Kisah Pohon Cengkeh Tertua di Dunia yang Selamat dari Pemusnahan Belanda
Sabtu, 11 Juli 2020 - 05:00 WIB
Cerita pemusnahan cengkeh tersebut juga dicatat dalam "Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950" karya Adnan Amal. Di mana, Belanda yang kala itu dengan kongsi dagangnya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menginstruksikan eradikasi pohon cengkeh di wilayah-wilayah yang kini masuk Provinsi Maluku Utara. Yang tidak dikenakan eradikasi hanyalah pohon-pohon cengkeh yang tumbuh di pulau Ambon dan Seram.
Untuk menjalankan rencana busuk tersebut, VOC berunding dengan Sultan Mandar Syah, penguasa Kesultanan Ternate masa itu. Pada 1652, sebuah perjanjian berhasil disepakati yang berisi klausula bahwa Mandar Syah mengizinkan VOC melakukan eradikasi pohon cengkih. Dan sebagai kompensasinya Mandar Syah menerima recognitie penningen (pembayaran untuk suatu pelayanan yang pasti) yang besarnya disepakati. Sementara rakyat pemilik pohon cengkeh yang ditebang memperoleh ganti rugi amat kecil.
Kebijakan eradikasi pohon cengkeh mempunyai akibat luas pada rakyat di pulau-pulau penghasil utama komoditas ini, seperti di Ternate, Moti, Makian, Bacan, dan Tidore. Di daerah-daerah ini mulai timbul apatisme. Para bobato (kepala desa) yang juga pemilik pohon-pohon cengkeh yang selama ini menjual hasilnya sendiri, ditugaskan berlayar dari pulau ke pulau mengawasi penebangan pohon-pohon cengkeh (hongi tochten). Mereka bisa disalahkan bila ada pohon cengkeh yang tidak ditebang.
Selain memperoleh recognitie penningen, Sultan Mandar Syah juga memperoleh bonus berupa bahan pakaian dan perhiasan yang mahal. Sementara recognitie penningen yang semestinya diterima para bobato secara tunai, diganti Sultan atau petinggi istana dengan pemberian pakaian model India, perhiasan dan barang pecah belah lain yang harganya jauh di bawah jumlah yang semestinya diterima. Pendapatan para bobato sebelum dan sesudah penebangan pohon-pohon cengkih menjadi amat merosot. Mereka lebih banyak bergantung pada sultan dan kerajaan.
Wisata Jalur Rempah
Mendaki bukit Cengkeh Afo, Ternate Tengah, yang kini telah disulap menjadi destinasi wisata jalur rempah terasa sangat menyenangkan. Bagaikan mencumbu dan menyingkap kembali tabir kejayaan rempah-rempah Nusantara tempo dulu.
Ada tiga pohon Cengkeh Afo di bukit ini, yakni Cengkeh Afo berusia 450 tahun, Cengkeh Afo II 300 tahun, dan Cengkeh Afo III berumur sekitar 200 tahun. Pohon cengkeh Afo I yang tingginya mencapai 36,6 meter, dan Afo II yang tingginya memcapai 16 m, sudah roboh. Sisa potongan pohon yang tumbang masih dibiarkan di tempatnya, dan dipagar.
Kini, yang tersisa cengkeh Afo III yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk bukit. Pohon cengkeh Afo III yang satu kali panen menghasilkan 260 kg memiliki garis lingkar 3,90 meter. Bibitnya yang sudah banyak ditanam oleh petani di Ternate, terkenal kuat, tahan hama dan berbuah lebat.
Selain pohon cengkeh, bukit yang memiliki ketinggian kurang lebih 600 meter dari permukaan laut (mdpl) ini juga ditumbuhi komoditas rempah lain, yakni pala dan kayu manis, termasuk kelapa, cokelat, dan pinang.
