Akademisi Dukung PLTA Batang Toru di Tapsel Segera Beroperasi
loading...
A
A
A
TAPANULI SELATAN - Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru yang tengah dibangun pemerintah di Desa Sipirok, Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara dinilai memberikan dampak positif bagi masyarakat. Tidak saja memenuhi kebutuhan energi listrik warga Sumut tapi juga berdampak ekonomi yang besar.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syahada Padangsidempuan Latip Kahpi menilai, PLTA Batang Toru adalah wujud konkret upaya transisi ke energi bersih di Indonesia.
"PLTA Batang Toru memberikan dampak ekonomi yang besar. Saat ini telah terserap ratusan angkatan kerja baru yang berasal dari masyarakat Tapsel (Tapanuli Selatan)," kata Latip dalam Diskusi Politik Perubahan Iklim dan Energi Terbarukan yang digelar Environmental Institute di Padang Sidempuan, Minggu (3/9/2023).
Menurutnya, PLTA Batang Taru yang memiliki kapasitas 510 MW (4x127,5 MW) juga menjawab ratusan ribu warga yang selama ini tidak memiliki akses terhadap listrik. Hingga saat ini, kata Latip, masih ada 65.000 rumah tangga atau sekitar 300.000 orang di Sumut belum mendapatkan aliran listrik. Padahal listrik adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
"Dampak PLTA Batang Toru sangat besar, kita dukung untuk segera beroperasi, supaya segera menjawab kebutuhan listrik seluruh masyarakat Sumatera Utara," katanya.
Di sisi lain, Latip menilai keberadaan PLTA Batang Taro bukan hanya mampu menyerap tenaga kerja, tetapi juga memberi dampak positif bagi pertanian di wilayah Tapanuli Selatan.
"Keberadaan PLTA Batang Toru juga akan membuat lingkungan akan lebih terjaga. Sebab, ketika hutan rusak, debit air terganggu, akhirnya akan mengurangi pasokan air yang digunakan untuk memproduksi sumber energi," katanya.
Sementara dari kacamata agama Islam, Latip menambahkan, energi bukan lagi menempati posisi sebagai kebutuhan sekunder, tetapi sudah masuk pada kategori primer. Sebab hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia membutuhkan energi.
"Islam melihat energi bukan lagi menjadi hajiyah, tapi sudah menjadi dlaruriyyah, (yaitu) kebutuhan energi di zaman modern yang semakin besar menjadikan EBT sebagai kebutuhan dasar manusia," katanya.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syahada Padangsidempuan Latip Kahpi menilai, PLTA Batang Toru adalah wujud konkret upaya transisi ke energi bersih di Indonesia.
"PLTA Batang Toru memberikan dampak ekonomi yang besar. Saat ini telah terserap ratusan angkatan kerja baru yang berasal dari masyarakat Tapsel (Tapanuli Selatan)," kata Latip dalam Diskusi Politik Perubahan Iklim dan Energi Terbarukan yang digelar Environmental Institute di Padang Sidempuan, Minggu (3/9/2023).
Menurutnya, PLTA Batang Taru yang memiliki kapasitas 510 MW (4x127,5 MW) juga menjawab ratusan ribu warga yang selama ini tidak memiliki akses terhadap listrik. Hingga saat ini, kata Latip, masih ada 65.000 rumah tangga atau sekitar 300.000 orang di Sumut belum mendapatkan aliran listrik. Padahal listrik adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
"Dampak PLTA Batang Toru sangat besar, kita dukung untuk segera beroperasi, supaya segera menjawab kebutuhan listrik seluruh masyarakat Sumatera Utara," katanya.
Di sisi lain, Latip menilai keberadaan PLTA Batang Taro bukan hanya mampu menyerap tenaga kerja, tetapi juga memberi dampak positif bagi pertanian di wilayah Tapanuli Selatan.
"Keberadaan PLTA Batang Toru juga akan membuat lingkungan akan lebih terjaga. Sebab, ketika hutan rusak, debit air terganggu, akhirnya akan mengurangi pasokan air yang digunakan untuk memproduksi sumber energi," katanya.
Sementara dari kacamata agama Islam, Latip menambahkan, energi bukan lagi menempati posisi sebagai kebutuhan sekunder, tetapi sudah masuk pada kategori primer. Sebab hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia membutuhkan energi.
"Islam melihat energi bukan lagi menjadi hajiyah, tapi sudah menjadi dlaruriyyah, (yaitu) kebutuhan energi di zaman modern yang semakin besar menjadikan EBT sebagai kebutuhan dasar manusia," katanya.
(hri)