Dibantu USAID Kolaborasi, Kepala Kampung Waroser Manokwari Selatan: Saya Angkat Jempol dan Apresiasi

Minggu, 03 September 2023 - 14:36 WIB
loading...
A A A
Ada juga yang terkendala masalah biaya. Mereka akhirnya memilih putus sekolah ketimbang harus mengeluarkan uang untuk membayar SPP dan kebutuhan belajar.

"Ada yang putus sekolah di SD, SMP dan SMA. Jadi ada yang karena orang tua tidak mampu akhirnya putus," ujar dia.

Elarin menceritakan, suatu ketika mengajak seorang anak yang putus sekolah kembali belajar. Namun, ajakan itu justru ditolak mentah-mentah.

"Kita paksa sekolah lalu dia sampaikan 'ko (pergi) sekolah ko kasih uang sa kah'. Sama saja kayak begitu sama "sa sekolah ko kasi uang'. Mereka merasa percuma karena tidak menghasilkan uang, jadi lebih baik bekerja, kebanyakan jadi pekerja bangunan begitu," ucap dia.

"Kita paksa pun gimana. Kalau dia tidak mau ya begitu," timpalnya lagi.

Terkait hal ini, Elarin kemudian memutar otak agar anak-anak yang tak mampu secara ekonomi tetap bisa bersekolah. Sebagian dana desa dialokasikan untuk kepentingan pendidikan.

Menurut dia, angka putus sekolah menjadi salah satu isu penting yang harus diatasi di Kampung Waroser. "Yang utama itu hanya itu pendidikan dan kesehatan, di kampung kami utamakan," kata dia.

Elarin kemudian membuat program layaknya Kartu Indonesia Pintar (KIP). Tiap anak sekolah dengan kategori kurang mampu mendapatkan uang Rp200 ribu sampai Rp300 ribu tiap satu tahun sekali. Besarannya tergantung daripada tingkat pendidikan.

"Tidak sampai SMA, karena SMA ada bantuan dari Kabupaten. SMP dan SD saja yang kami bantu pakai dana kampung supaya orangtua dan anak semangat sekolah," ujar dia.

Namun, usahanya tak membuahkan hasil yang signifikan. Nyatanya masih banyak yang menyalahgunakan bantuan. Artinya bukan untuk kepentingan sekolah, melainkan digunakan untuk hal-hal lain.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2850 seconds (0.1#10.140)