Terlibat Perang Sarung di JLS Salatiga, 8 Remaja Ditangkap Polisi
loading...
A
A
A
SALATIGA - Anggota Satreskrim Polres Salatiga menangkap delapan anak remaja pelaku perang sarung di jalan lingkar selatan (JLS) Salatiga, Jawa Tengah. Mereka dibawa ke Mapolres Salatiga setelah mengakui terlibat perang sarung pada Kamis (23/3/2023) malam.
Para anak remaja yang tercatat berstatus sebagai pelajar tersebut dibawa ke Mapolres untuk dibina dan diedukasi mengenai bahaya perang sarung. Setelah dibina untuk memberikan efek jera, kedelapan remaja tersebut membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannnya.
"Perang sarung mempunyai tingkat bahaya yang sangat tinggi. Perang sarung sudah memakan korban jiwa di daerah lain, jangan sampai hal tersebut juga terjadi di Kota Salatiga," kata Kasat Reskrim Polres Salatiga AKP M Arifin Suryani, Jumat (24/3/2023).
Menurutnya, perang sarung dengan cara mengikat ujung sarung kemudian digunakan untuk saling memukul.
Semula hanya bersifat bercanda, namun pada perkembangannya justru dapat menjadi tindakan anarkhis berupa tawuran. Bahkan menjadi tindak pidana jika di dalam sarung yang digunakan diisi dengan benda keras atau benda tajam seperti batu maupun pisau yang bisa mengakibatkan nyawa orang melayang.
"Perang sarung yang niatnya untuk bercanda bisa berkembang menjadi tawuran. Perang sarung yang dilakukan di jalan-jalan umum juga menimbulkan keresahan masyarakat, sehingga kita laksanakan langkah antisipasi agar tidak kembali terjadi," ujarnya.
Kasi Humas Polres Salatiga Iptu Henri Widyoriani menambahkan, perang sarung yang terjadi di JLS Salatiga memang tidak ada korban. Namun peristiwa itu, disikapi dengan bijak agar hal tersebut tidak terulang kembali.
"Para pelaku diminta untuk membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Polres Salatiga melarang masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja melakukan perang sarung karena hal tersebut sangat membahayakan keselamatan jiwa," ujarnya.
Rencananya dalam waktu dekat ini, Polres Salatiga akan kembali memanggil kedelapan pelajar yang terlibat dalam perang sarung tersebut dengan didampingi orang tua dan sekolahnya masing-masing. Diharapkan agar pihak sekolah dan orang tua selalu memantau kegiatan anak didiknya saat di luar jam sekolah.
"Pengawasan harus terus dilakukan agar kejadian perang sarung tidak terulang kembali yang dapat berdampak dengan timbulnya korban," tandasnya.
Para anak remaja yang tercatat berstatus sebagai pelajar tersebut dibawa ke Mapolres untuk dibina dan diedukasi mengenai bahaya perang sarung. Setelah dibina untuk memberikan efek jera, kedelapan remaja tersebut membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannnya.
"Perang sarung mempunyai tingkat bahaya yang sangat tinggi. Perang sarung sudah memakan korban jiwa di daerah lain, jangan sampai hal tersebut juga terjadi di Kota Salatiga," kata Kasat Reskrim Polres Salatiga AKP M Arifin Suryani, Jumat (24/3/2023).
Menurutnya, perang sarung dengan cara mengikat ujung sarung kemudian digunakan untuk saling memukul.
Semula hanya bersifat bercanda, namun pada perkembangannya justru dapat menjadi tindakan anarkhis berupa tawuran. Bahkan menjadi tindak pidana jika di dalam sarung yang digunakan diisi dengan benda keras atau benda tajam seperti batu maupun pisau yang bisa mengakibatkan nyawa orang melayang.
"Perang sarung yang niatnya untuk bercanda bisa berkembang menjadi tawuran. Perang sarung yang dilakukan di jalan-jalan umum juga menimbulkan keresahan masyarakat, sehingga kita laksanakan langkah antisipasi agar tidak kembali terjadi," ujarnya.
Kasi Humas Polres Salatiga Iptu Henri Widyoriani menambahkan, perang sarung yang terjadi di JLS Salatiga memang tidak ada korban. Namun peristiwa itu, disikapi dengan bijak agar hal tersebut tidak terulang kembali.
"Para pelaku diminta untuk membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Polres Salatiga melarang masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja melakukan perang sarung karena hal tersebut sangat membahayakan keselamatan jiwa," ujarnya.
Rencananya dalam waktu dekat ini, Polres Salatiga akan kembali memanggil kedelapan pelajar yang terlibat dalam perang sarung tersebut dengan didampingi orang tua dan sekolahnya masing-masing. Diharapkan agar pihak sekolah dan orang tua selalu memantau kegiatan anak didiknya saat di luar jam sekolah.
"Pengawasan harus terus dilakukan agar kejadian perang sarung tidak terulang kembali yang dapat berdampak dengan timbulnya korban," tandasnya.
(shf)