Kisah Amangkurat I, Tega Jemur Pejabat Kerajaan karena Tak Becus Jalankan Proyek Istana Baru

Senin, 15 Mei 2023 - 19:03 WIB
loading...
A A A
Setelah gerbang pertama, ada gerbang kedua yang disebut gerbang pintu Tadi. Kemudian disusul pintu gerbang ketiga yang disebut Kaliajir. Di balik pintu gerbang ketiga ini, merupakan bangunan utama keraton. Dari balik pintu gerbang Selimbi, tampaklah alam Mataram yang subur, sawahnya sangat luas, hingga batasnya tidak tampak oleh pandangan mata.



Desa-desa di Mataram, juga sangat subur dan bisa ditemukan di sepanjang jalan. Di antara sawah-sawah yang membentang subur itu, terdapat area perbukitan yang ditanami pepohonan dan aneka macam buah-buahan. Hal ini semakin melengkapi keindahan istana Kerajaan Mataram yang dibangun di Plered.

Pintu gerbang Selimbi ini juga merupakan pintu masuk wilayah negara agung Mataram. Jalan antara gerbang Selimbi dan gerbang Tadi, berjarak 7 mil. Setelah gerbang kedua, akan tampak terlihat pegunungan yang mengitari pusat Kerajaan Mataram di Plered.

Setiap desa di antara kedua pintu gerbang tersebut, sangat padat penduduk. Setiap desa dihuni oleh sekitar 100-150 orang, bahkan ada yang penduduknya mencapai sekitar 1.000-1.500 orang. Pusat Kerajaan Mataram dicapai melalui gerbang ketiga, yang dinamai Kaliajir.

Dari gerbang ketiga ini terdapat jalan menuju istana raja, sepanjang 2 mil. Jarak antara gerbang Kaliajir, dan istana raja ini banyak ditemui rumah para pangeran dan berbagai residen. Pagar-pagar kota juga dibangun dengan indah di dalam istana Kerajaan Mataram. Pagar kota ini diperkirakan berukuran luas 2 x 2 mil, dengan ketinggian tembok sekitar 6-7 meter.

Di dalam tembok keraton tersebut, terdapat sejumlah komponen yang di antaranya adalah Sitinggil, Bangsal Witana, Mandungan, Sri Menganti, Pecaosan, Sumur Gumuling, tempat memandikan keris pusaka, Masjid Panepen (Suronoto), Prabayeksa, Bangsal Kencana, Bangsal Kemuning, Bangsal Manis, Gedong Kuning, dan tempat tinggal abdi dalem Kedhondhong.



Di sebelah utara kompleks keraton, juga terdapat alun-alun yang luasnya sekitar 300 x 400 meter, dengan masjid di sebelah baratnya. Keindahan dan kemegahan bangunan Keraton Plered semakin tampak sempurna karena dilengkapi danau buatan atau yang dinamakan Segarayasa.

Keindahannya ini membuat keraton berfungsi tidak hanya sebagai tempat rekreasi keluarga raja, tetapi bangunan ini juga sebagai tempat perikanan, perairan, dan latihan perang bagi para prajurit Kerajaan Mataram. Keraton Plered akhirnya ditinggalkan pada tahun 1680-an oleh putera Amangkurat I, Sultan Amangkurat II.

Pemberontakan Trunajaya membuat Kerajaan Mataram di Plered hancur. Istana megah dengan arsitektur modern di masa itu porak poranda. Sejak Amangkurat I memerintah, Kerajaan Mataram dilanda ketidakstabilan dan huru-hara yang tak kunjung bisa dipadamkan.

Kondisi ini membuat Keraton Mataram, terpaksa kembali berpindah tempat ke Kartasura. Tak hanya itu, puluhan perempuan cantik putri abdi dalem keraton juga diculik. Kehancuran Istana Mataram dicatat sejarah pada tahun 1677 usai pemberontakan Trunajaya, asal Madura.

Bangunan-bangunan mewah dan megah luluh lantak, banyak pasukan Mataram yang tewas. Para pemberontak yang digerakkan oleh Trunajaya dan beberapa kaum bangsawan Jawa Timur, dan Madura berhasil menguasai Ibu Kota Mataram, Plered. Peri Mardiyono dalam tulisannya menyebutkan, pemberontakan besar ini memang diotaki oleh Trunajaya.



Sebenarnya pasukan Trunajaya telah terdesak dan kalah perang oleh VOC yang dikomandoi Laksamana Cornelis Speelman. Armada VOC mendapat permintaan Amangkurat I yang memiliki hubungan diplomatik dengan VOC Belanda. Pada April 1677 armada VOC berlayar ke Surabaya, tempat pangkalan Trunajaya. Terjadilah perundingan VOC, Mataram dengan Trunajaya, tetapi gagal berbuah hasil.

Peperangan akhirnya terjadi, hingga pasukan Trunajaya bisa dipukul mundur. Bahkan, pasukan VOC berhasil menguasai Madura, pulau asal Trunajaya, dan menghancurkan kediamannya di sana. Trunajaya dan pasukannya melarikan dari Madura ke Surabaya. Kemudian lari lagi ke Kediri, dan mendirikan ibu kota di sana.

Pasukan Trunajaya menghimpun kekuatan kembali di Kediri. Keberadaan mereka, juga didukung dengan adanya pemberontakan di pedalaman Jawa Timur, dan Jawa Tengah, yang mulai membuahkan hasil, sehingga memberanikan diri menyerang pusat Kerajaan Mataram.

Masa-masa kelam di Ibu Kota Mataram Plered pun tiba. Pada Juni 1677, keraton yang baru dibangun dengan susah payah oleh ratusan ribu rakyat tersebut, akhirnya porak-poranda karena amukan para kaum pemberontak.

Jatuhnya Plered oleh pasukan pemberontak di bawah pimpinan Trunajaya, membuat Amangkurat I melarikan diri dalam kondisi sakit. Pada situasi genting dan mengerikan ini, Amangkurat I dilanda krisis kepercayaan dari para pangeran kerajaan.



Alih-alih membantu raja untuk menghalau serangan para pemberontak, para pangeran yang mulai berani menujukkan sikap tidak sukanya terhadap Amangkurat I, itu justru menghalangi perlawanan dengan baik.

Amangkurat I yang sudah tua, saat itu memutuskan melarikan diri. Dia dan sejumlah pengikutnya terseok-seok menuju kompleks makam Imogiri, untuk melarikan diri dari kejaran pemberontak.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2493 seconds (0.1#10.140)