Kasus Korupsi Baju di DPRD, Kejari Bima Temukan Perbuatan Melawan Hukum
loading...
A
A
A
BIMA - Kejaksaan Negeri Bima , Nusa Tenggara Barat, menemukan adanya pelanggaran melawan hukum pada kasus pengadaan Baju dan Jas di DPRD Kota Bima tahun anggaran 2019-2020.
Terungkap adanya perbuatan melawan hukum oleh pihak Kejaksaan setempat, setelah ada tambahan 23 orang saksi diperiksa dan dimintai keterangannya atas dugaan korupsi pengadaan baju dan jas yang telah dilaporkan oleh Pelapor pada Mei 2020 lalu. (Baca juga: Polres Bima Kembali Usut Kasus Dugaan Korupsi di 2 PKBM )
Kasi Intelijen Kejari Bima, Ikhwan, menjelaskan, bukti adanya perbuatan melawan hukum pada kasus yang sedang ditanganinya itu, setelah menyimpulkan dari hasil Pengumpulan Bahan Keterangan (Puldata dan pulbaket) pada pemeriksaan 23 orang saksi yang telah dipanggil, dan juga 6 saksi anggota DPRD yang sebelumnya diperiksa pada Juli 2020 lalu. (Baca juga: Warga 2 Desa di Bima Bentrok, 3 Rumah Ludes Dibakar )
"Pada kasus pengadaan Pakaian Dinas yakni Baju dan Jas di Sekretariat DPRD Kota Bima, kami temukan adanya perbuatan melawan hukum. Hal itu terindikasi kuat dari kuantitas barang. Terlebih, jika sudah masuk pada pemeriksaan kualitas barang pengadaan, dipastikan akan lebih terungkap kasus ini," Kata Ikhwan, saat diwawancarai di Ruangannya, Selasa (04/08/2020) sore.
Ke-23 orang saksi yang telah diperiksa, kata dia, di antaranya 7 ASN lingkup Setwan, 12 anggota DPRD Kota Bima baik yang aktif maupun mantan DPRD, 2 saksi dari rekanan dan 2 orang saksi dari CV Laris yang merupakan pihak ketiga.
"Dari saksi yang kita panggil hanya 2 orang mantan anggota DPRD Kota Bima, meski sudah kita layangkan semua surat panggilan namun banyak yang tidak hadir. Akan tetapi, dari hasil pemeriksaan 23 saksi yang dipanggil secara acak, kami temukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum," kata dia.
Dalam kasus tersebut, indikator korupsi yang terlihat sudah nampak jelas karena sebagian dari anggota DPRD mengakui tidak mendapatkan Baju dan Jas pada pengadaan itu.
Padahal, anggaran negara yang dipakai untuk belanja pakaian dinas tersebut sekitar Rp545 juta dengan dua paket proyek yakni paket pertama sebesar Rp210 juta dan paket kedua senilai Rp335 juta, jelas diperuntukan untuk semua 25 anggota DPRD yang aktif pada periode 2014-2019 dan DPRD yang duduk di Periode 2019-2024.
Dibeberkannya pula, dari jumlah anggaran senilai Rp545 juta, sebanyak 225 stell pakaian baju dan jas yang harus jelas ada bentuk fisiknya dalam pengadaan tersebut. Namun dari hasil pengakuan saksi yang telah diperiksa oleh pihak Kejaksaan, hanya 125 stell pakaian baju dan jas yang memiliki fisik.
"Dari 225 stel pakaian yang terdiri dari baju dan jas, hanya 125 saja yang menurut saksi ada fisiknya. Sementara 100 stel lainnya, entah dikemanakan bersama anggarannya. 125 stel itu pun, sampai sekarang kami belum temukan satu bukti fisik baik itu baju maupun jas," kata Ikhwan.
Dalam kasus ini, diperkirakan ada banyak pihak yang terlibat bersekongkol (konspirasi), terlebih sudah terlihat jelas kesalahan administrasi yang dibuat. Namun diakui Ikhwan, kasus yang menyeret nama sejumlah anggota DPRD Kota Bima ini tak lama akan dilimpahkan ke bagian Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bima.
"Hasil pemeriksaan oleh bagian Intelijen, dari sisi pelelangan tidak ditemukan ada masalah dan hasilnya sesuai prosedur. Tapi disisi lain seperti administrasi dan finisingnya, sudah jelas nampak adanya indikasi perbuatan melawan hukum. Nanti kami lihat setelah kasus ini kami limpahkan pada Bagian Pidana Khusus (Pidsus), dan setelah itu akan kami layangkan surat ke BPK Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk memeriksa dan memastikan berapa jumlah kerugian negara," pungkas dia.
