Kisah SK Trimurti, Pejuang Perempuan yang Dua Kali Tolak Posisi Menteri
loading...
A
A
A
SK Trimurti atau Surastri Karma Trimurti adalah contoh pejuang wanita yang sangat layak dijadikan teladan. Pasalnya, istri pengetik naskah proklamasi Sayuti Malik ini, pernah menolak jabatan menteri sebanyak dua kali.
Pertama saat ditawarkan oleh Perdana Menteri Indonesia kedua Amir Syarifuddin, di tahun 1947. Saat itu, Trimurti menolak jabatan Menteri Perburuhan pertama Indonesia yang ditawarkan kepadanya. Namun setelah dibujuk Drs Setiajid, akhirnya dia mau menerima tawaran itu.
Dalam bukunya yang berjudul SK Trimurti, Wanita Pengabdi Bangsa, karya Soebagijo IN, Trimurti menyatakan, dirinya tidak mampu menjadi menteri, karena tidak punya pengalaman menjadi menteri. "Saya merasa tidak mampu, saya belum pernah menjadi menteri," kata Trimurti, kepada Setiajid.
Mendengar jawaban Trimurti, Setiajid membalas, "Bung Karno juga belum pernah menjadi presiden." Setelah pembicaraan itu, Trimurti merenung semalaman, dan menerimanya.
Trimurti menjabat sebagai Menteri Perburuhan sejak 1947-1948, hingga meletusnya Peristiwa Madiun 1948 atau dikenal juga dengan Pemberontakan PKI Madiun 1948, yang melibatkan Amir Syarifuddin. Setelah tidak menjabat menteri, Trimurti hidup dalam kesederhanaan.
Sebenarnya, sebagai mantan menteri, dia berhak atas rumah yang layak di kawasan Menteng. Tetapi dia menolak semua fasilitas negara yang diberikan kepadanya itu, dan memilih rumah di Jalan Kramat Lontar.
Rumah sederhana itu, dipilihnya dengan alasan ingin hidup lebih dekat dengan masyarakat kampung, dan lebih dekat dengan rakyat biasa. Hal yang sangat langka terjadi pada para pejabat saat ini.
Masa tua Trimurti dihabiskan di rumah kontrakan, di kawasan Bekasi. Di "gubuknya" itu, tidak ada benda mewah dan berharga lainnya, selain lukisan bergambar Presiden Soekarno sedang menyematkan Bintang Mahaputra tingkat V kepada dirinya.
Dalam kesederhanaan itu juga, Trimurti yang lahir dari keluarga priyayi, pada Sabtu kliwon 11 Mei 1912, di Boyolali, daerah Surakarta, dari pasangan R Ng Salim Banjaransari Mangunsuromo dan RA Saparinten binti Mangunbisomo, meninggal dunia, pada usia 96 tahun. Trimurti meninggal di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta, pada Selasa 20 Mei 2008 malam.
Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Jabatan menteri kedua yang ditolaknya adalah, saat ditawarkan oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Sosial, di tahun 1959.
Saat itu, Trimurti mengatakan, dirinya ingin fokus dengan kuliah, di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI). Penolakan ini, membuat Soekarno marah. Namun dia tidak meluapkannya seperti biasa.
"Mukanya menjadi merah, tapi dia (Soekarno) tidak menyemburkan kemarahannya seperti biasa,” kenang Trimurti. Trimurti merupakan saksi mata Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Baca: Kisah Mistis Gunung Lawu yang Dikutuk oleh Prabu Brawijaya.
Saat pembacaan proklamasi, Trimurti sempat ditawari menjadi pengerek bendera merah putih. Namun ditolak, dan dilimpahkan ke Latief Hendraningrat. Lalu dia berdiri disamping Fatmawati.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi kali ini tentang sosok SK Trimurti yang menolak dua kali jabatan menteri di masa awal berdirinya Republik Indonesia. Semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Pertama saat ditawarkan oleh Perdana Menteri Indonesia kedua Amir Syarifuddin, di tahun 1947. Saat itu, Trimurti menolak jabatan Menteri Perburuhan pertama Indonesia yang ditawarkan kepadanya. Namun setelah dibujuk Drs Setiajid, akhirnya dia mau menerima tawaran itu.
Dalam bukunya yang berjudul SK Trimurti, Wanita Pengabdi Bangsa, karya Soebagijo IN, Trimurti menyatakan, dirinya tidak mampu menjadi menteri, karena tidak punya pengalaman menjadi menteri. "Saya merasa tidak mampu, saya belum pernah menjadi menteri," kata Trimurti, kepada Setiajid.
Mendengar jawaban Trimurti, Setiajid membalas, "Bung Karno juga belum pernah menjadi presiden." Setelah pembicaraan itu, Trimurti merenung semalaman, dan menerimanya.
Trimurti menjabat sebagai Menteri Perburuhan sejak 1947-1948, hingga meletusnya Peristiwa Madiun 1948 atau dikenal juga dengan Pemberontakan PKI Madiun 1948, yang melibatkan Amir Syarifuddin. Setelah tidak menjabat menteri, Trimurti hidup dalam kesederhanaan.
Sebenarnya, sebagai mantan menteri, dia berhak atas rumah yang layak di kawasan Menteng. Tetapi dia menolak semua fasilitas negara yang diberikan kepadanya itu, dan memilih rumah di Jalan Kramat Lontar.
Rumah sederhana itu, dipilihnya dengan alasan ingin hidup lebih dekat dengan masyarakat kampung, dan lebih dekat dengan rakyat biasa. Hal yang sangat langka terjadi pada para pejabat saat ini.
Masa tua Trimurti dihabiskan di rumah kontrakan, di kawasan Bekasi. Di "gubuknya" itu, tidak ada benda mewah dan berharga lainnya, selain lukisan bergambar Presiden Soekarno sedang menyematkan Bintang Mahaputra tingkat V kepada dirinya.
Dalam kesederhanaan itu juga, Trimurti yang lahir dari keluarga priyayi, pada Sabtu kliwon 11 Mei 1912, di Boyolali, daerah Surakarta, dari pasangan R Ng Salim Banjaransari Mangunsuromo dan RA Saparinten binti Mangunbisomo, meninggal dunia, pada usia 96 tahun. Trimurti meninggal di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta, pada Selasa 20 Mei 2008 malam.
Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Jabatan menteri kedua yang ditolaknya adalah, saat ditawarkan oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Sosial, di tahun 1959.
Saat itu, Trimurti mengatakan, dirinya ingin fokus dengan kuliah, di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI). Penolakan ini, membuat Soekarno marah. Namun dia tidak meluapkannya seperti biasa.
"Mukanya menjadi merah, tapi dia (Soekarno) tidak menyemburkan kemarahannya seperti biasa,” kenang Trimurti. Trimurti merupakan saksi mata Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Baca: Kisah Mistis Gunung Lawu yang Dikutuk oleh Prabu Brawijaya.
Saat pembacaan proklamasi, Trimurti sempat ditawari menjadi pengerek bendera merah putih. Namun ditolak, dan dilimpahkan ke Latief Hendraningrat. Lalu dia berdiri disamping Fatmawati.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi kali ini tentang sosok SK Trimurti yang menolak dua kali jabatan menteri di masa awal berdirinya Republik Indonesia. Semoga dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(nag)