Tolak Pansus BLT Dana Desa, 109 Kades Seruduk Gedung DPRD Bulukumba
Senin, 13 Juli 2020 - 18:30 WIB
BULUKUMBA - 109 kepala desa (kades) se-Kabupaten Bulukumba "menyeruduk" kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulukumba , Senin (13/7/2020). Kedatangan mereka untuk menyampaikan penolakan terhadap terbentuknya panitia khusus (pansus) bantuan langsung tunai (BLT) dana desa.
Perwakilan massa, Kades Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Andi Baso Mauragawali AS menyampaikan bahwa, pihaknya menolak terbentuknya pansus tersebut karena tak sesuai dengan aturan.
Andi Baso menyebut, pembentukan pansus harus didasari dengan tingkat urgensi atas adanya kejadian luar biasa, dan dapat berdampak terhadap banyak orang. Sedangkan dari penyaluran BLT dana desa kata dia, sejauh ini tidak ada permasalahan yang berarti.
"Kalaupun ada aspirasi dari masyarakat yang diterima oleh DPRD, masyarakat siapa yang dimaksud? Dan apakah itu dikatakan urgen?. Seharusnya DPRD cuma menggelar RDP dan memanggil desa terkait yang dianggap bermasalah. Bukan malah membentuk pansus dan memanggil semua desa," terangnya.
Selain itu, menurut pria yang akrab disapa Opu tersebut, DPRD Bulukumba terlalu jauh mencampuri urusan "dapur" desa.
"Kalau di tingkat desa, ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku lembaga legislatif yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja desa," terangnya.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Bulukumba, H Rijal menjelaskan, bahwa terbentuknya pansus bukanlah untuk mencari kesalahan kades, melainkan sebagai bentuk tindak lanjut dari aspirasi masyarakat terkait penyaluran BLT dana desa.
Anggota DPRD Bulukumba lainnya, M Bakti di tempat yang sama menyampaikan, pembentukan pansus BLT dana desa hanya untuk menelusuri data penerima di desa-desa, kemudian menyandingkan data yang ditemukan dengan apa yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh kades.
Perwakilan massa, Kades Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Andi Baso Mauragawali AS menyampaikan bahwa, pihaknya menolak terbentuknya pansus tersebut karena tak sesuai dengan aturan.
Andi Baso menyebut, pembentukan pansus harus didasari dengan tingkat urgensi atas adanya kejadian luar biasa, dan dapat berdampak terhadap banyak orang. Sedangkan dari penyaluran BLT dana desa kata dia, sejauh ini tidak ada permasalahan yang berarti.
"Kalaupun ada aspirasi dari masyarakat yang diterima oleh DPRD, masyarakat siapa yang dimaksud? Dan apakah itu dikatakan urgen?. Seharusnya DPRD cuma menggelar RDP dan memanggil desa terkait yang dianggap bermasalah. Bukan malah membentuk pansus dan memanggil semua desa," terangnya.
Selain itu, menurut pria yang akrab disapa Opu tersebut, DPRD Bulukumba terlalu jauh mencampuri urusan "dapur" desa.
"Kalau di tingkat desa, ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku lembaga legislatif yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja desa," terangnya.
Menanggapi itu, Ketua DPRD Bulukumba, H Rijal menjelaskan, bahwa terbentuknya pansus bukanlah untuk mencari kesalahan kades, melainkan sebagai bentuk tindak lanjut dari aspirasi masyarakat terkait penyaluran BLT dana desa.
Anggota DPRD Bulukumba lainnya, M Bakti di tempat yang sama menyampaikan, pembentukan pansus BLT dana desa hanya untuk menelusuri data penerima di desa-desa, kemudian menyandingkan data yang ditemukan dengan apa yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh kades.
tulis komentar anda