Terungkap adanya perbuatan melawan hukum oleh pihak Kejaksaan setempat, setelah ada tambahan 23 orang saksi diperiksa dan dimintai keterangannya atas dugaan korupsi pengadaan baju dan jas yang telah dilaporkan oleh Pelapor pada Mei 2020 lalu. (Baca juga: Polres Bima Kembali Usut Kasus Dugaan Korupsi di 2 PKBM )
Kasi Intelijen Kejari Bima, Ikhwan, menjelaskan, bukti adanya perbuatan melawan hukum pada kasus yang sedang ditanganinya itu, setelah menyimpulkan dari hasil Pengumpulan Bahan Keterangan (Puldata dan pulbaket) pada pemeriksaan 23 orang saksi yang telah dipanggil, dan juga 6 saksi anggota DPRD yang sebelumnya diperiksa pada Juli 2020 lalu. (Baca juga: Warga 2 Desa di Bima Bentrok, 3 Rumah Ludes Dibakar )
"Pada kasus pengadaan Pakaian Dinas yakni Baju dan Jas di Sekretariat DPRD Kota Bima, kami temukan adanya perbuatan melawan hukum. Hal itu terindikasi kuat dari kuantitas barang. Terlebih, jika sudah masuk pada pemeriksaan kualitas barang pengadaan, dipastikan akan lebih terungkap kasus ini," Kata Ikhwan, saat diwawancarai di Ruangannya, Selasa (04/08/2020) sore.
Ke-23 orang saksi yang telah diperiksa, kata dia, di antaranya 7 ASN lingkup Setwan, 12 anggota DPRD Kota Bima baik yang aktif maupun mantan DPRD, 2 saksi dari rekanan dan 2 orang saksi dari CV Laris yang merupakan pihak ketiga.
"Dari saksi yang kita panggil hanya 2 orang mantan anggota DPRD Kota Bima, meski sudah kita layangkan semua surat panggilan namun banyak yang tidak hadir. Akan tetapi, dari hasil pemeriksaan 23 saksi yang dipanggil secara acak, kami temukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum," kata dia.
Dalam kasus tersebut, indikator korupsi yang terlihat sudah nampak jelas karena sebagian dari anggota DPRD mengakui tidak mendapatkan Baju dan Jas pada pengadaan itu.
Padahal, anggaran negara yang dipakai untuk belanja pakaian dinas tersebut sekitar Rp545 juta dengan dua paket proyek yakni paket pertama sebesar Rp210 juta dan paket kedua senilai Rp335 juta, jelas diperuntukan untuk semua 25 anggota DPRD yang aktif pada periode 2014-2019 dan DPRD yang duduk di Periode 2019-2024.
Dibeberkannya pula, dari jumlah anggaran senilai Rp545 juta, sebanyak 225 stell pakaian baju dan jas yang harus jelas ada bentuk fisiknya dalam pengadaan tersebut. Namun dari hasil pengakuan saksi yang telah diperiksa oleh pihak Kejaksaan, hanya 125 stell pakaian baju dan jas yang memiliki fisik.
"Dari 225 stel pakaian yang terdiri dari baju dan jas, hanya 125 saja yang menurut saksi ada fisiknya. Sementara 100 stel lainnya, entah dikemanakan bersama anggarannya. 125 stel itu pun, sampai sekarang kami belum temukan satu bukti fisik baik itu baju maupun jas," kata Ikhwan.
Dalam kasus ini, diperkirakan ada banyak pihak yang terlibat bersekongkol (konspirasi), terlebih sudah terlihat jelas kesalahan administrasi yang dibuat. Namun diakui Ikhwan, kasus yang menyeret nama sejumlah anggota DPRD Kota Bima ini tak lama akan dilimpahkan ke bagian Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bima.
"Hasil pemeriksaan oleh bagian Intelijen, dari sisi pelelangan tidak ditemukan ada masalah dan hasilnya sesuai prosedur. Tapi disisi lain seperti administrasi dan finisingnya, sudah jelas nampak adanya indikasi perbuatan melawan hukum. Nanti kami lihat setelah kasus ini kami limpahkan pada Bagian Pidana Khusus (Pidsus), dan setelah itu akan kami layangkan surat ke BPK Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk memeriksa dan memastikan berapa jumlah kerugian negara," pungkas dia.
(nth)