Kelompok Teroris Bajak Dalil Agama untuk Legitimasi Aksi, Moderasi Agama Perlu Diperkuat
Minggu, 11 Desember 2022 - 09:21 WIB
SEMARANG - Kelompok teroris membajak nilai-nilai dan dalil agama untuk melegitimasi aksinya. Peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jabar pada Rabu (7/12/2022) contoh nyata bahaya itu. Secarik kertas mengutip ayat kitab suci ditinggalkan pelaku di tempat kejadian perkara (TKP).
“Mereka (beraksi) mengatasnamakan agama, itu tidak dibenarkan. Mereka berbuat sesuatu atas nama agama, (padahal) ajaran agama tidak seperti itu,” kata Direktur Pendidikan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Amrullah saat Dialog Interaktif Moderasi Beragama bertajuk “Merajut Persatuan dalam Bingkai Perbedaan” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, dikutip Minggu (10/12/2022).
Dia melanjutkan, masyarakat luas perlu memahami dalil secara kontekstual, tidak boleh hanya tekstual. Sebab, pemahaman tekstual akan menyebabkan pemahaman subjektif, benar menurut dirinya sendiri.
“Makanya kita tentu juga memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masyarakat, jangan hanya benar menurut diri sendiri tetapi tidak melihat konteksnya tentang tafsir itu,” lanjutnya.
Sebab itu, moderasi beragama, sebutnya, perlu diedukasi kepada seluruh kalangan masyarakat, bahkan mulai dari anak-anak, tingkat TK, PAUD, SD, SMP, SMA bahkan hingga tingkat mahasiswa.
Pada fase tertentu, Amrullah menyebut, pemahaman sempit penafsiran nilai-nilai agama yang berujung sikap intoleransi, radikal hingga ke skala lebih tinggi yakni aksi teror menyusup masuk ke kegiatan atau perkumpulan mahasiswa berbasis keagamaan. Hal inilah yang membuat Amrullah menilai penguatan moderasi beragama di kalangan mahasiswa menjadi penting.
“Jangan sampai memahami moderasi beragama yang salah, dibiaskan jadi misalnya moderasi agama. Ini kan berbeda antara moderasi beragama dengan moderasi agama. Agama tidak perlu dimoderasi,” tandasnya.
“Mereka (beraksi) mengatasnamakan agama, itu tidak dibenarkan. Mereka berbuat sesuatu atas nama agama, (padahal) ajaran agama tidak seperti itu,” kata Direktur Pendidikan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Amrullah saat Dialog Interaktif Moderasi Beragama bertajuk “Merajut Persatuan dalam Bingkai Perbedaan” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, dikutip Minggu (10/12/2022).
Dia melanjutkan, masyarakat luas perlu memahami dalil secara kontekstual, tidak boleh hanya tekstual. Sebab, pemahaman tekstual akan menyebabkan pemahaman subjektif, benar menurut dirinya sendiri.
“Makanya kita tentu juga memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masyarakat, jangan hanya benar menurut diri sendiri tetapi tidak melihat konteksnya tentang tafsir itu,” lanjutnya.
Sebab itu, moderasi beragama, sebutnya, perlu diedukasi kepada seluruh kalangan masyarakat, bahkan mulai dari anak-anak, tingkat TK, PAUD, SD, SMP, SMA bahkan hingga tingkat mahasiswa.
Pada fase tertentu, Amrullah menyebut, pemahaman sempit penafsiran nilai-nilai agama yang berujung sikap intoleransi, radikal hingga ke skala lebih tinggi yakni aksi teror menyusup masuk ke kegiatan atau perkumpulan mahasiswa berbasis keagamaan. Hal inilah yang membuat Amrullah menilai penguatan moderasi beragama di kalangan mahasiswa menjadi penting.
“Jangan sampai memahami moderasi beragama yang salah, dibiaskan jadi misalnya moderasi agama. Ini kan berbeda antara moderasi beragama dengan moderasi agama. Agama tidak perlu dimoderasi,” tandasnya.
tulis komentar anda