Sosok I-Tsing, Biksu Tiongkok yang Belajar Sampai ke Kerajaan Sriwijaya

Senin, 16 Januari 2023 - 04:11 WIB
Kedatangan Cheng Ho pulalah yang membuat hubungan politik dan dagang yang diiringi kedatangan para saudagar-saudagar Tiongkok lainnya ke Saumdera Pasai. Interaksi antara pedagang Tiongkok dengan warga lokal Indonesia, mengakibatkan terjadi perkawinan silang.

Perlahan etnis Tiongkok menyebar di sejumlah tempat. Di tempat-tempat baru di Nusantara para imigran Tiongkok ini lantas kawin dengan wanita setempat, atau wanita Tiongkok peranakan lainnya.



Tak hanya I-Tsing, Sriwijaya sebagai pusat pendidikan Budha, juga menarik perhatian Atisha. Saat usianya baru menginjak 31 tahun, Atisha datang ke Sriwijaya, dengan diikuti oleh 100 muridnya.

Mereka berangkat melakukan perjalanan laut selama 13 tahun ke Sumatera, untuk belajar Budhisme. Dikenalnya Sriwijaya sebagai pusat pendidikan Budha-Mahayana tidak lain karena peranan Suvarnadvipi Dharmakrti, yang dalam tradisi Budha Tibetan disebut dengan nama Serlingpa (Gser-gling-pa), dan dianggap Guru Bodhichitta.

Selain merupakan biksu tertinggi di Sriwijaya yang pengetahuannya dikenal luas, Dharmakriti dicatat telah menyusun kitab Abhisamayalamkara. Demikian populernya Dharmakriti membuat Atisha berani menempuh risiko mengarungi lautan luas ke Sriwijaya untuk belajar.

Dalam bentang masa belajarnya selama 13 tahun, yakni dari tahun 1011 hingga tahun 1023 Masehi, Atisha juga pernah menyempatkan diri ziarah ke Borobudur di Jawa, dan belajar perihal teks Mahayana, yang dipahatkan menjadi bangunan candi.

Atisha, yang merupakan seorang sarjana Buddha asal Benggala, dan berperan dalam mengembangkan Buddha Vajrayana di Tibet, dalam kertas kerjanya Durbodhaloka menyebutkan keberadaan pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa penguasa Sriwijayanagara di Malayagiri di Suvarnadvipa.



Kedatuan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Budha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand.

Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.

Prasasti Kedukan Bukit, menyebutkan bahwa Dapunta Hyang berasal dari Minanga Tamwan. Hingga kini, lokasi yang tepat dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan. Teori Palembang, sebagai tempat di mana Sriwijaya pertama kali bermula, diajukan oleh Coedes dan didukung oleh Pierre-Yves Manguin.



Selain Palembang, tempat lain seperti Muaro Jambi (Sungai Batanghari, Jambi) dan Muara Takus (pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Sriwijaya.

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya terletak di sebelah barat daya pusat kota Palembang. Situs ini membentuk poros yang menghubungkan Bukit Seguntang dan tepian Sungai Musi.

Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama Muslim dari Timur Tengah, sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, di saat melemahnya pengaruh Sriwijaya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More