Nyaris Gagal, Monas Dibangun Soekarno Saat Kondisi Ekonomi Indonesia Kembang Kempis
loading...
A
A
A
Akhirnya juri memutuskan memakai rancangan Silaban. Meski mengkhawatirkan anggaran, di sisi lain Bung Karno tidak suka menunggu. Ia menolak proyek ditunda, apalagi sampai ekonomi membaik.
Apapun yang terjadi, proyek nasional harus segera diwujudkan. Soekarno kemudian menerbitkan Keppres untuk pembentukan panitia monumen nasional yang diketuai oleh Kolonel Umar Wirahadikusuma.
Soekarno meminta arsitek R.M. Soedarsono melanjutkan rancangan Silaban. Diarsiteki Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, pada 17 Agustus 1961, pembangunan Monas di atas lahan seluas 80 hektar itu, dimulai.
“Soedarsono memasukkan angka 17,8 dan 45 ke dalam rancangan monumen nasional”.
Monumen nasional memiliki tinggi 132 meter atau 433 kaki. Sebuah bangunan yang gagah menjulang. Pada bagian puncaknya didesain pelataran yang mampu menampung sebanyak 50 orang.
Untuk ke puncak, pengunjung bisa melalui elevator, yakni dipasang lengkap beserta tangga daruratnya. Di puncak juga tersedia teropong, di mana panorama seluruh Jakarta bisa terlihat gamblang.
Silaban dan Soedarsono memberi sentuhan cawan di puncak monas. Cawan yang menopang lampu perunggu seberat 14,5 ton. Tinggi lampu berbentuk lidah api atau obor itu 14 meter dengan diameter 6 meter, yakni terdiri dari 77 bagian yang disatukan.
Agar semakin menakjubkan, nyala lidah api itu dilapis lembaran emas seberat 35 kilogram. Kelak pada tahun 1995, yakni dalam rangka menyambut setengah abad kemerdekaan Indonesia, lembaran emas dilapis ulang hingga mencapai berat 50 kilogram.
Konon, bila dilihat dari Jalan Merdeka Barat, lidah api Monas itu berbentuk seorang perempuan berambut panjang dengan posisi bersimpuh menghadap Istana Negara.
“Lidah api ini simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia meraih kemerdekaan”.
Apapun yang terjadi, proyek nasional harus segera diwujudkan. Soekarno kemudian menerbitkan Keppres untuk pembentukan panitia monumen nasional yang diketuai oleh Kolonel Umar Wirahadikusuma.
Soekarno meminta arsitek R.M. Soedarsono melanjutkan rancangan Silaban. Diarsiteki Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, pada 17 Agustus 1961, pembangunan Monas di atas lahan seluas 80 hektar itu, dimulai.
“Soedarsono memasukkan angka 17,8 dan 45 ke dalam rancangan monumen nasional”.
Monumen nasional memiliki tinggi 132 meter atau 433 kaki. Sebuah bangunan yang gagah menjulang. Pada bagian puncaknya didesain pelataran yang mampu menampung sebanyak 50 orang.
Untuk ke puncak, pengunjung bisa melalui elevator, yakni dipasang lengkap beserta tangga daruratnya. Di puncak juga tersedia teropong, di mana panorama seluruh Jakarta bisa terlihat gamblang.
Silaban dan Soedarsono memberi sentuhan cawan di puncak monas. Cawan yang menopang lampu perunggu seberat 14,5 ton. Tinggi lampu berbentuk lidah api atau obor itu 14 meter dengan diameter 6 meter, yakni terdiri dari 77 bagian yang disatukan.
Agar semakin menakjubkan, nyala lidah api itu dilapis lembaran emas seberat 35 kilogram. Kelak pada tahun 1995, yakni dalam rangka menyambut setengah abad kemerdekaan Indonesia, lembaran emas dilapis ulang hingga mencapai berat 50 kilogram.
Konon, bila dilihat dari Jalan Merdeka Barat, lidah api Monas itu berbentuk seorang perempuan berambut panjang dengan posisi bersimpuh menghadap Istana Negara.
“Lidah api ini simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia meraih kemerdekaan”.