Kelompok Teroris Bajak Dalil Agama untuk Legitimasi Aksi, Moderasi Agama Perlu Diperkuat
loading...
A
A
A
SEMARANG - Kelompok teroris membajak nilai-nilai dan dalil agama untuk melegitimasi aksinya. Peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jabar pada Rabu (7/12/2022) contoh nyata bahaya itu. Secarik kertas mengutip ayat kitab suci ditinggalkan pelaku di tempat kejadian perkara (TKP).
“Mereka (beraksi) mengatasnamakan agama, itu tidak dibenarkan. Mereka berbuat sesuatu atas nama agama, (padahal) ajaran agama tidak seperti itu,” kata Direktur Pendidikan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Amrullah saat Dialog Interaktif Moderasi Beragama bertajuk “Merajut Persatuan dalam Bingkai Perbedaan” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, dikutip Minggu (10/12/2022).
Dia melanjutkan, masyarakat luas perlu memahami dalil secara kontekstual, tidak boleh hanya tekstual. Sebab, pemahaman tekstual akan menyebabkan pemahaman subjektif, benar menurut dirinya sendiri.
“Makanya kita tentu juga memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masyarakat, jangan hanya benar menurut diri sendiri tetapi tidak melihat konteksnya tentang tafsir itu,” lanjutnya.
Sebab itu, moderasi beragama, sebutnya, perlu diedukasi kepada seluruh kalangan masyarakat, bahkan mulai dari anak-anak, tingkat TK, PAUD, SD, SMP, SMA bahkan hingga tingkat mahasiswa.
Pada fase tertentu, Amrullah menyebut, pemahaman sempit penafsiran nilai-nilai agama yang berujung sikap intoleransi, radikal hingga ke skala lebih tinggi yakni aksi teror menyusup masuk ke kegiatan atau perkumpulan mahasiswa berbasis keagamaan. Hal inilah yang membuat Amrullah menilai penguatan moderasi beragama di kalangan mahasiswa menjadi penting.
“Jangan sampai memahami moderasi beragama yang salah, dibiaskan jadi misalnya moderasi agama. Ini kan berbeda antara moderasi beragama dengan moderasi agama. Agama tidak perlu dimoderasi,” tandasnya.
Dia juga menyoroti masih maraknya konten-konten yang kontraproduktif dengan semangat moderasi beragama yang tersebar di media sosial. Pihaknya, melakukan upaya untuk melawan narasi-narasi yang kontraproduktif itu.
“Agar di masyarakat, konten positif, jumlahnya harus melebihi yang negatif,” ucapnya.
Prinsip moderasi beragama, disebutkan Amrullah adalah tidak boleh melanggar kemanusiaan, tidak boleh melanggar ketertiban umum dan tidak boleh melanggar kesepakatan bersama.
Sementara pada kegiatan itu, Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara (Jayanusa) Idham Cholid berkomentar insiden bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar Bandung itu sebagai kekeliruan memaknai jihad.
“Masa jihad itu membunuh diri sendiri? Itu jahat. Jihad itu ajaran suci, bunuh diri itu tidak baik, jangan dicampuradukkan. Aksi itu dari ideologi transnasional, dikembangkan ISIS jadi ke mana-mana, amaah Anshorut Daulah (JAD) yang kemarin (aksi bom bunuh diri),” kata mantan Ketua DPRD Kabupaten Wonosobo itu.
Dia mengingatkan masyarakat luas bahwa saat ini sedang hidup di dalam negara yang sudah disepakati bentuk finalnya. Dia menyebutnya kesepakatan kebangsaan. Oleh sebab itu, nilai-nilai di dalamnya, termasuk toleransi, harus dijaga.
“Mereka (teroris) itu mau mencederai bentuk kesepakatan. Semangat kebangsaan harus terus dijaga, toleransi, anti-kekerasan, penerimaan terhadap perbedaan,” tegasnya.
Sedangkan Dosen FISIP Undip M Adnan, menyebut moderasi beragama ini adalah sikap proporsional antara hak kemanusiaan dan hak ketuhanan.
“Contohnya, misal mahasiswa ada kewajiban belajar. Tidak boleh semalam suntuk salat tahajud, apalagi main kartu, lalu besoknya (jadi) alasan tidak berangkat (sekolah/kampus),” paparnya.
Moderasi ini tentunya proporsional dan seimbang dalam menjaga hak pribadi dan hak orang lain. Dia mencontohkan pada masa kenabian (Nabi Muhammad SAW), ada pertentangan di Madinah dari Nasrani, Nabi yang mendamaikan.
“Banyak contoh-contoh istimewa yang indah, pergaulan (Nabi) dengan non-Muslim di zaman kenabian,” kata Adnan yang juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Menyoroti aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar yang dilakukan oleh mantan narapidana terorisme (napiter), dia menekankan perlunya dibuka komunikasi.
