Pemberian Gelar Bapak Pembangunan Adalah Operasi Intelijen untuk Hentikan Kekuasaan Soeharto
loading...
A
A
A
Yoga memutuskan tidak lagi memakai cara Jawa. Dalam sebuah pertemuan rutin di bulan Mei tahun 1985, ia terang-terangan menyarankan Soeharto untuk berjiwa besar, legowo lengser keprabon dan tidak maju lagi pada pemilu berikutnya (1988).
Yoga beralasan pada tahun 1988 Pak Harto sudah berkuasa 22 tahun dan usianya sudah menginjak 67 tahun. Periode 1983-1988 juga merupakan puncak kepemimpinan Pak Harto.
Termasuk alasan jaringan informasi yang semakin melemah serta bisnis keluarga yang terus membesar sekaligus berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, juga disampaikan.
Yoga mengatakan siap mendukung dan mengamankan siapapun kader yang ditunjuk Pak Harto sebagai pengganti. Lantas apa jawaban Soeharto? Soeharto hanya diam. Ia memilih tidak menanggapi.
Yang bereaksi justru Benny Moerdani dan Sudharmono yang langsung menolak tegas jalan pikiran Yoga. Malam itu terjadi perdebatan keras dan Pak Harto tidak mengambil sikap. Isyarat berbeda justru terlihat dari Ibu Tien Soeharto, meski tidak ditampakkan terbuka.
“Ibu Tien Soeharto yang diam-diam mengamati, kemudian melintas di ruang pertemuan tersebut, seraya memberi isyarat cenderung mendukung usul Yoga,” begitu yang tertulis dalam Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar.
Upaya Yoga kembali gagal. Sejak peristiwa itu ia memutuskan tidak akan menemui Soeharto lagi jika tidak dipanggil. Hubungannya dengan Soeharto dan Benny Moerdani juga berubah dingin.
Pada Juni 1989 Yoga berhenti sebagai Kepala Bakin atas permintaanya sendiri. Kelak, pada tahun 1998 yang kemudian dikenal sebagai peristiwa reformasi, apa yang dikhawatirkan Yoga Sugomo terbukti.
Yoga beralasan pada tahun 1988 Pak Harto sudah berkuasa 22 tahun dan usianya sudah menginjak 67 tahun. Periode 1983-1988 juga merupakan puncak kepemimpinan Pak Harto.
Termasuk alasan jaringan informasi yang semakin melemah serta bisnis keluarga yang terus membesar sekaligus berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial, juga disampaikan.
Yoga mengatakan siap mendukung dan mengamankan siapapun kader yang ditunjuk Pak Harto sebagai pengganti. Lantas apa jawaban Soeharto? Soeharto hanya diam. Ia memilih tidak menanggapi.
Yang bereaksi justru Benny Moerdani dan Sudharmono yang langsung menolak tegas jalan pikiran Yoga. Malam itu terjadi perdebatan keras dan Pak Harto tidak mengambil sikap. Isyarat berbeda justru terlihat dari Ibu Tien Soeharto, meski tidak ditampakkan terbuka.
“Ibu Tien Soeharto yang diam-diam mengamati, kemudian melintas di ruang pertemuan tersebut, seraya memberi isyarat cenderung mendukung usul Yoga,” begitu yang tertulis dalam Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar.
Upaya Yoga kembali gagal. Sejak peristiwa itu ia memutuskan tidak akan menemui Soeharto lagi jika tidak dipanggil. Hubungannya dengan Soeharto dan Benny Moerdani juga berubah dingin.
Pada Juni 1989 Yoga berhenti sebagai Kepala Bakin atas permintaanya sendiri. Kelak, pada tahun 1998 yang kemudian dikenal sebagai peristiwa reformasi, apa yang dikhawatirkan Yoga Sugomo terbukti.
(msd)