Yang membuat perjalanan makin berkesan, pengunjung dimanjakan suguhan kopi dan teh berbahan rempah, termasuk melihat langsung teknik memasak Rimo-rimo yang dikerjakan sekelompok ibu-ibu. Rimo-rimo adalah aneka makanan yang disajikan dengan proses pemanggangan di dalam ruas bambu, dan diolah dengan campuran rempah-rempah terbaik dari Maluku Utara.
Untuk menjalankan rencana busuk tersebut, VOC berunding dengan Sultan Mandar Syah, penguasa Kesultanan Ternate masa itu. Pada 1652, sebuah perjanjian berhasil disepakati yang berisi klausula bahwa Mandar Syah mengizinkan VOC melakukan eradikasi pohon cengkih. Dan sebagai kompensasinya Mandar Syah menerima recognitie penningen (pembayaran untuk suatu pelayanan yang pasti) yang besarnya disepakati. Sementara rakyat pemilik pohon cengkeh yang ditebang memperoleh ganti rugi amat kecil.
Kebijakan eradikasi pohon cengkeh mempunyai akibat luas pada rakyat di pulau-pulau penghasil utama komoditas ini, seperti di Ternate, Moti, Makian, Bacan, dan Tidore. Di daerah-daerah ini mulai timbul apatisme. Para bobato (kepala desa) yang juga pemilik pohon-pohon cengkeh yang selama ini menjual hasilnya sendiri, ditugaskan berlayar dari pulau ke pulau mengawasi penebangan pohon-pohon cengkeh (hongi tochten). Mereka bisa disalahkan bila ada pohon cengkeh yang tidak ditebang.
Selain memperoleh recognitie penningen, Sultan Mandar Syah juga memperoleh bonus berupa bahan pakaian dan perhiasan yang mahal. Sementara recognitie penningen yang semestinya diterima para bobato secara tunai, diganti Sultan atau petinggi istana dengan pemberian pakaian model India, perhiasan dan barang pecah belah lain yang harganya jauh di bawah jumlah yang semestinya diterima. Pendapatan para bobato sebelum dan sesudah penebangan pohon-pohon cengkih menjadi amat merosot. Mereka lebih banyak bergantung pada sultan dan kerajaan.
Wisata Jalur Rempah
Mendaki bukit Cengkeh Afo, Ternate Tengah, yang kini telah disulap menjadi destinasi wisata jalur rempah terasa sangat menyenangkan. Bagaikan mencumbu dan menyingkap kembali tabir kejayaan rempah-rempah Nusantara tempo dulu.
Ada tiga pohon Cengkeh Afo di bukit ini, yakni Cengkeh Afo berusia 450 tahun, Cengkeh Afo II 300 tahun, dan Cengkeh Afo III berumur sekitar 200 tahun. Pohon cengkeh Afo I yang tingginya mencapai 36,6 meter, dan Afo II yang tingginya memcapai 16 m, sudah roboh. Sisa potongan pohon yang tumbang masih dibiarkan di tempatnya, dan dipagar.
Kini, yang tersisa cengkeh Afo III yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk bukit. Pohon cengkeh Afo III yang satu kali panen menghasilkan 260 kg memiliki garis lingkar 3,90 meter. Bibitnya yang sudah banyak ditanam oleh petani di Ternate, terkenal kuat, tahan hama dan berbuah lebat.
Selain pohon cengkeh, bukit yang memiliki ketinggian kurang lebih 600 meter dari permukaan laut (mdpl) ini juga ditumbuhi komoditas rempah lain, yakni pala dan kayu manis, termasuk kelapa, cokelat, dan pinang.
Yang membuat perjalanan makin berkesan, pengunjung dimanjakan suguhan kopi dan teh berbahan rempah, termasuk melihat langsung teknik memasak Rimo-rimo yang dikerjakan sekelompok ibu-ibu. Rimo-rimo adalah aneka makanan yang disajikan dengan proses pemanggangan di dalam ruas bambu, dan diolah dengan campuran rempah-rempah terbaik dari Maluku Utara.
Lihat Juga :
tulis komentar anda