Guru SMP Swasta 'Teriak' Aspirasinya Tak Didengar Wali Kota Risma

Rabu, 05 Agustus 2020 - 16:22 WIB
loading...
Guru SMP Swasta Teriak Aspirasinya Tak Didengar Wali Kota Risma
Humas Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya, mengeluhkan soal kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini yang tidak pernah mau mendengarkan aspirasi dari para guru SMP Swasta. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
SURABAYA - Humas Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya, Sakib mengeluhkan soal kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini selama ini. Menurutnya, Risma tidak pernah mau mendengarkan aspirasi dari para guru SMP Swasta.

Sakib mengatakan, dalam kepemimpinan Risma, status SMP swasta di Surabaya semakin buram. Banyak dari kebijakan Pemkot yang membuat sekolah swasta kesulitan mendapatkan murid.

Berbagai cara sudah Sakib lakukan untuk bertemu dan menyelesaikan persoalan SMP Swasta dengan Risma. Namun, hingga sekarang, Risma tidak pernah mau menemui mereka.

"Kami ini berusaha mencari ibu kami waktu itu. Pengin bertemu ibu kami, Bu Risma itu. Nggak pernah ditemui. Tiga tahun berusaha menemui beliau. Sampai demo di balai kota nggak ditemui. Sungguh kejam," tutur Sakib.

"Sampai saya hearing di DPRD Kota Surabaya, Komisi D pada waktu itu. Saya berteriak saat itu, karena saya terlalu keras omongannya, sampai izin operasional sekolah saya dipermasalahkan. Padahal sekolah saya itu bagus karena saya menantang, melawan Pak Iksan (Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya) pada waktu itu. Seandainya tidak dikeluarkan, saya akan melaporkan ke ombudsman, kata saya. Tapi Alhamdulillah dikeluarkan," tambah Sakib yang juga Kepala Sekolah SMP IT UBA itu.

Sakib menjelaskan, berbagai upaya sudah dilakukannya. Salah satunya dengan menemui DPRD Surabaya. Namun, katanya, eksekusinya tetap di tangan Wali Kota Risma. "Berdarah-darah kami. Tapi ya itu eksekusinya tetap di wali kota. Jadi semuanya di wali kota," terangnya.

Bukan hanya Risma yang dinilai kejam. Sakib juga menilai statment wakilnya, Whisnu Sakti Buana menyakitkan SMP swasta di Surabaya. "Pernah pak wakil wali kota bicara sama kami, itu yang menyakitkan kami. Katanya, iya karena sekolah swasta nggak dapat murid karena mutunya," ujar Sakib.

"Jangan begitu. Mutunya negeri lebih baik daripada mutu swasta. Kami bisa berani diadu. Mutu siswa swasta itu bukan hanya dinilai di akademik doang. Tapi agama, akhlak itu juga mutu. Kami bisa. Seorang pemimpin itu tidak boleh bicara begitu, tapi mengayomi, tidak ada dikotomi," tambahnya.

Sakib juga mengaku pernah bertemu dengan Muhajir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019. Saat itu ia menyampaikan keluhan yang dialami sekolah swasta di Surabaya.

"Kami sudah pernah menghadap menteri. Menterinya juga nggak. Pak Muhajir ketemu di Malang, tolong ini dikasih nafas dulu, nggak ada eksekusinya blas sama sekali. Saya tantang juga," keluhnya.

Sulitnya menemui Wali Kota Risma untuk menyampaikan keluhan dari tenaga pendidik SMP swasta juga disampaikan Moh Kholil. Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Surabaya ini menyampaikan, Tahun 2020 ini lulusan sekolah dasar (SD) negeri maupun swasta di Surabaya sebanyak 42 ribu siswa.

Namun siswa luluasan SD diserap banyak oleh SMP negeri di Surabaya yang jumlahnya mencapai 63 sekolah. Sedangkan SMP swasta di Surabaya sebanyak 263 sekolah.

"Karena diserap sekolah SMP negeri, uman opo (dapat apa). Lah ini keadilannya mana. Bolak balik ta takoi. (Berulang kali saya ditanyakan)," kata Kholil. (Baca: Khofifah Dorong Pelaku Bisnis Mamin Garap Pasar Ekspor).

Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) maksimal 32 siswa. Tapi faktanya, banyak SMP negeri di Surabaya yang jumlahnya mencapai hingga 43 siswa. "Wali kotanya iku nggak mangan permen. Peraturan menteri itu 32 siswa. Lah sekarang ini 42 sampai 44 siswa," cetusnya.
(nag)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1315 seconds (0.1#10.140)