Proyek Megah Keraton Plered, Istana Baru Kerajaan Mataram yang Hancur Akibat Pemberontakan Trunojoyo
loading...
A
A
A
Pagar-pagar kota juga dibangun dengan indah di dalam istana Kerajaan Mataram. Pagar kota ini diperkirakan berukuran luas 2x2 mil, dengan ketinggian tembok sekitar 6-7 meter.
Di dalam tembok keraton tersebut, terdapat sejumlah komponen yang di antaranya adalah Sitinggil, Bangsal Witana, Mandungan, Sri Menganti, Pecaosan, Sumur Gumuling, tempat memandikan keris pusaka, Masjid Panepen (suronoto), Prabayeksa, Bangsal Kencana, Bangsal Kemuning, Bangsal Manis, Gedong Kuning, dan tempat tinggal abdi dalem Kedhondhong.
Di sebelah utara kompleks keraton, juga terdapat alun-alun yang luasnya sekitar 300x400 meter, dengan masjid di sebelah baratnya. Keindahan dan kemegahan bangunan Keraton Plered semakin tampak sempurna karena dilengkapi danau buatan atau yang dinamakan Segarayasa.
Keindahannya ini membuat keraton berfungsi tidak hanya sebagai tempat rekreasi keluarga raja, tetapi bangunan ini juga sebagai tempat perikanan, perairan, dan latihan perang bagi para prajurit Kerajaan Mataram.
Keraton Plered akhirnya ditinggalkan pada tahun 1680-an oleh putera Amangkurat I, Sultan Amangkurat II. Pemberontakan Trunajaya membuat Kerajaan Mataram di Plered hancur. Istana megah dengan arsitektur modern di masa itu porak poranda.
Sejak Amangkurat I memerintah, Kerajaan Mataram dilanda ketidakstabilan dan huru-hara yang tak kunjung bisa dipadamkan. Kondisi ini membuat Keraton Mataram, terpaksa kembali berpindah tempat ke Kartasura.
Tak hanya itu, puluhan perempuan cantik putri abdi dalem keraton juga diculik. Kehancuran Istana Mataram dicatat sejarah pada tahun 1677 usai pemberontakan Trunajaya, asal Madura. Bangunan-bangunan mewah dan megah luluh lantah, banyak pasukan Mataram yang tewas.
Para pemberontak yang digerakkan oleh Trunajaya dan beberapa kaum bangsawan Jawa Timur, dan Madura berhasil menguasai Ibu Kota Mataram, Plered. Peri Mardiyono dalam tulisannya menyebutkan, pemberontakan besar ini memang diotaki oleh Trunajaya.
Di dalam tembok keraton tersebut, terdapat sejumlah komponen yang di antaranya adalah Sitinggil, Bangsal Witana, Mandungan, Sri Menganti, Pecaosan, Sumur Gumuling, tempat memandikan keris pusaka, Masjid Panepen (suronoto), Prabayeksa, Bangsal Kencana, Bangsal Kemuning, Bangsal Manis, Gedong Kuning, dan tempat tinggal abdi dalem Kedhondhong.
Di sebelah utara kompleks keraton, juga terdapat alun-alun yang luasnya sekitar 300x400 meter, dengan masjid di sebelah baratnya. Keindahan dan kemegahan bangunan Keraton Plered semakin tampak sempurna karena dilengkapi danau buatan atau yang dinamakan Segarayasa.
Baca Juga
Keindahannya ini membuat keraton berfungsi tidak hanya sebagai tempat rekreasi keluarga raja, tetapi bangunan ini juga sebagai tempat perikanan, perairan, dan latihan perang bagi para prajurit Kerajaan Mataram.
Keraton Plered akhirnya ditinggalkan pada tahun 1680-an oleh putera Amangkurat I, Sultan Amangkurat II. Pemberontakan Trunajaya membuat Kerajaan Mataram di Plered hancur. Istana megah dengan arsitektur modern di masa itu porak poranda.
Sejak Amangkurat I memerintah, Kerajaan Mataram dilanda ketidakstabilan dan huru-hara yang tak kunjung bisa dipadamkan. Kondisi ini membuat Keraton Mataram, terpaksa kembali berpindah tempat ke Kartasura.
Tak hanya itu, puluhan perempuan cantik putri abdi dalem keraton juga diculik. Kehancuran Istana Mataram dicatat sejarah pada tahun 1677 usai pemberontakan Trunajaya, asal Madura. Bangunan-bangunan mewah dan megah luluh lantah, banyak pasukan Mataram yang tewas.
Para pemberontak yang digerakkan oleh Trunajaya dan beberapa kaum bangsawan Jawa Timur, dan Madura berhasil menguasai Ibu Kota Mataram, Plered. Peri Mardiyono dalam tulisannya menyebutkan, pemberontakan besar ini memang diotaki oleh Trunajaya.
Baca Juga