Denda Tak Bermasker, Urgensitas atau Formalitas?

Rabu, 15 Juli 2020 - 07:15 WIB
loading...
Denda Tak Bermasker,...
Penerapan sanksi denda bagi warga yang tidak menggunakan masker di ruang publik harus berbanding lurus dengan upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan pemerintah. Foto/Koran SINDO/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Penerapan sanksi denda bagi warga yang tidak menggunakan masker di ruang publik harus berbanding lurus dengan upaya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan pemerintah.

Misalnya upaya apa yang sudah dilakukan untuk memastikan semua warganya telah memiliki masker. Terlebih bagi mereka yang kondisi ekonominya lemah, membeli masker merupakan hal yang perlu pertimbangan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dibutuhkan usaha dan kerja keras yang tidak mudah.

Hal tersebut menyikapi rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengenai penerapan sanksi denda senilai Rp100.000-150.000 bagi warga yang tidak mengenakan masker di tempat atau fasilitas umum. Rencananya sanksi itu diberlakukan mulai 27 Juli mendatang.

"Sebetulnya saya masih belum setuju dengan adanya rencana dari penerapan kebijakan tersebut, karena sudah sejauh mana pemerintah telah melakukan upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakatnya terkait rencana tersebut," ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Rizal Khaerul. (Baca: Terdaftar sebagai Jamu di BPOM, Kalung Antivirus Corona Bukan Jimat)

Ketua Fraksi PKS DPRD Jabar Haru Suandharu mengatakan, langkah Pemprov Jabar menerapkan kebijakan sanksi tidak menggunakan masker dinilai tidak efektif. Dia menyarankan agar pemprov kembali memberlakukan PSBB. Karena tanpa PSBB maka denda tersebut tidak punya landasan hukum, sebab dengan payung hukum maka PSBB lebih persuasif mengimbau masyarakat untuk tidak berkerumun, memakai masker, dan sering cuci tangan. "Penerapan denda dikhawatirkan tidak efektif karena masyarakat boleh ke luar rumah, jadi memiliki kebutuhan mendesak untuk memenuhi kehidupannya," jelasnya.

Haru juga mengingatkan, sebaiknya pemprov memfasilitasi memberikan masker gratis atau masker bersubsidi untuk masyarakat yang kurang mampu. “Menurut saya, itu akan jauh lebih efektif dibandingkan memberikan denda," paparnya.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid -19 Jabar Ridwan Kamil mengatakan, tujuan denda ini untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan salah satu protokol kesehatan itu. Denda hanya untuk memberikan efek jera sebab jika tidak ada sanksi maka masyarakat cenderung menyepelekan.

“Kami akan mendisiplinkan penggunaan masker karena proses edukasi sudah dilakukan. Misalnya teguran. Tahap berikutnya yaitu dengan denda,” ungkap Kang Emil, panggilan akrabnya.

Dia mengatakan, pemberlakuan denda bertujuan meningkatkan kedisiplinan masyarakat seiring menurunnya kedisiplinan masyarakat menggunakan masker. Data teranyar menyebutkan, Jabar masuk delapan provinsi dengan penyebaran korona tertinggi. Hingga Senin (13/7/2020) lalu, jumlahnya mencapai 5.077 kasus dengan angka kematian 186 pasien positif. (Baca juga: Cinta Ditolak, Napi Asimilasi Bacok Wanita Idamannya)

Penerapan denda ini mendapat reaksi berbeda dari masyarakat. Tak sedikit yang mendukung, tapi banyak juga yang menolak karena hingga saat ini upaya penegakan aturan protokol Covid-19 mulai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pra-adaptasi kebiasaan baru (AKB) dianggap tidak efektif.

"Seharusnya pemerintah atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sudah mulai gencar sosialisasikan sanksi denda tak bermasker di tempat umum. Payung hukumnya seperti apa, karena ini denda kaitannya dengan sebuah produk hukum," ujar Azwar Lazuardy, warga Pondok Rumput, Kelurahan Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor.

