingin bergabung dengan Majapahit menjadi gelisah. Penggunaan kata 'menaklukkan'-lah yang membuat Gayatri cemas.
Apalagi kata Gayatri, Majapahit mempunyai ikatan kultural dan historis yang erat dengan negeri - negeri itu. Seluruh negeri tersebut akan memperoleh keuntungan ekonomi dan politis dari hubungan mereka dengan Majapahit.
Namun Gayatri tak percaya bahwa penaklukan adalah cara paling efektif untuk menciptakan persatuan yang langgeng. Impiannya adalah mengajak negeri-negeri itu bergabung dalam konfederasi yang dipimpin oleh Majapahit, sembari tetap mempertahankan pemerintahan dan adat setempat, dengan tetap bergandengan tangan meraih tujuan - tujuan bersama, seperti perdagangan dan pertahanan.
Tetapi sekali lagi, Gajah Mada bukanlah seseorang yang mudah menyerah. Perdebatan panjang dengan Gayatri membuatnya berusaha kembali meyakinkan Gayatri bahwa kekerasan yang terukur pasti dibutuhkan agar orang terdorong melakukan sesuatu yang dapat menjamin keamanan dan kemakmuran diri mereka dan tetangganya.
Lihat Juga: 3 Potret Karya Ivan Gunawan di New York Fashion Week 2023, Terinspirasi Kerajaan Majapahit
Bahkan karena perdebatan dan pertengkaran itu, satu pejabat istana Kerajaan Majapahit yakni menteri keamanan tewas. Sang menteri tewas dibunuh oleh Gajah Mada yang kesal dengan umpatan Saden Kembar, karena tidak setuju dengan Sumpah Palapa yang diucapkannya.
Konon pasca pembunuhan itu, Gajah Mada menyesal dan meminta maaf usai Sumpah Palapa yang diucapkannya berujung konflik di internal Kerajaan Majapahit.
Bahkan saat itu Gajah Mada menunjukkan wajah kesedihan, tetapi masih menunjukkan sifat kekeras-kepalaannya. Gajah Mada sadar membunuh sama artinya dengan melanggar ajaran etis Buddha.
Baca Juga
Alhasil, Gajah Mada sebagaimana dikisahkan pada buku "Gayatri Rajapatni : Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit", dari Earl Drake, ia dipanggil oleh Gayatri, dewan penasehat raja sekaligus ibu dari Tribhuwana Tunggadewi, sang penguasa Majapahit.
Gayatri menghendaki agar perseteruan itu diselesaikan dengan kepala dingin. Gajah Mada pun minta pengertian Gayatri, seraya menjelaskan ia pun tak memilih kekerasan untuk memecahkan sebagian besar masalah. Namun dalam dunia yang jauh dari sempurna, terkadang orang harus melanggar ajaran agama.
Gajah Mada juga mengingatkan Gayatri bahwa menurut kode etik keprajuritan, hinaan atas pribadi seperti yang telah dilontarkan Kembar hanya bisa ditanggapi dengan duel sampai mati. Gayatri berusaha meyakinkan Gajah Mada bahwa saat itu dirinya tak ingin membahas persoalan etika, melainkan cara yang paling jitu untuk mencapai tujuan mereka memperluas batas - batas wilayah Majapahit.
Gayatri menjelaskan bahwa pengumumannya itu dapat menggugah banyak orang di ibu kota, tapi boleh jadi negeri - negeri yang ingin bergabung dengan Majapahit menjadi gelisah. Penggunaan kata 'menaklukkan'-lah yang membuat Gayatri cemas.
Apalagi kata Gayatri, Majapahit mempunyai ikatan kultural dan historis yang erat dengan negeri - negeri itu. Seluruh negeri tersebut akan memperoleh keuntungan ekonomi dan politis dari hubungan mereka dengan Majapahit.
Namun Gayatri tak percaya bahwa penaklukan adalah cara paling efektif untuk menciptakan persatuan yang langgeng. Impiannya adalah mengajak negeri-negeri itu bergabung dalam konfederasi yang dipimpin oleh Majapahit, sembari tetap mempertahankan pemerintahan dan adat setempat, dengan tetap bergandengan tangan meraih tujuan - tujuan bersama, seperti perdagangan dan pertahanan.
Tetapi sekali lagi, Gajah Mada bukanlah seseorang yang mudah menyerah. Perdebatan panjang dengan Gayatri membuatnya berusaha kembali meyakinkan Gayatri bahwa kekerasan yang terukur pasti dibutuhkan agar orang terdorong melakukan sesuatu yang dapat menjamin keamanan dan kemakmuran diri mereka dan tetangganya.
Lihat Juga: 3 Potret Karya Ivan Gunawan di New York Fashion Week 2023, Terinspirasi Kerajaan Majapahit
(hri)