Jemaah Musala di Garut Berkumur, Wudu hingga Mencuci Kaki di Kolam Berair Keruh
loading...
A
A
A
GARUT - Jemaah musala di Kampung Maningkut, Desa Banjarwangi, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut berwudu menggunakan air keruh. Air ini berada pada sebuah kolam kecil dangkal yang terletak dekat dengan pintu masuk musala.
Tak hanya digunakan untuk berwudu, air itu juga tampak dipakai jemaah lainnya untuk mencuci kaki dengan cara merendamkannya ke kolam sebelum memasuki musala. Air tersebut berasal dari mata air yang dihubungkan melalui talang bambu.
Air di kolam ini sebenarnya tidak keruh jika di musim kemarau. Namun penggunaan kolam untuk berwudu, berkumur, dan merendamkan kaki di saat yang bersamaan tetap membuat air menjadi keruh.
Jika musim hujan, maka air di kolam menjadi sangat kecokelatan karena bercampur tanah. Sebab saluran menuju ke musala mesti melewati selokan.
Tidak ada pilihan, warga tetap berwudu kendati air kotor. Mereka berkumur-kumur, membasuh muka, mencuci tangan dan kaki. Hal tersebut tergambar dalam video yang diunggah akun Instagram @husnicahyagumilar.
"Jika musim kemarau, air ke musala ini habis di jalan. Kalau tidak, air yang mengalir sangat kecil," ujar Husni Cahya Gumilar saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Sabtu (1/4/23).
Dia mengatakan, jarak dari sumber air ke musala sekitar 300 meter. Selain digunakan berwudu, warga setempat kerap mengkonsumsi air tersebut untuk diminum.
"Biasanya warga menampung air untuk minum ketika kondisi air masih jernih. Jadi mereka memiliki stok air bersih disaat musim hujan seperti sekarang. Mereka menyimpannya di ember, kompan atau jeriken," katanya.
Menurut pria yang berprofesi sebagai guru itu, kebiasaan para jemaah berwudu di kolam ini sudah dilakukan bertahun-tahun lamanya.
"Melihat bangunan musala yang sudah lapuk, sebagian tembok rusak dan platformnya yang menghitam, diperkirakan warga di sini sudah lama menggunakan fasilitas wudu di kolam," paparnya.
Tak hanya digunakan untuk berwudu, air itu juga tampak dipakai jemaah lainnya untuk mencuci kaki dengan cara merendamkannya ke kolam sebelum memasuki musala. Air tersebut berasal dari mata air yang dihubungkan melalui talang bambu.
Air di kolam ini sebenarnya tidak keruh jika di musim kemarau. Namun penggunaan kolam untuk berwudu, berkumur, dan merendamkan kaki di saat yang bersamaan tetap membuat air menjadi keruh.
Jika musim hujan, maka air di kolam menjadi sangat kecokelatan karena bercampur tanah. Sebab saluran menuju ke musala mesti melewati selokan.
Tidak ada pilihan, warga tetap berwudu kendati air kotor. Mereka berkumur-kumur, membasuh muka, mencuci tangan dan kaki. Hal tersebut tergambar dalam video yang diunggah akun Instagram @husnicahyagumilar.
"Jika musim kemarau, air ke musala ini habis di jalan. Kalau tidak, air yang mengalir sangat kecil," ujar Husni Cahya Gumilar saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Sabtu (1/4/23).
Dia mengatakan, jarak dari sumber air ke musala sekitar 300 meter. Selain digunakan berwudu, warga setempat kerap mengkonsumsi air tersebut untuk diminum.
"Biasanya warga menampung air untuk minum ketika kondisi air masih jernih. Jadi mereka memiliki stok air bersih disaat musim hujan seperti sekarang. Mereka menyimpannya di ember, kompan atau jeriken," katanya.
Menurut pria yang berprofesi sebagai guru itu, kebiasaan para jemaah berwudu di kolam ini sudah dilakukan bertahun-tahun lamanya.
"Melihat bangunan musala yang sudah lapuk, sebagian tembok rusak dan platformnya yang menghitam, diperkirakan warga di sini sudah lama menggunakan fasilitas wudu di kolam," paparnya.