Dia juga mempertanyakan proses penerapan sanksi denda terhadap pelanggar aturan tak bermasker. Sebaiknya, kata dia, dalam memberlakukan sanksi mengedepankan persuasif dan edukatif. Kerahkan semua aparatur pemerintahan mulai tingkat kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW. “Denda itu alternatif terakhir dan bagi warga yang bandel saja,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan Dodi, warga Kota Bogor lainnya. Dia meragukan efektifitas sanksi denda terhadap pelanggar masker di tempat umum, sebab di Jakarta saja penerapan sanksi denda tak berjalan efektif. Oleh sebab itu, sebaiknya dimatangkan terlebih dahulu dan harus ada kajian akademis. “Ini produk hukum yang tujuannya juga untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD)," kata karyawan swasta di Cibinong itu.

Meski demikian, pihaknya mendukung maksud dari penegakan sanksi denda terhadap pelanggar wajib masker dengan harapan tidak ada lagi penularan Covid-19. “Saya kira tujuannya baik, tapi ingat harus ditunjang dengan kajian akademis. Jangan sampai malah menimbulkan permasalahan baru. Apalagi sampai dijadikan ajang pungli seperti sanksi tilang lalu lintas," ujarnya. (Baca juga: RUU HIP Ingatkan Mantan Soeharto Habisi Lawan Politik)

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku masih membahas mekanisme denda tersebut. Yang jelas, kata dia, sanksi denda akan dilakukan petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), TNI-Polri atas nama Gugus Tugas. “Proses tilang berdenda ini akan diterapkan secara resmi menggunakan kuitansi dari e-tilang via aplikasi PIKOBAR. Dananya masuk ke kas daerah sesuai peraturan," katanya.

Penerapan sanksi denda ini sudah diterapkan Pemprov DKI Jakarta. Warga beraktivitas di ruang publik dan tidak memakai masker didenda paling sedikit Rp100.000 hingga Rp250.000. Hal itu berdasarkan Pergub 41/2020 pasal 4 bagian C tentang sanksi pelanggaran PSBB di DKI Jakarta.

Selain denda administratif, ada juga denda teguran tertulis dan denda kerja sosial yang harus dilakukan pelanggar. Menariknya lagi, para pelanggar PSBB yang melakukan kerja sosial harus menggunakan rompi khusus saat menjalankan sanksinya membersihkan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta.

Selain lupa memakai masker, sanksi-sanksi yang turut diatur dalam Pergub 41/2020 terkait jumlah orang saat melakukan aktivitas di ruang publik, pembatasan kegiatan sosial-budaya, hingga pembatasan penggunaan transportasi untuk mengangkut orang maupun barang.

Pergub bertujuan meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap physical distancing, social distancing, dan penerapan protokol pencegahan penyebaran korona. Penerapan kebijakan ini sebenarnya belum efektif. Artinya, masih banyak warga yang tidak menggunakan masker tapi tak ada penindakan.

Penerapan sanksi serupa juga telah diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Padang, Sumatera Barat. Warga yang tidak menggunakan masker diwajibkan membayar denda Rp250.000. Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Wali Kota Padang Nomor 40 Tahun 2020.

Pemberian sanksi tersebut dijelaskan di pasal 10 tentang pembatasan aktivitas di luar rumah. Pada pasal 10 ayat 1 berbunyi, setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah pada tempat umum atau fasilitas umum akan dikenakan sanksi. (Lihat videonya: Banjir Bandang di Kabupaten Luwu Hancurkan Akses Jalan Desa)

Pasal tersebut menjelaskan sejumlah sanksi seperti administratif, teguran, dan kerja sosial berupa membersihkan fasilitas umum dengan menggunakan rompi. Selain itu, sanksi yang diatur bisa juga denda administratif paling sedikit Rp100.000 dan paling banyak Rp250.000.

Pemberian sanksi juga berlaku untuk warga Gresik, Jawa Timur. Selain sanksi denda, juga ada sanksi moral lainnya, seperti bersih-bersih di suatu kegiatan agar warga menaati aturan tersebut. (Agung Bakti Sarasa/Haryudi/Abdullah M Surjaya)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4996 seconds (0.1#10.140)