Kesaktian Panah Sarutomo, Pusaka Pangeran Diponegoro yang Mampu Keluarkan Kilatan Cahaya
loading...
A
A
A
Pangeran Diponegoro konon memiliki beberapa benda pusaka dengan kekuatan gaib. Nama pusaka Ki Ageng Bondoyudo, mungkin menjadi yang dikenal di masyarakat secara luas. Selain keris, Pangeran Diponegoro juga memiliki pusaka panah yang memiliki kesaktian.
Pangeran Diponegoro membentuk mata panah itu menjadi sebilah belati kecil atau cundrik sekembalinya ke Tegalrejo, rumah masa kecilnya. Kemudian mata panah itu selalu dibawa-bawa istrinya yang keempat yang sangat dicintainya, Raden Ayu Maduretno.
Hal itu sebagaimana dikutip dari “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785 – 1855”. Di penghujung 1827, belati itu dilebur bersama dua senjata pusaka lain untuk membuat satu keris pusaka yang diberi nama Kiai Ageng Bondoyudo.
Artinya, “Jago Duel Tanpa Senjata, yang digunakan untuk mengobarkan semangat tempur bala tentaranya di masa-masa sulit selama perang melawan Belanda.
Sementara panah yang konon dimiliki oleh sang pangeran bernama panah Sarutomo, yang datang pada Pangeran Diponegoro dalam bentuk kilatan cahaya. Hal ini yang mengingatkan kepada sosok Arjuna, tokoh pewayangan idola sang pangeran.
Konon ketika sang pangeran tertangkap, benda-benda pusaka beliau akhirnya diberikan ke pihak keluarga. Tetapi para keluarga hanya diberikan draf dokumen untuk pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro, yang diasingkan di Makassar.
Kapten Roeps menjadi pengawal Belanda yang ditugaskan mengatur warisan pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro untuk membagikan kepada para anggota keluarga sang pangeran.
Konon dari sejumlah keris dan pusaka sang pangeran hanya keris pribadi Diponegoro, Kiai Ageng Bondoyudo yang tetap berada di tangan sang pangeran sampai akhir hayat.
Menurut saksi dari keluarga Pangeran Diponegoro di Makassar, keris itu ikut dikuburkan bersama pangeran di pemakaman Kampung Melayu.
Pangeran Diponegoro membentuk mata panah itu menjadi sebilah belati kecil atau cundrik sekembalinya ke Tegalrejo, rumah masa kecilnya. Kemudian mata panah itu selalu dibawa-bawa istrinya yang keempat yang sangat dicintainya, Raden Ayu Maduretno.
Hal itu sebagaimana dikutip dari “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785 – 1855”. Di penghujung 1827, belati itu dilebur bersama dua senjata pusaka lain untuk membuat satu keris pusaka yang diberi nama Kiai Ageng Bondoyudo.
Artinya, “Jago Duel Tanpa Senjata, yang digunakan untuk mengobarkan semangat tempur bala tentaranya di masa-masa sulit selama perang melawan Belanda.
Sementara panah yang konon dimiliki oleh sang pangeran bernama panah Sarutomo, yang datang pada Pangeran Diponegoro dalam bentuk kilatan cahaya. Hal ini yang mengingatkan kepada sosok Arjuna, tokoh pewayangan idola sang pangeran.
Konon ketika sang pangeran tertangkap, benda-benda pusaka beliau akhirnya diberikan ke pihak keluarga. Tetapi para keluarga hanya diberikan draf dokumen untuk pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro, yang diasingkan di Makassar.
Kapten Roeps menjadi pengawal Belanda yang ditugaskan mengatur warisan pembagian keris dan tombak pusaka Pangeran Diponegoro untuk membagikan kepada para anggota keluarga sang pangeran.
Konon dari sejumlah keris dan pusaka sang pangeran hanya keris pribadi Diponegoro, Kiai Ageng Bondoyudo yang tetap berada di tangan sang pangeran sampai akhir hayat.
Menurut saksi dari keluarga Pangeran Diponegoro di Makassar, keris itu ikut dikuburkan bersama pangeran di pemakaman Kampung Melayu.
(ams)