“Mereka (eks napiter) itu perlu dirangkul, diajak dialog,” tandasnya.
“Mereka (beraksi) mengatasnamakan agama, itu tidak dibenarkan. Mereka berbuat sesuatu atas nama agama, (padahal) ajaran agama tidak seperti itu,” kata Direktur Pendidikan Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Amrullah saat Dialog Interaktif Moderasi Beragama bertajuk “Merajut Persatuan dalam Bingkai Perbedaan” di Universitas Diponegoro, Kota Semarang, dikutip Minggu (10/12/2022).
Dia melanjutkan, masyarakat luas perlu memahami dalil secara kontekstual, tidak boleh hanya tekstual. Sebab, pemahaman tekstual akan menyebabkan pemahaman subjektif, benar menurut dirinya sendiri.
“Makanya kita tentu juga memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap masyarakat, jangan hanya benar menurut diri sendiri tetapi tidak melihat konteksnya tentang tafsir itu,” lanjutnya.
Sebab itu, moderasi beragama, sebutnya, perlu diedukasi kepada seluruh kalangan masyarakat, bahkan mulai dari anak-anak, tingkat TK, PAUD, SD, SMP, SMA bahkan hingga tingkat mahasiswa.
Pada fase tertentu, Amrullah menyebut, pemahaman sempit penafsiran nilai-nilai agama yang berujung sikap intoleransi, radikal hingga ke skala lebih tinggi yakni aksi teror menyusup masuk ke kegiatan atau perkumpulan mahasiswa berbasis keagamaan. Hal inilah yang membuat Amrullah menilai penguatan moderasi beragama di kalangan mahasiswa menjadi penting.
“Jangan sampai memahami moderasi beragama yang salah, dibiaskan jadi misalnya moderasi agama. Ini kan berbeda antara moderasi beragama dengan moderasi agama. Agama tidak perlu dimoderasi,” tandasnya.
Dia juga menyoroti masih maraknya konten-konten yang kontraproduktif dengan semangat moderasi beragama yang tersebar di media sosial. Pihaknya, melakukan upaya untuk melawan narasi-narasi yang kontraproduktif itu.
“Agar di masyarakat, konten positif, jumlahnya harus melebihi yang negatif,” ucapnya.
Prinsip moderasi beragama, disebutkan Amrullah adalah tidak boleh melanggar kemanusiaan, tidak boleh melanggar ketertiban umum dan tidak boleh melanggar kesepakatan bersama.
Sementara pada kegiatan itu, Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara (Jayanusa) Idham Cholid berkomentar insiden bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar Bandung itu sebagai kekeliruan memaknai jihad.
“Masa jihad itu membunuh diri sendiri? Itu jahat. Jihad itu ajaran suci, bunuh diri itu tidak baik, jangan dicampuradukkan. Aksi itu dari ideologi transnasional, dikembangkan ISIS jadi ke mana-mana, amaah Anshorut Daulah (JAD) yang kemarin (aksi bom bunuh diri),” kata mantan Ketua DPRD Kabupaten Wonosobo itu.
Dia mengingatkan masyarakat luas bahwa saat ini sedang hidup di dalam negara yang sudah disepakati bentuk finalnya. Dia menyebutnya kesepakatan kebangsaan. Oleh sebab itu, nilai-nilai di dalamnya, termasuk toleransi, harus dijaga.
“Mereka (teroris) itu mau mencederai bentuk kesepakatan. Semangat kebangsaan harus terus dijaga, toleransi, anti-kekerasan, penerimaan terhadap perbedaan,” tegasnya.
Sedangkan Dosen FISIP Undip M Adnan, menyebut moderasi beragama ini adalah sikap proporsional antara hak kemanusiaan dan hak ketuhanan.
“Contohnya, misal mahasiswa ada kewajiban belajar. Tidak boleh semalam suntuk salat tahajud, apalagi main kartu, lalu besoknya (jadi) alasan tidak berangkat (sekolah/kampus),” paparnya.
Moderasi ini tentunya proporsional dan seimbang dalam menjaga hak pribadi dan hak orang lain. Dia mencontohkan pada masa kenabian (Nabi Muhammad SAW), ada pertentangan di Madinah dari Nasrani, Nabi yang mendamaikan.
“Banyak contoh-contoh istimewa yang indah, pergaulan (Nabi) dengan non-Muslim di zaman kenabian,” kata Adnan yang juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Menyoroti aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar yang dilakukan oleh mantan narapidana terorisme (napiter), dia menekankan perlunya dibuka komunikasi.
“Mereka (eks napiter) itu perlu dirangkul, diajak dialog,” tandasnya.
(shf)