Kejati Sulsel Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Pasir Laut di Takalar
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Dua mantan direktur perusahaan ditetapkan jadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel). Keduanya diduga korupsi penyimpangan penetapan harga jual tambang pasir laut pada 2020 di Galesong, Kabupaten Takalar.
Adapun mereka yang melakukan pengerukan pasir itu adalah Direktur PT Alefu Karya Mandiri, SY atau Sadimin Yitno Sutarjo (50). Sedangkan satu tersangka lainnya yaitu Direktur PT Banteng Laut Indonesia, AN atau Akbar Nugraha (29).
"Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah menaikan status dua orang saksi menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut dalam kegiatan penambangan pasir laur," kata Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi dalam keterangannya, Kamis (20/7/2023).
Soetarmi menjelaskan, kedua tersangka langsung dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka akan ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 20 Juli hingga 8 Agustus 2023 di Lapas Kelas 1 Makassar.
Kasus ini bermula pada Februari 2020 hingga Oktober 2020 telah dilakukan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan di wilayah perairan Kabupaten Takalar, tepatnya di daerah Kecamatan Galesong Utara.
Pengerukan pasir laut dilaksanakan oleh PT Boskalis International Indonesia dalam wilayah konsesi milik PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Hasil dari penambangan pasir laut digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C.
Dalam penambangan, SY dan AN telah diberikan harga dasar pasir laut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar, GM, yang kini sudah jadi terdakwa sebesar Rp7.500 per meter kubik.
"Nilainya bertentangan dan tidak sesuai dengan harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 1417/VI/Tahun 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan," jelasnya.
Dalam aturan tersebut, seharusnya harga dasar pasir laut adalah Rp10.000 per meter kubik. Penurunan harga itu tidak lepas dari peran GM yang bekerja sama dengan Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar pada 2020 yaitu terdakwa JM.
"GM mengajukan surat permohonan keringanan pajak kepada Bupati Kabupaten Takalar, seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut, namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik," tuturnya.
Akibat perbuatan keduanya, Pemkab Takalar mengalami kerugian Rp7 miliar. Hal itu sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKD Takalar.
SY dan AN dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Adapun mereka yang melakukan pengerukan pasir itu adalah Direktur PT Alefu Karya Mandiri, SY atau Sadimin Yitno Sutarjo (50). Sedangkan satu tersangka lainnya yaitu Direktur PT Banteng Laut Indonesia, AN atau Akbar Nugraha (29).
"Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah menaikan status dua orang saksi menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi penyimpangan penetapan nilai pasar atau harga dasar pasir laut dalam kegiatan penambangan pasir laur," kata Kasi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi dalam keterangannya, Kamis (20/7/2023).
Soetarmi menjelaskan, kedua tersangka langsung dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka akan ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 20 Juli hingga 8 Agustus 2023 di Lapas Kelas 1 Makassar.
Kasus ini bermula pada Februari 2020 hingga Oktober 2020 telah dilakukan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut yang dilakukan di wilayah perairan Kabupaten Takalar, tepatnya di daerah Kecamatan Galesong Utara.
Pengerukan pasir laut dilaksanakan oleh PT Boskalis International Indonesia dalam wilayah konsesi milik PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia. Hasil dari penambangan pasir laut digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar pada proyek pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C.
Dalam penambangan, SY dan AN telah diberikan harga dasar pasir laut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar, GM, yang kini sudah jadi terdakwa sebesar Rp7.500 per meter kubik.
"Nilainya bertentangan dan tidak sesuai dengan harga dasar pasir laut sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 1417/VI/Tahun 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan," jelasnya.
Dalam aturan tersebut, seharusnya harga dasar pasir laut adalah Rp10.000 per meter kubik. Penurunan harga itu tidak lepas dari peran GM yang bekerja sama dengan Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar pada 2020 yaitu terdakwa JM.
"GM mengajukan surat permohonan keringanan pajak kepada Bupati Kabupaten Takalar, seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut, namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp7.500 per meter kubik," tuturnya.
Akibat perbuatan keduanya, Pemkab Takalar mengalami kerugian Rp7 miliar. Hal itu sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKD Takalar.
SY dan AN dijerat Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
(shf)